Di keramaian seperti ini aku merasa sendiri. Hati ini kosong, jiwa ini hampa, tapi aku harus terus bergerak, bergerak kedepan, berhenti melihat kebelakang. Aku siap!
"Kakek!" Sasi berlari menuju Kakek Tedjo yang datang menjemputnya di Bandara Soekarno-Hatta, dia memeluknya dengan erat penuh kerinduan pada orang tua yang penuh kasih ini.
"Sasi, cucuku... Kakek kangen, ayo kita pulang, kakek sudah masak khusus buat kamu."
"Kakek emang paling top deh."
Mereka pulang dengan penuh sukacita, Sasi sedikit terobati dengan kehadiran kakek tercinta.
Sampai di rumah, Sasi langsung disambut dengan keluarganya, ada Pak De Pran, Bu De Wati, Tante Wik, Om Bagas, dan sepupu-sepupu kecilnya.
Mereka makan bersama di meja makan, suasana yang hangat dan riang menambah kebahagiaan Sasi.
"Pak De, Sasi ingin bicara."
Pak De Pran sangat sayang dengan Sasi, seperti ayahnya sendiri.
"Piye nduk?"
"Pak De, Sasi punya rencana bisnis, Sasi ingin merintis bisnis sendiri, ini prosposal bisnis Sasi, Sasi ingin meminta bantuan Pak De untuk menganalisis bisnis ini." Sasi memang sudah merencanakan untuk merintis bisnis sendiri sejak lama, tapi dia belum menetapkan bisnisnya seperti apa, namun sekarang dia sudah mantap dengan jenis usaha yang dipilihnya.
"Pak De bangga sama kamu, belum wisuda kamu sudah merencanakan masa depan mu. Sebentar Pak De baca dulu ya."
"Pak De tidak perlu terburu-buru, Sasi masih bisa menunggu."
"Tidak masalah nak, Pak De selalu bersemangat saat ada anak muda yang ingin berkembang. Sudah kamu ngobrol-ngobrol dulu sana sama Bu De."
"Iya Pak De."
***
"Bapak, mari kita berkumpul, ada yang hendak Sasi bahas." Pak De Pran memanggil kakek, dan seluruh keluarga untuk membahas proposal bisnis Sasi.
"Jadi begini, Sasi punya ide perintisan bisnis baru." Pak De memulai pembicaraan.
"Wah, kakek bangga kalau kamu sudah punya pandangan bisnis baru. Coba kamu teruskan Pran, dan bagaimana analisis mu?"
"Sasi punya ide membuat taman bermain sambil belajar untuk anak dan keluarga, tempat ini akan memiliki banyak tema yang berbeda sesuai umur, mulai dari 6 bulan hingga 12 tahun, ada permainan ketangkasan dan permainan edukatif. Selain itu, karena tempatnya akan berada di samping hotel kita di Anyer, jadi orang tua juga bisa berwisata di sana."
"Menarik juga idenya Sasi, tapi kalau menurut saya mas, sebaiknya dibuat di hotel kita yang ada di Pulau N saja, itu masih dekat dengan kota, jadi orang tua yang punya waktu senggang bisa wisata tidak jauh dari kota." Om Bagas berpendapat dan memberikan masukan yang positif.
"Iya benar juga saran kamu Gas, kalau di Anyer itu ramainya hanya saat weekend dan hari libur saja, saya rasa cocoknya untuk taman bermain outdoor. Bagaimana pak pendapat bapak?"
"Ya, bapak sependapat dengan kalian, sekarang tergantung Sasi maunya seperti apa. Juga masalah keuangan Kakek bisa membantu Sasi."
"Sasi manut apa kata Pak De Dan om Bagas, Sasi akan mulai di Pulau N dulu, kalau sudah stabil dan ada keuntungan bisa bikin yang di Anyer, lalu untuk biaya, saat ini Sasi akan menggunakan deposito almarhum ayah ibu untuk digunakan membangun gedungnya lalu untuk setiap area permainan akan menggandeng perusahaan lain."
"Oke. Kakek setuju, Sasi kamu harus selalu meminta pendapat dari Pak De Pran dan Om Bagas ya, dan kalian berdua harus membantu Sasi."
"Baik Kek."
"Iya Pak."
***
Ini caraku untuk mendamaikan hatiku. Aku tahu dosaku tidak dapat terampuni, tapi dengan membuat usaha ini aku berharap bisa melihat anak-anak, dan aku bisa bermimpi sedikit.
Setahun sudah bisnis ini berjalan, masih banyak kekurangan, tapi cukup menyenangkan.
Aku tinggal di tepi pantai, walau masih di ibukota tapi jauh dari hiruk pikuk kota, aku menyukai kedamaian ini. Melihat matahari terbenam, mendengarkan deru ombak, merasakan angin laut, memasak hidangan laut segar setiap hari, it's amazing.
"Sasi!" Itu suara sahabatku, Ishak, dia membantuku mengelola bisnis ini, dia sangat membantuku.
"Sas, kalo keluar itu bawa jaket, dingin angin laut kalo udah malam sore begini."
"Oh iya, aku lupa. Ini juga mau masuk lagi."
"Kita harus diskusi sama temen-temen publikasi sekarang."
"Oke yuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
Romance"aku hamil Rud." "Buang anak itu Sasi, aku tidak menginginkan nya, aku tidak menginginkan kalian!" Cinta memang tanpa logika. Sasi yang selalu disakiti, tetap mencintai Rudy. Sampai saat itu, ketika dia dipaksa aborsi. Itu terlalu menyakitkan.