Katanya 'bawahan itu tergantung atasan', karyawanku sangat disiplin waktu, jarang ada yang terlambat atau absen, karena katanya aku selalu datang lebih pagi dan pulang lebih malam dari mereka, padahal ini hanya karena aku ga ingin melamun dan terbayang masa lalu, jadi lebih baik aku bekerja.
Seperti biasa pekerjaan ku sangat padat, aku selalu berusaha masuk ke semua departemen, aku selalu mengikuti perkembangan yang ada.
Hari ini ada janji temu dengan CEO PT. Anugerah untuk membahas kerjasama kami, aku berharap ini berjalan lancar, karena kami berencana membangun rumah sakit mini khusus anak-anak, dimana anak-anak akan didampingi oleh tenaga profesional seperti dokter dan suster untuk belajar dan bermain untuk mengerti pentingnya kesehatan dan bagaimana jika mereka sakit, tujuannya sederhana agar mereka tidak takut ke dokter saat sakit dan mereka bisa menjaga kesehatan diri sendiri.
"Ferren masuk." Aku memanggil sekretaris melalui telepon.
"Iya Bu?"
"Kamu sudah pastikan CEO Anugerah akan datang?"
"Sudah Bu, nanti jam 11 siang, lalu ada pesan Bu, beliau minta waktunya dipersingkat karena beliau masih ada banyak pekerjaan."
"Oke, itu bisa diatur, berarti jadwal keliling lokasi bisa dicancel ya."
"Baik Bu, ada lagi Bu?"
"No, makasih."
***
"Bu, CEO Anugerah sudah di ruangan meeting kecil."
"Baik, saya kesana."
Hufft aku grogi, semoga semuanya berjalan lancar, ini terobosan baru perusahaan kami, jika berjalan dengan baik, efeknya juga akan baik.
Aku melangkahkan kakiku penuh dengan percaya diri, karena katanya kalau jalan kita mantap percaya diri itu kan membentuk kepercayaan diri di dalam.
Aku membuka pintu ruangan meeting, lalu mataku mulai mencari sosok CEO Anugerah, tapi kemudian aku melihatnya, lagi, disini, di kantorku, di wilayahku!
"Kamu?" Deg deg deg jantungku berdetak lebih kencang, aku berusaha menutupi kegelisahan ku. Aku berbalik menatap sekertaris ku, berharap dia bisa menjelaskan.
"Ibu, ini pak Rudy Subarjo CEO PT. Anugerah."
"Tunggu, bukannya bapak Anthony Subarjo?"
"Itu papaku, aku baru sebulan ini menggantikan posisi beliau. Senang bertemu anda ibu Sasi."
Apa! kenapa aku bisa melewati hal seperti ini? Takdir macam apa ini?
"Baik, silahkan duduk pak Rudy, mari kita bicarakan kelanjutan kerjasama kita."
Selama 20 menit Tim pengembang (R&D) menjelaskan semua hal yang diperlukan, aku sedikit lebih tenang, tapi masih tidak tahu apa yang akan aku lakukan setelah ini, kenapa harus dia? Kenapa?
"Bagaimana menurut bapak? Sudah siap tanda tangan?" Tanyaku langsung untuk mempersingkat waktu.
"Bagus, tapi ada beberapa hal yang harus saya pelajari lebih lanjut, jadi saya butuh waktu."
"Baik, bapak boleh ambil waktu bapak, kita akan menyiapkan pertemuan di waktu lain."
"Saya akan mempelajari nya disini, selama ibu Sasi tidak keberatan menemani saya?"
Apa-apaan kamu Rudy? Seenaknya saja.
"Tapi bukankah bapak sibuk sekali hari ini, saya dapat note kalau bapak ingin prosesi ini dipercepat."
"Kapan, saya tidak sibuk hari ini. Saya khusus menyediakan diri saya untuk ibu Sasi hari ini." Sambil tersenyum dia menjawab, senyum palsu.
Aku hanya terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
Romance"aku hamil Rud." "Buang anak itu Sasi, aku tidak menginginkan nya, aku tidak menginginkan kalian!" Cinta memang tanpa logika. Sasi yang selalu disakiti, tetap mencintai Rudy. Sampai saat itu, ketika dia dipaksa aborsi. Itu terlalu menyakitkan.