Tania, aku selalu menyukainya sejak kami masih kecil, aku ini bucin nya menurut teman-teman ku. Sekalipun dia tidak membalas perasaanku, tapi aku selalu menyukainya.
"Rud, cariin aku peralatan hiking ya." Suara Tania selalu menjadi seperti lirik lagu merdu di telingaku.
"Kamu mau hiking?" Tanyaku heran.
"Iya, aku mau hiking karena Oliver suka hiking, jadi aku mau coba hiking."
"Apa? Demi Oliver?"
"Iya Rud, udah kamu cariin dong peralatan nya buat ku. Ya, please..." Dengan tatapan kucing imut seperti itu mana bisa aku berkata tidak.
"Iya aku cariin."
"Rud, temani aku makan siang di restoran baru itu ya?"
"Kalo besok aja gimana Tan?"
"Kok kamu menolakku sih, kamu mau ngapain?"
"Aku mau ketemu Sasi. Ada hal yang harus aku selesaikan."
"Apa, cerita dong sama aku. Sasi yang anak bisnis itu, yang cinta banget sama kamu walau udah kamu tolak?"
"Iya, well Sasi hamil anak ku Tan..."
"Apa? Apa kamu yakin itu anak kamu Rud?"
Yakin banget Tania, dia itu masih perawan saat kami melakukannya. Namun aku hanya tersenyum menjawab pertanyaan nya.
"Lalu kamu mau nikahin dia Rud?"
"Ya, aku akan menikahi nya."
"Rud, kamu jangan mau dipermainkan sama perempuan seperti itu, dia pasti hanya ingin harta keluarga mu saja, dia itu kan anak beasiswa, pasti miskin. Coba pikir deh, masa udah di tolak cintanya masih aja bisa sayang sama kamu, masa mau-maunya tidur sama kamu."
"Tapi Tan..."
"Udah deh kamu percaya deh sama aku, dia paling bohong soal kehamilannya. Ayo kita ke apotik sekarang."
"Ngapain Tan?"
"Beli obat aborsilah, aku tahu obat yang bagus."
"Tapi tapi... Aman ga itu obat Tan?"
"Aman Rud, temen sekamarku udah pernah minum ini dan sehat-sehat aja sekarang. Percaya deh."
***
-tring- bunyi WA masuk
Tania : temani aku di resto GK sekarang Rud.
Rudy : tapi aku baru kasih minum obat itu buat Sasi.
Tania: ihh kamu pilih dia atau aku sih?
Rudy : oke aku dateng.***
Aku belum menemui Sasi sejak dia minum obat. Aku ke apartemen nya tapi tidak ada jawaban, dia juga ga bisa dihubungi. Di kampus aku belum melihat dia di tempat biasa, mungkin dia ada di departemen nya tapi aku ragu kalau harus menemui dia di departemen nya, ya sudahlah nanti juga ketemu, mungkin dia sibuk menyelesaikan skripsi.
***
Lima tahun tanpa kamu Sasi, aku menyadari satu hal, aku merindukan hadirmu. Kalau aku ingat-ingat, bukan kamu yang selalu mendekati ku, tapi aku yang selalu mendekatimu saat aku kesepian, aku datang ke apartemen mu, dan kamu bukakan pintu untuk ku, saat aku kecewa pada Tania kamu selalu ada mendengarkan keluhan ku, saat aku sakit, kamu yang setia membawakan ku bubur. Tapi kenapa panah asmara itu tidak menancap di jantungku.
Sasi andai kita bertemu lagi, akankah kita masih bisa bicara dengan leluasa. Kamu dimana sekarang?
"Rud! Ngelamun aja"
"Hey Tan. Gimana perjalanan kamu? Capek ya?"
"Iya Rud, pijetin pundak ku dong Rud." Tania selalu manja seperti ini, ini yang aku suka dari dirinya.
"Aku antar langsung ke apartemen ya, aku harus segera ke kantor nih."
"Oks. Sabtu acaranya, jadi kita berangkat Jumat ya?"
"Tentu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
Romance"aku hamil Rud." "Buang anak itu Sasi, aku tidak menginginkan nya, aku tidak menginginkan kalian!" Cinta memang tanpa logika. Sasi yang selalu disakiti, tetap mencintai Rudy. Sampai saat itu, ketika dia dipaksa aborsi. Itu terlalu menyakitkan.