Aku selalu menyukai pantai, memandang laut lepas, memandang langit yang luas, membuat hati yang sesak ini menjadi lega. Seandainya dulu aku berani, seandainya dulu aku tidak sebodoh itu, mungkin saat ini aku akan lebih bahagia. Mungkin aku tidak akan memiliki semua harta ini, tapi akan ada anak kecil yang memanggilku 'mommy'.
Tapi aku harus sadar, tidak ada seandainya, semua sudah berlalu, aku tidak boleh terus memandang ke belakang, hanya saja penyesalan ini akan terus ada disini, di hati ini. Sesak rasanya.
"Sasi! Sas..." Ishak berteriak memanggil ku sambil melambaikan tangannya. Kebiasaan.
"Iya! Kenapa?" Aku juga berteriak jadinya.
"Kesini! Ayo coba bungee jumping."
"Oke." Bolehlah sekali-kali coba bungee, sekalian teriak teriak sekerasnya, sepuasnya.
Lokasi Fun Time outdoor kami ada di Anyer, satu lokasi dengan hotel Watson milik keluarga ku, Om Bagas yang mengelola hotel Watson di Anyer ini.
Kita harus berjalan melewati hotel untuk mencapai lokasi taman bermain outdoor.
Hotel Watson biasa disewa untuk shooting prewedding, wedding, atau perayaan lainnya, karena tempatnya sangat romantis di pinggir pantai, dan aksesnya mudah dijangkau.
"Yakin aman ya Sak, kalo aku mati, aku gentayangin kamu ya!"
"Aman Sas, kalo kamu mati, aku juga."
"Kamu juga mati?"
"Aku juga ikut nguburin kamu. Hahahaha ogah amat ikutan mati."
"Hahahaha... Aaaaaaakkkkk..."
Saat lepas dari pijakan dan terjun kebawah, semua kisah masa lalu hadir dalam ingatan, ada beberapa kenangan indah ada satu yang menyakitkan. Air mata ini jatuh, seturut dengan jatuhnya ayunan tali ini. Sasi, kamu baik-baik saja, kamu bisa melalui ini semua. Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri.
"Gimana Sas? Enak ga? Mau lagi?"
"Gila kamu ya Sak! Aku belum siap udah didorong aja! Udah ahh udah cukup aku, enak, aman juga, udah siap dibuka untuk umum ya."
"Hahaha, sowry ya." Ishak minta maaf tapi dengan muka ngeledek.
"Garuk juga tuh muka!"
"Uuuw ibu Presdir murka...Wek Wek wek" Ishak mengejek ku.
"Awas kamu ya!" Aku ambil tongkat kecil di sampingku, ingin ku pukul kepalanya, biar sedikit waras.
"Wek Wek wek coba aja kalo bisa nangkap aku." Ishak lari dan aku mengejarnya, sambil tertawa, kami selalu seperti ini, Ishak pribadi yang menyenangkan.
"Sini kamuuuu..." Aku lari dan berlari, sampai setengah napasku habis lalu berhenti dan menyerah.
"Sak... Hhah hhah hhah aku hhah capek hhah udah hhah duduk sini dulu."
"Aku juga hhah capek hhah." Ishak duduk di samping ku. Kami duduk di taman yang ada di area hotel, dengan jalan setapak di depan kami yang berbatasan dengan pantai.
"Kamu kayak cewek gila, lari-lari bawa tongkat!"
"Yaa! Bugh!"
"Aww sakit Sasi."
"Aku mukul Si pahit lidah biar keluar dari tubuhmu Sak."
"Enak aja pahit lidah, aku ini si panjang sabar ya..."
"Preett.."
"Ha ha ha ha... Sabar aku nungguin kamu.."
"Heddeh itu lagi, aku bilang kamu harus cari yang lain."
"Iya iya aku tahu. Just kidding."
Sambil memandang sunset, langit yang berwarna lembayung, membawa kehangatan dalam hati. Menyejukkan jiwa.
"Sasi?" Ada yang memanggil ku, aku menengok ke arah suara.
"Ya, saya." Apakah mataku berhalusinasi kenapa bisa ada dia disini?
"Ini aku Rudy, kamu masih ingat aku kan?"
Well mas, siapa yang bisa melupakan bajingan seperti kamu.
"Tentu." Aku mengangguk dan tersenyum canggung, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Beruntung ada Ishak di sampingku.
"Siapa Sas?"
"Oh, ini teman saat kuliah di Cambridge dulu. Rudy ini Ishak, Ishak ini Rudy."
Aku perhatikan dia memakai pakaian formal, sangat gagah, tampan seperti biasanya, dengan bunga terselip di kantung atas jasnya. Seperti jas pernikahan.
"Kamu ngapain di sini Sas?"
"Kami sedang ada kerjaan." Aku menjawab dengan tanpa ekspresi, menyembunyikan keterkejutan ku
"Sas, ayo kita masuk, sudah ditunggu dewan direksi." Ishak mengingatkan ku tentang rapat yang kami adakan malam ini.
"Oke Rud, aku permisi ya."
"Iya Sas, bye."
Aku melangkah pergi, sekali aku menengok ke belakang, benarkah itu dia? Masih sedikit tidak percaya.
"Jadi dia teman kamu di Cambridge Sas?"
"Ehm." Ishak membuyarkan lamunanku. "Iya."
"Yang nikah garden hotel itu kedua mempelai lulusan Cambridge loh, aku tahu tadi ga sengaja dengar ada tamu yang sedang membicarakan pernikahan mereka."
"Oh iya toh?" Aku menjawab tanpa ekspresi, pura-pura tak acuh, tapi ada yang sakit di sini, di dada ini. Pantas saja dia gagah sekali.
"Kalau tidak salah mempelai perempuan nya bernama Tania. Teman kamu juga bukan?"
"Emh... Pernah dengar sih namanya dulu saat di Cambridge, tapi belum pernah ketemu."
Oh mereka menikah sekarang, semoga bahagia ya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
Romance"aku hamil Rud." "Buang anak itu Sasi, aku tidak menginginkan nya, aku tidak menginginkan kalian!" Cinta memang tanpa logika. Sasi yang selalu disakiti, tetap mencintai Rudy. Sampai saat itu, ketika dia dipaksa aborsi. Itu terlalu menyakitkan.