Rudy

5.2K 229 4
                                    

Jam berapa sekarang? Aku terlambat. Aku berusaha mengambil jam di atas nakas ku, tapi kenapa tidak ada nakas ku?

"Uhh.."

Oh iya, ini bukan mimpi lagi, aku benar bersama wanitaku. Ahh, terlambat sekali dua kali tiga kali gak masalahlah. Kelonan lagi aja ahh...

"Sasi jangan bergerak nanti ada yang bangun..." Huh, dia masih pulas.

Aku pandangi wajahnya, rambutnya aku belai, bersyukur aku dia masih mau bersamaku, bahkan mau melupakan kesalahanku. Aku akan mencintaimu selama lama lama lamaaaanya Sasi.

Ku belai lengannya dengan punggung jariku, halus sekali. Sasi sedikit bergerak membuat selimut yang menutup bagian dadanya merosot hingga memperlihatkan payudaranya yang kencang itu, puting pink nya membuat binatang buas dalam diriku terbangkitkan.

"Hey kau little beast, tahu diri, tahan diri! Ahh... Mandi mandi mandi dulu."

Aku selimuti lagi tubuh Sasi, mandi lalu membuat nasi goreng.

"Hemmm wangi banget, kamu bikin apa?" Sasi bangun dengan piyamanya. Seksi sekali.

"Selamat pagi kekasihku." Aku mengecup bibirnya lembut.

"Kekasih?" Wajahnya merona seperti tomat.

"Sasi, kamu ga usah sembunyikan perasaan mu lagi, aku sudah membuktikan kalau kamu juga mencintaiku. Ya kan?"

"Bukti? Bukti apa?"

"Oh jadi yang semalam bukan bukti, kurang buktinya? Aku bisa 'mengintrogasi' kamu lagi sampai buktinya cukup."

"Mesum!"

"Mesum sama kamu ini sayang, kamu mau nasi goreng ga?"

"Mau. Kok nasi goreng lagi, aku kira kamu akan membuatku terkesan dengan masakanmu."

"Tadinya seperti itu rencana ku, tapi karena sekarang kamu sudah jadi milikku, aku akan jujur sama kamu, aku cuma jago masak nasi goreng."

"Apa? Tapi kemarin sore ada tumis buncis sama pepes tahu, siapa yang bikin?"

"Itu aku minta dibawain dari rumah, masakan mama ku, tinggal aku panasin."

"Kamu ga tahu malu ternyata?"

"Hanya di depan kamu saja aku akan bersikap seperti ini."

"Kamu ga takut kalau aku akan menyesali semuanya setelah pengakuanmu ini?"

"Aku juga sudah punya rencana cadangan kalau kamu menyesal dan meninggalkan ku lagi."

"Oh ya, apa itu?"

"Rahasia."

"Oh, jadi sudah ada rahasia diantara kita. Baiklah."

Aku memeluknya dan mencium pipinya.

"Kamu akan tahu setelah kamu sampai kantor."

"Aku merasakan bahaya sekarang."

"Ngga bahaya sayang, hanya cara agar kamu jadi milikku, dan tidak ada yang akan berani mengambil milikku. Kamu sudah aku patenkan."

"Rudy... Kasih tahu sekarang apa itu?"

"Kamu mau tahu?" Aku tunjuk bibirku. Cium dulu kalau mau tahu.

"Mesum!"

Kami berpelukan, aku merasakan ada kelegaan didalam dada, ruangan yang hampa itu sudah terisi penuh, sempurna.

"Anyway, baju kamu sudah kering?"

"Tadi aku minta Ditto membawakan pakaianku."

"Apa Ditto? Lalu dia melihat kamu yang sedang memakai pakaianku?"

"Iya."

"Rudy..."

"Why? What's wrong with that?"

"Kalau jadi gosip gimana? Kamu kan harus jaga image di depan karyawan mu, lalu kalau karyawan ku sampai tahu, nanti aku dikira yang aneh-aneh sama mereka." Wajahnya serius sekali, merah karena marah.

"Aku ga perduli sama image ku, lalu kamu juga ga harus perduli dengan gosip. Aku ga masalah kalau digosipin sama kamu, kan memang kebenaran nya kita bersama."

"Rudy! Ihh kamu itu... Argggh!"

Sasi mandi dan bersiap ke kantor, aku membereskan piring kotor dan bersiap ke kantor juga.

"Aku antar kamu ke kantor, nanti pulang aku jemput."

"Kantor kita berlawanan arah, aku berangkat sendiri aja." Tolak Sasi.

Aku rebut kunci mobilnya, aku masukan ke sakuku.

"Rud, kenapa kamu selalu seenaknya sendiri?"

"Sasi, justru aku bikin kamu enak, semalaman kamu enak berkali-kali, sekarang kamu enak juga aku antar jemput, ga capek injak pedal kopling kaki kamu."

"Rudy, ada Ditto disini bisa ga kamu pelankan suaramu."

"Ditto, antar Sasi dulu, baru ke kantor. "

"Baik pak. Tapi maaf ibu Sasi, sebaiknya rambut ibu digerai saja."

"Kenapa Dit?"

"Ada merah-merah di leher ibu."

Wajah Sasi langsung merona, malu ketahuan Ditto. Dia mencubit ku, sakit sekali.

"Ditto, kamu ikut campur urusan saya, saya potong gaji kamu!"

"Ditto kamu sudah menyelamatkan saya, kamu pindah ke perusahaan saya saja, saya gaji dua kali lipat." Sasi melotot ke arahku, entah kenapa aku senang menggodanya.

"Jangan Ditto, saya ga jadi potong gaji kamu."

Ditto hanya tersenyum, aku juga tersenyum, bahagia, aku bahagia.

Hanya bagaimana menyampaikan semua hal ini pada papa.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang