Sejak kejadian hari itu, Sasi tidak bisa aku temui lagi, di kantor tidak pernah ada, di apartemen nya selalu kosong, dia seperti menjauh dari ku.
"Ditto, bikin janji dengan Sasi untuk membicarakan konsep ruangan, ada beberapa yang ingin saya ubah."
"Baik pak, tapi untuk urusan rumah sakit mini ini sudah di alihkan ke Pak Ishak pak, karena Bu Sasi cuti untuk sementara waktu pak."
"Cuti? Kenapa?"
"Kurang tahu dengan pasti, tapi menurut gosip Bu Sasi menyiapkan pernikahan."
"Apa?!"
Kenapa dia menikah? Tapi bukannya dia belum punya kekasih? Menikah dengan siapa? Agggh.
"Kalau begitu, buat janji dengan Ishak."
Aku harus tahu dia akan menikah dengan siapa? Apakah dia akan menikah dengan cecunguk itu?
***
"kenape lu kusut amet?" Siraj, temanku orang India-Indonesia yang ke-Betawian. Suaranya cempreng, tapi ganteng juga dia, dan baik.
"Nambah kusut gue denger suara lu!"
"Deuh yang patah hati sih gitu, nyari pelampiasan. Hahahaha, dicampakin cewek mana lagi lu? Ganteng-ganteng jomblo abadi.... Hahahaha."
"Bisa diem ga lu kampret!"
Aku kembali meminum wine yang ada di depan ku, kenapa Siraj bisa tahu aku dicampakkan? Apakah tampak sejelas itu?
"Terakhir lu begini, saat lu di tinggal tunangan sama Tania, tapi itu udah 5 tahun lalu bro, masa masih ga bisa-bisa juga lu nyari cewek! Lemah!"
"Heh si pahit lidah! Ngajak ribut lu, ayo kita keluar, baku hantam aja yuk?"
"Woit bro... Kita kan fren... Sensi banget sih lu? PMS lu?"
"Hajar juga nih" aku sudah siap berdiri mengajak nya berkelahi secara jantan saja. Orang lagi ada masalah malah ditambahin masalah.
"Ampun bro, ampun... Sini sini duduk, gue traktir lu malam ini. Cerita dong sama gue..."
Karena memang aku butuh teman juga untuk bisa ngobrol.
"Lu salah bro."
"Salah apa gue bro?"
"Lima tahun yang lalu dan sekarang, gue kusut karena orang yang sama."
"Tania?"
"Bukan! Bukan Tania bro, Tania itu udah gue anggap kaya adek gue, gue ga punya feeling lebih dari itu sama Tania, gue salah paham dengan perasaan gue pada Tania waktu itu."
Hufft aku mengambil nafas untuk melonggarkan sesak di dada. Lalu aku lanjutkan.
"Dulu waktu kita masih kuliah di UK, gue dekat dengan salah satu adik kelas kita di kampus, beda jurusan, dia anak bisnis. Dia cinta banget sama gue, care banget, lembut banget, dia sempurna deh. Tapi bodohnya gue saat itu, gue ga merasakan perasaan tulusnya dia, gue hanya manfaatin dia untuk kesenangan gue, sampai akhirnya dia pergi, benar-benar pergi dari hidup gue. Baru gue sadar kalau dia itu soulmate gue."
Aku mengambil nafas meminum seteguk red wine, ternyata setelah membicarakan isi hati, aku semakin sadar bahwa aku sudah kehilangan Sasi, hilang sejak dulu. Sadar kalau aku sudah menyia-nyiakan cintanya, aku membuang permata itu.
"Lalu?"
"Lalu, beberapa bulan lalu kami bertemu lagi secara tidak sengaja, seperti sudah ditakdirkan untuk bertemu dan bersama lagi, tapi ternyata gue salah, dia sudah tidak punya perasaan yang sama lagi, dan gue juga banyak melakukan kesalahan sama dia."
Suasana semakin kelabu dengan lagu patah hati yang dimainkan di bar ini.
"Well selama dia belum menikah, lu masih punya peluang buat merebut cintanya bro."
"Hhhfft di awal gue juga pikir begitu, tapi sekarang dia cuti dan sedang mengurus pernikahan. Udah ga ada peluang gue bro."
"Payah lu Rud! Sebelum bendera kuning berkibar, kejar diaaaa!

KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
Roman d'amour"aku hamil Rud." "Buang anak itu Sasi, aku tidak menginginkan nya, aku tidak menginginkan kalian!" Cinta memang tanpa logika. Sasi yang selalu disakiti, tetap mencintai Rudy. Sampai saat itu, ketika dia dipaksa aborsi. Itu terlalu menyakitkan.