"Pak Rudy lagi bahagia ya? Seharian senyum-senyum sendiri aja." Ditto sekretaris membuyarkan lamuananku.
"Iya saya bahagia, saya punya tugas buat kamu, diluar urusan kerja."
"Apa itu pak?"
"Selidiki Sasi, sedetail-detailnya, saya ingin tahu semua tentang dia."
"Maksud bapak, ibu Sasi CEO CKR?"
"Iya, Btari Sasi Keshwari."
"Baik pak."
Aku tidak bisa menahan senyuman ini, aku memang senang sekali bisa bertemu Sasi seperti ini, dan yang lebih menyenangkan lagi aku bisa bertemu dia lebih sering dengan kerjasama ini.
Tapi kalau ingat kejadian kemarin, bikin emosi bergejolak, ngapain sih Sasi mesra-mesraan gitu di depan aku, cih, pake acara dibawain makan siang segala lagi, arghhh bikin cemburu!
Apa?! Aku cemburu? Arghh!? Iya aku cemburu! aku cemburu dengan kemesraan mereka, kedekatan mereka, aku cemburu aku ga bisa makan siang bareng tanpa alasan, aku ga bisa dekat dengannya tanpa alasan.
Arrgh. Ku acak-acak rambutku, memikirkannya membuatku frustasi. Bagaimana jika Ishak itu adalah suaminya, aku belum tanya mereka menikah atau belum, atau mungkin dia pacarnya Sasi. Arrggh trus aku harus bagaimana?
~tring~ WA masuk
Tania: Rud, beliin aku asinan Betawi. Thx
Rudy: beli dimana? Aku masih sibuk.
Tania: ga mau tahu. Sebelum sore udah nyampe rumah asinannya!
Rudy: siap boss!"Ditto. Carikan Asinan Betawi, dibungkus, kirim ke Tania."
"Baik pak."
***
Aku harus memikirkan langkah selanjutnya, bagaimana caranya supaya aku bisa lebih dekat dengan Sasi."Ditto, hasilnya!"
"Ya pak, ibu Sasi dengan pak Ishak tidak ada hubungan istimewa mereka hanya teman saja."
"Teman? Teman tapi mesra begitu? Cih! Akan ku singkirkan 'teman' itu."
"Ibu Sasi tidak dekat dengan laki-laki manapun, kecuali pak Ishak. Pak Ishak sudah menemani Bu Sasi dari awal perusahaan berdiri."
"Oh, oke. Lalu apa Sasi punya hobi? Barang kesukaan? Atau kegiatan yang rutin dilakukan?"
"Ibu Sasi suka membaca, beliau suka tas kulit lokal merk Abekani. Kegiatan rutin, hampir tidak ada, hanya ke rumah ibadah saja."
"Well, books is always her mood. Untuk tas, tolong carikan seperti yang dia suka."
"Tapi pak, tas merk Abekani ini tidak bisa dimiliki sembarang orang, hanya orang yang ada di komunitas nya yang bisa membelinya."
"Ditto! Saya ga perduli, itu urusan kamu!" Saya jadi emosi juga, sekertaris kok cari-cari alasan. Kenapa dia suka yang rumit begitu sih, kan banyak tas merk luar yang bagus.
"Baik pak."
"Sekarang, coba kamu pikirkan, kira-kira bagaimana saya bisa dekat dengan Sasi, cara yang natural ya."
"Emh, maaf pak, saya baru sekali pacaran, saya hanya bisa kasih tahu dari pengalaman saya saja."
"Bagaimana pengalaman mu?"
"Saya dekat dengan pacar saya, awalnya karena sering bertemu untuk urusan pekerjaan, lalu saya tanya nomor telepon, alih-alih bicara pekerjaan, saya juga bertanya hal-hal pribadi, ternyata kami memiliki perasaan yang sama, ada tanda-tanda yang diberikan, lalu saya nyatakan perasaan, begitu saja pak."
"Masalahnya, saya dan Sasi itu..." Bagaimana ya, kalau dibilang dulu kami bersama, tapi tanpa status, dulu aku memanfaatkan dia saja, tapi sekarang aku sadar dia itu yang terbaik bagiku.
"Masalahnya bagaimana pak?"
"Hmm sudahlah, lupakan."
***
Seharian hanya memikirkan bagaimana cara dekat dengan Sasi lagi.
Aku ke kantornya saja lah, dengan alasan pekerjaan, okey...
"Ditto, siapkan mobil, saya mau keluar."
"Baik pak, tapi sebentar lagi ada rapat pak."
"Kamu minta pak Bambang yang urus ya. Saya ada urusan penting."
Ya ini lebih penting, karena dia terus mengganggu pikiranku, aku butuh bicara dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Second Chance
Romance"aku hamil Rud." "Buang anak itu Sasi, aku tidak menginginkan nya, aku tidak menginginkan kalian!" Cinta memang tanpa logika. Sasi yang selalu disakiti, tetap mencintai Rudy. Sampai saat itu, ketika dia dipaksa aborsi. Itu terlalu menyakitkan.