20.a

474 49 3
                                    

"Tix already booked, hotel room already booked", ucap Iqbaal begitu Vanesha masuk ke dalam mobil.

"Well done, baby", Vanesha tersenyum lalu mencium Iqbaal kilat, "Berangkat sekarang yuk, Tante Sari udah nungguin"

"Nggak penasaran emang aku beli tiket buat honeymoon ke mana?"

"Nggak, aku percaya kamu. Biar surprise juga nanti pas hari H", ucap Vanesha seraya tertawa, "Udah, yuk, jalan"

Iqbaal membawa mobilnya membelah jalanan Melbourne.

Sejak peristiwa Vanesha mengalami breakdown karena berbagai hal mengenai pekerjaan dan urusan pernikahan, Iqbaal memutuskan untuk melakukan sesuatu. Ia membiarkan Vanesha beristirahat esok harinya, dan ia berbicara dengan Mama dan Bunda cukup lama mengenai pernikahan.

Butuh tangisan dari Vanesha untuk menyadarkan banyak pihak, bahwa mereka telah terlalu keras kepala dan mengorbankan perasaan Vanesha, yang justru sangat memperhatikan perasaan mereka.

Iqbaal, dan kedua keluarga besar, memutuskan untuk mencari jalan keluar mengenai semua kebutuhan ini.

Dan setelah ngobrol panjang lebar selama beberapa jam, menjelaskan bahwa mereka ingin pernikahan yang private, menjelaskan impian Vanesha untuk dapat berbulan madu ke New York, urusan rumah baru yang masih butuh beberapa perbotan, dan hampir membuat Iqbaal nyaris putus asa, akhirnya mereka sepakat untuk mengurangi jumlah undangan. Memilah dan memilih siapa saja yang sebenarnya terkoneksi dan memiliki hubungan yang sangat baik dengan keluarga, yang memang seharusnya diundang.

Iqbaal membantu melakukan sortir terhadap beberapa nama undangan, hingga akhirnya di siang hari itu, dari jumlah undangan yang ternyata nyaris mencapai angka 700 orang, keluarga sepakat untuk mengirimkan undangan untuk 500 orang saja.

Dan, setelah semua proses sortir tamu undangan, Iqbaal menemukan sore itu, beberapa rupiah masuk ke rekeningnya. Kata Mama dan Bunda, untuk membantu bulan madu ke New York. Dan Iqbaal tidak tahu harus berkata apa selain berterimakasih kepada keluarganya. Begitulah keluarga. Mereka bertengkar, mereka memiliki masalah, tapi tidak pernah keberatan untuk saling membantu.

"Barang-barangku sebagian besar udah dipindahkan ke rumah kita. Apartemen aku masa sewanya masih ada 6 bulan lagi, aku minta bantu Jessie untuk nyariin yang mau nyewa. Kamu barang-barangnya kapan dipindahkan ke rumah?" tanya Vanesha.

"Aku udah buat janji untuk pindahan lusa. Tapi juga sebagian dulu. Aku usahain sebelum kita ke Jakarta, sebagian besar barang-barangku udah di rumah. Oh ya, pekerja di rumah bilang sofa yang kita pesan udah datang kemarin"

"Oh ya? Cepat banget. Katanya hari ini ngirimnya?"

"Habis dari rumah Tante Sari kita ke sana ya, biar kamu bisa lihat sofanya"

"Oke"

Rumah mereka sudah selesai renovasi, hanya butuh finishing di sana-sini, dan tentu perabotan yang cocok dengan design rumah dan sesuai dengan kemauan Vanesha. Mereka berkejaran dengan waktu karena ingin langsung tinggal di rumah itu selepas dari bulan madu.

Dua bulan menjelang pernikahan dan semuanya tampak semakin diburu oleh waktu. Iqbaal dan Vanesha bekerja nyaris tanpa libur karena mereka hanya mengajukan cuti selama dua minggu untuk pernikahan dan honeymoon.

Urusan rumah, urusan apartemen, persiapan pernikahan, urusan kerjaan, nyaris membuat mereka kelelahan dan kepala mereka rasanya ingin meledak. Meskipun sudah menemukan kata sepakat dengan jumlah tamu undangan, tapi banyak printilan kecil lainnya yang ternyata membutuhkan perhatian Iqbaal dan Vanesha.

JUST IN TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang