15 tahun berumah tangga dengan Rudy selalu penuh warna, dia sangat mencintai keluarga, dia sangat mencintai ku.
Sebagai perempuan aku merasa tubuhku sudah tidak menarik lagi hal ini membuatku sedikit membenci diri sendiri karena udah kendor disana sini, tapi dia selalu memandangku seperti gadis yang dikenalnya dulu, dia selalu memuji kecantikan ku, membuatku merasa istimewa.
"Papi, kamu jangan terlalu manjain anak-anak kita, aku ga mau mereka jadi anak gampangan."
"Papi ga manjain mereka mami cantik, papi hanya tergugah melihat usaha mereka meyakinkan papi, lihat aja pake ancaman segala kan lucu mi, kreatif loh itu mi."
"Kreatif gundul mu!"
"Si gundul jangan disebut-sebut mi nanti terbangkitkan loh..."
"Papi! Mami serius ini."
"Iya mami sayang, papi juga serius soal si gundul."
"Papi, mereka bisa salah arah kalau untuk mendapatkan sesuatu dilakukan dengan cara yang salah, mengancam orang dengan kelemahannya itu salah papi. Itu kreatifitas yang salah papi."
"Iya mami, papi ga gitu lagi, janji deh... Bobok yuk, si gundul beast udah nyariin nona vi nih..."
"Papi! Tidur di luar!"
"Mami... Tega..." Suamiku ini semakin tua semakin manja. Tapi aku semakin mencintainya.
"Tega aja mami, punya suami rasa anak kaya begini nih, ga bisa kerjasama didik anak. Nyebelin!"
Dia memelukku dari belakang, dia tahu kelemahan ku, aku ga bisa tahan lama-lama marah sama suamiku ini.
"Maaf Sasi sayang, kekasih hatiku, aku janji besok-besok aku kompak sama kamu deh."
"Ga usah pake cium-cium segala!"
"Aku mau buktikan sama kamu, kalau kamu cuma punya dua anak, aku suami kamu bukan anak-anak... Mau bikin anak ketiga ga mami sayang."
Dia mencium leherku, pelukannya semakin kencang
"Ahh papi, jangan disitu..."
"Sensitif ya?"
"Iya papi, ahhh papi... Papi tuh tidur di luar sana..." Aku mendorong nya, pura-pura menolaknya, demi harga diri, demi konsistensi, harus memegang kata-kata yang sudah keluar dari mulut.
"Papi ga mau... Papi maunya ini..." Dia tahu kelemahanku, tangannya masuk kedalam gaun tidurku yang tipis, tangannya menangkup buah dadaku.
"Ahh papi..."
"Masih minta papi tidur di luar mi?" Dia bertanya sambil jarinya mempermainkan jarinya di nona vi, dan tangan yang lain meremas putingku.
"Emhh papi..."
Selalu tidak berhasil kalau mengusir suamiku ini untuk tidur diluar, dia pasti akan melakukan apapun supaya bisa tidur bersamaku.
"Mami curang, Ela tidur diluar sendiri, papi malah enak tidur di kamar!"
"Papi lupa pindah keluar La." Suamiku langsung mencari alasan.
"Lagian kamu tumben banget nurut?"
"Papi curaaaaang! Mami curaaaaang! Ela sebel sama papi!"
"Ela, kamu salah atau tidak sudah mengancam kelemahan orang lain seperti kemarin?" Aku harus sedikit keras sama anak perempuan ku ini, dia terlalu nakal, aku takut dia bisa melakukan hal yang salah dimasa depan.
"Salah mami..." Sambil menundukkan kepala dia menjawab.
"Kalau salah lalu dapat hukuman, wajar ga Ela?"
"Wajar mami..."
"Jadi kamu seharusnya sebel sama papi mami atau sebel sama diri kamu sendiri?"
"Sama diri sendiri, mami... Tapi kenapa papi sama kakak ga di hukum juga?"
"Kata siapa mereka ga dapet hukuman? Papi selama 3 hari akan masak, kakak selama 3 hari akan nyuci piring!"
"Apa!" Ishak tidak terima dengan hukumannya.
"Mi jangan cuci piring, kalo papi yang masak kebanyakan pake alat masak mi, cuciannya banyak banget mi... Aku bersihin kolam aja mi, atau nyapu halaman depan belakang mi."
"Membantah dapat berakibat bertambahnya hukuman!" Aku juga harus keras sedikit sama anak pertamaku ini, dia terlalu pandai negosiasi.
"Ampun mi, Icak nyuci piring aja jangan tambah."
Ela tersenyum puas karena bukan dia sendiri yang kena hukuman. Papinya sih seneng aja disuruh masak.
Sebenarnya kami sudah membuat skenario ini untuk mengajarkan sedikit tanggung jawab sama anak-anak nakal ini.
Semua ini terasa seperti mimpi. Tapi seperti kata orang bijak, apapun impianmu kalau kamu bermimpi kamu harus tidur dulu (apa sih? Mulai serupa ya sama Rudy?). Jadi mari kita tidur.
Love your family, begin with love your self first.

KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
Romance"aku hamil Rud." "Buang anak itu Sasi, aku tidak menginginkan nya, aku tidak menginginkan kalian!" Cinta memang tanpa logika. Sasi yang selalu disakiti, tetap mencintai Rudy. Sampai saat itu, ketika dia dipaksa aborsi. Itu terlalu menyakitkan.