22 Sasi

4.8K 235 3
                                    

Aku bertindak impulsif, aku akui ini, aku mementingkan isi hatiku dari pada logikaku. Aku tahu, aku tidak bijaksana, tapi kenapa aku harus bijak terus menerus? tidak bolehkah aku sedikit egois? Aku hanya ingin bahagia.

Oke, aku sadar aku tidak memikirkan perasaan para orang tua, tapi aku tidak bisa jauh darinya, aku mencintainya dari awal sampai akhir nanti (semoga).

Hhhuuft. Kakek dan pak dhe tidak setuju aku dengan Rudy, karena papanya menghina ku dan tidak menerimaku sebagai calon menantu nya, sehingga membuat mereka juga menolak Rudy.

Hari ini kami sudah satu bulan bersama, Rudy ingin menemui kakek dan meminta restu, tapi belum aku ijinkan, aku takut kalau kakek akan menolaknya dan menyuruh kami pisah, aku tidak siap.

Tapi yang namanya Rudy Subagyo itu kalau sudah ada mau, pasti harus akan dia lakukan. Bikin setress aja.

"Bu, pak Rudy datang."
Ferren sektretaris ku yang ternyata selama ini membantu Rudy memata-matai ku, pantas saja Rudy tahu segala hal tentang aku, ternyata Ferren adalah pacar Ditto, dan Rudy menyuap Ditto dan Ferren untuk memata-matai ku.

"Ya biarkan masuk." Awalnya ingin aku pecat dia, tapi aku pikir-pikir kalau ada apa-apa aku bisa minta Ditto memata-matai Rudy. Nice, AS card.

"Kamu masih sibuk Sas?"

"Ngga, sudah selesai. Kamu yakin mau ketemu kakek malam ini?"

"Yakin Sasi."

"Tidak bisakah kita tunda dahulu?"

"Sampai kapan kita mau backstreet? Kita bukan anak remaja lagi Sasi."

"Aku ga siap kalau harus berpisah dari kamu Rud."

"Siapa yang bisa memisahkan kita Sas? Selain maut?"

"Rudy..."

"Ayo, ga baik bikin orang tua menunggu, seharusnya kita datang lebih awal."

"Okey..." 

Aku galau, tapi seakan Rudy membaca isi hatiku, dia menggenggam tangan ku meyakinkan ku kalau semua akan baik-baik saja.

Kami bertemu dengan kakek di rumah beliau. Tapi ternyata kakek mengundang seluruh keluarga. Aku panik, bagaimana ini?

"Tenang Sasi, ingat apa yang sudah kita sepakati oke?"

"Hufft.. oke..." Aku percaya pada Rudy.

Pak dhe Pran dan om Bagas memberikan tatapan membunuh pada Rudy, hanya kakek yang tetap terlihat lembut.

Kakek membuka pembicaraan.
"Jadi apa yang hendak kalian sampaikan."

Rudy dengan tenang menyampaikan tujuan kami bertemu keluarga.

"Kakek dan seluruh keluarga, saya dan Sasi, kami sudah bersama menjalin hubungan sejak sebulan yang lalu."

"Ayahmu sudah tahu?" Pak dhe menyela omongan Rudy.

"Belum pak dhe, kami akan memberi tahunya besok."

"Cih. Aku ga setuju kamu jadi menantu ku!" Belum apa-apa pak dhe sudah tidak setuju saja.

"Aku juga!" Om Bagas juga ga setuju... Rudy, gimana nih.

"Pran, Bagas! Biarkan Rudy bicara, kalian diam!" Kakek memang yang terbaik.

"Sejujurnya saya datang hanya untuk memberitahu bahwa saya kekasih Sasi, asal Sasi mau bersama saya, saya akan terus bersama Sasi, sekalipun tanpa restu orang tua."

"Anak ini!" Pak dhe marah. Rudy, kenapa ngomong gitu sih...

"Pran! Diam." Pak dhe tidak terima dengan perintah kakek, tapi pak dhe selalu menurut pada kakek.

"Kakek salut dengan keberanian kamu untuk berterus terang dengan hubungan kalian. Kakek hanya ingin tahu, seberapa serius nak Rudy dengan Sasi?"

"Saya akan menikahinya, begitu Sasi setuju untuk menikah dengan saya kek."

"Eh, tidak! Tidak boleh Sasi menikah sama dia! Jangan pak! Orang tuanya saja menghina Sasi, bagaimana kalau mereka menikah, Sasi bisa dibuat merana dengan mertua seperti itu." Om Bagas ada benarnya juga sih.

"Ada satu hal lagi yang harus saya akui. Saya laki-laki yang bertanggung jawab atas masa lalu Sasi."

"Apa?" Semua berteriak serempak.

Apa? Aku juga kaget, aku melotot ke arah Rudy, kenapa kamu kasih tahu yang ini, aku sudah tutup rapat-rapat.

"Sasi ada yang ingin kamu sampaikan." Kakek bertanya padaku, dengan nada yang lembut.

"Kakek, Sasi minta maaf karena menyembunyikan semuanya pada keluarga, Sasi tidak menyalahkan siapapun atas apa yang telah terjadi, jika ada yang harus disalahkan, itu adalah Sasi sendiri. Tapi Sasi juga tidak mau berlarut dalam penderitaan ini. Sasi mencintai Rudy sejak dulu sampai sekarangpun, tapi Sasi akan mengikuti apa kata kakek, apapun yang kakek mau." Aku menghela nafas, skenario hidupku terlalu rumit.

"Baik, kalau begitu kakek mau Sasi tinggal di sini, kamu tidak boleh bertemu Rudy sampai kakek mengijinkan. Bagaimana menurutmu?"

"Kakek..." Rudy memegang tanganku, aku menoleh kearahnya, dia menganggukkan kepala, memintaku untuk setuju dengan Kakek. "Baik Kek, Sasi manut."

"Rudy, kamu boleh bertemu dengan Sasi sampai kamu memberitahukan semua pada keluarga mu dan lihat apa keputusan mereka. Kakek tidak mau memberikan cucu perempuan kakek yang sangat berharga ini ke tangan seorang yang tidak bisa bertanggung jawab!" Kata Kakek dengan tegas.

"Baik Kek, saya akan lakukan yang terbaik."

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang