Iqbaal berulang kali menelepon Zidny dari kemarin malam tapi dihubungkan ke mail box terus.
“Zee, are you okay? I cannot reach you”, ucapnya saat memutuskan untuk meninggalkan saja pesan di mail box Zidny, “Aku ada seminar dua hari dari kantor, mungkin akan sulit dihubungi. If you got this mail, please reply ya”
Kantor yang dimaksud Iqbaal adalah kantor tempatnya internship. Iqbaal merasa beruntung karena sejak tahun ketiga perkuliahan, dia dapat kesempatan untuk dapat magang di salah satu perusahaan properti di Melbourne. Awal kontrak internship adalah satu tahun, tapi supervisor nya senang akan hasil dan kemauan Iqbaal untuk belajar banyak hal, dan dia meneruskan kontrak lagi dengan Iqbaal sampai sekarang. Iqbaal, tentu saja tidak keberatan, dia masih bisa berkuliah karena waktu internship menyesuaikan jadwal kuliahnya, dan dia tidak perlu repot-repot mencari tempat internship untuk memenuhi mata kuliah magang. Dan sekarang, dia diperbolehkan untuk mengambil data penelitian untuk skripsi nya di sana. Iqbaal merasa sangat beruntung. Tahun ini, dia ingin lulus. Jika keberuntungan masih berpihak kepadanya, Iqbaal mungkin akan diminta untuk bekerja oleh perusahaannya yang sekarang untuk bekerja dengan mereka.
Iqbaal mengambil tas ranselnya, matanya tertumbuk ke toples milik Vanesha. Isi rempeyeknya sudah berkurang banyak. Iqbaal lalu meletakkan rempeyek yang masih ada ke toples miliknya, mencuci toples milik Vanesha, mengeringkannya, lalu dimasukkan ke dalam tas ransel miliknya. Setelah seminar berakhir besok, dia akan mengembalikan toples itu.
Iqbaal lalu bergegas keluar apartemen, menuju ke arah pemberhentian trem dan menuju lokasi hotel tempat diadakannya seminar. Tim, rekannya di kantor sudah menunggunya di lobi hotel.
“Bad News”, ucapnya lalu menyerahkan dua lembar kertas ke arah Iqbaal. Iqbaal menerima kertas tersebut dengan bingung. “For you”.
Iqbaal menatap kertas yang diberikan Tim. Tiket pertunjukkan Matilda di Her Majesty’s Theater buat hari Minggu. Bukannya harusnya dia pergi bareng pacarnya hari minggu ini?
“She just got an accident”, ucap Tim lalu mulai menceritakan ternyata kekasihnya terjatuh di taman rumahnya kemarin, dan menyebabkan dia harus di rawat karena fraktur di bagian kaki dan panggulnya. Rencana mereka untuk menonton pertunjukan Matilda terancam batal.
“I’m sorry to hear that”, Iqbaal tahu, Tim dan kekasihnya sudah menunggu saat menonton pertunjukan ini karena Tim sudah menceritakan kepada Iqbaal rencana ini sejak dua bulan yang lalu. “But two tickets?”
Tim tertawa, “You can bring your friend. Have fun”
“Thanks, mate”, ucap Iqbaal meskipun tidak tahu apakah dia harus menonton pertunjukan ini atau tidak.
Kalaupun dia akhirnya pergi untuk nonton, mungkin dia akan pergi sendirian saja. Tapi sayang tiket yang satunya jadi hangus.Eh, tapi mungkin dia bisa ajak seseorang untuk nonton pertunjukan ini.
***
“Hai”, sapa Megan dengan senyum sumringah.
“Hai, kamu datang pagi banget”, ucap Vanesha seraya menatap jam di dinding dekat pintu. Baru jam 06.30 pagi. Vanesha kemudian mempersilahkan Megan untuk masuk.
“Biar bisa lebih santai masaknya”, kemudian Megan menyerahkan sebuah goodie bag berwarna cokelat, “Happy birthday, Sha”
“Haduh, pakai kasih hadiah segala” Vanesha mengambil goodie bag pemberian Megan tersebut, “Udahlah dimasakin, dikasih hadiah pula. Thanks ya, Megan”
“Ya gapapa, biar ulang tahunnya makin spesial”
“Aku buka ntar aja tapi ya?”
Megan mengangguk, lalu berjalan menuju dapur Vanesha. Vanesha meletakkan pemberian Megan di dalam kamarnya.
“Lho? Kamu mau ngapain?” tanya Megan saat melihat Vanesha sudah kembali ke dapur dan sudah memakai celemek pink.
“Bantuin kamu”
Megan tersenyum, “You’re the birthday girl! Jessie juga bilang kan, kalau kamu udah tinggal duduk cantik aja. Biar aku aja yang masak”
“Yaudah, aku duduk cantik disini, tapi sambil kupasin bawang atau potong-potong seledri bisa kok”
Megan tertawa, “Beneran nih?”
“Iya, selama itu nggak ngeganggu kamu sih. Aku bisa bantu dikit-dikit. Lagian aku juga nggak enak duduk nonton sementara kamu kerja di dapur”
“Baiklah”, Megan akhirnya mengalah, “Kamu boleh bantu aku kupas dan potong-potong, ya”
“Asiiik”, Vanesha mengambil pisau miliknya, dan mulai membantu Megan memotong bawang, cabai, dan beberapa bumbu lainnya. Sementara Megan mulai sibuk memotong daging dan beberapa sayuran lainnya.
“Katanya kamu asli Sidney? Kenapa di Melbourne?”
“Oh, kakak ku kerja di sini, jadi aku ngunjungin dia. Terus Jessie bilang soal birthday party kamu, dan ngajakin aku”
“Oh iya, kamu punya kakak di sini, ya. Sama Jessie udah kenal dari dulu?”
“Iya, dari kecil. Ayah kami bersahabat”
Vanesha mengangguk seraya terus memotong bawang bombay.
“Gimana soal Jessie, menurutmu?”tanya Megan.
“Hm? Jessie? Yah dia baik, supel banget anaknya, ya. Dia jadi primadona di kalangan anak-anak Indonesia di sini”
“Banget, ya. Dia memang dari kecil udah begitu. Anaknya ke mana aja main, ke mana aja masuk”
“He eh”
“Tapi controlling ya dia”, ucap Megan seraya tertawa.
“Haha, kamu juga ngerasa begitu?”
“Iya lah. Tapi ya karena aku kenal dia dari kecil, jadi udah terbiasa, lagipula dia nggak pernah punya maksud jahat kok”
“Iyaaa, percaya”
“Kamu gimana? Betah di Melbourne?”
“Betah sih. Saking betahnya jadi ngeri sendiri. Takut nggak pengen balik Jakarta”, ucap Vanesha seraya tertawa.
“Melbourne emang gampang buat nyaman. Parah banget”
Vanesha asik membantu dan ngobrol dengan Megan sampai akhirnya terdengar bunyi bel apartemennya. Winna dan lima orang temannya datang untuk membantu dekorasi di apartemen Vanesha.
Sekitar pukul 4 sore, semua dekorasi sudah terpasang, dan Megan sedang mempersiapkan menu terakhir, yaitu buah. Dia memotong buah menjadi beberapa bagian selagi berbincang-bincang dengan Winna. Vanesha memutuskan untuk mandi lagi, dan bersiap-siap untuk kedatangan tamu-tamunya.
Vanesha menatap ponselnya. Ada banyak pesan masuk dari teman-teman di Teater Semesta. Sambil lalu Vanesha membalas pesan itu satu per satu. Dia membuka chat Iqbaal. Tidak ada pesan apapun. Bahkan last seen nya adalah jam 8 pagi tadi. Apakah dia lupa ulang tahunku hari ini? Atau seperti tahun lalu, dia tidak mengucapkan apapun kepada Vanesha? Tapi untuk apa kau mengharapkannya, Sasha, tahun lalu saja dia tidak mengucapkan apapun kepadamu.
Tidak sengaja bertemu dengannya dan mengobrol tidak akan merubah apapun , termasuk tidak akan merubah kenyataan bahwa dia tidak peduli lagi denganmu. Lagian, kamu ngarepin apa sih, Sha? Masih sayang sama Iqbaal?
Vanesha menggelengkan kepalanya pelan, seolah menolak kalimat tersebut. Tapi hatinya seperti berteriak, kamu bahkan tidak bisa melupakan dia setelah bertahun-tahun!
Vanesha meletakkan ponselnya kembali ke atas meja. Dia harus mengoleskan sedikit make up agar terlihat segar.
***
Acara birthday party Vanesha berlangsung lebih baik dari dugaan Vanesha. Meskipun sedikit merasa tidak nyaman karena Jessie membawa wine dan bir beberapa botol lebih banyak dari yang dijanjikan, tapi selama tidak ada yang mabuk, Vanesha tidak merasa keberatan. Dan ya tentu saja Jessie membawa beberapa orang yang tidak pernah Vanesha kenal, sebagai teman baru. Tapi paling tidak, pesta ini tidak seramai dan tidak sepadat dugaannya.
“Happy?” tanya Megan saat Vanesha sedang tertawa menatap Audrey sedang joget-joget sambil bernyanyi.
“Iya”, jawab Vanesha, “Oh ya, masakan kamu semua enak-enak banget! Ini mah bukan kayak di pesta ulang tahun, tapi kayak di buffet hotel. Makasih ya, Megan”
“You’re welcome, Sha. Senang deh kalo kamu suka”
“Gila aja sih kalau ada yang nggak suka”, Vanesha lalu memakan sepotong brownies, “Apalagi brownies nya ini, juara!”
“Lain kali aku masakin brownies lagi”
“Beneran? Jangan ah, ntar aku keenakan lagi dimasakin mulu”
“Kalau ga mau dimasakin, kamu mau diajarin buat masaknya? Kamu bisa buat brownies?”
Vanesha menggeleng.
“Deal, then! Aku akan ajarin kamu buat brownies paling enak”
Vanesha mengangguk, “Thanks a lot ya”
Acara ulang tahun Vanesha berlangsung hingga tengah malam. Beberapa sudah terlihat tipsy,sehingga Vanesha memutuskan untuk membubarkan mereka.
“Aku datang besok pagi buat bantuin kamu beresin ini ya”, ucap Jessie, sebelum pulang.
“Iya iya. Udah, pulang dulu, istirahat sana”
“Mau aku bantuin beres-beres sekarang?” tanya Megan.
Vanesha menggeleng, “Kamu udah dari pagi disini loh, gak usah, lagian aku juga capek, mau istirahat. Besok pagi Jessie janji mo bantuin buat beresin ini. Pulang aja”
“Oke deh, besok aku juga bakal bantuin kamu beberes”
“Gak usah dipaksa, kamu istirahat aja. Aku gatau bilang makasih gimana lagi kamu udah masakin, udah bantu dekor, udah buat party hari ini seru banget”
Megan tersenyum, lalu memeluk Vanesha pelan, “Happy birthday sekali lagi, Sha. Aku harap kamu beneran happy hari ini”
“Beyond happy sih. Thanks a lot”, Vanesha membalas pelukan Megan pelan.
Ketika semua teman-temannya sudah pulang, Vanesha baru merasakan sepinya apartemen miliknya. Beberapa piring berisi makanan masih ada di atas meja dapur dan meja kecil dekat ruang tamu. Beberapa gelas kotor ada di westafel, di dekat televisi, dan di atas meja dapur. Sebotol wine tampak belum dibuka. Cake ulang tahunnya, masih tersisa seperempat potong lagi, dan masih tergeletak di atas meja ruang tamu. Balon-balon berwarna putih dan pink tampak masih menggantung di dinding, beberapa sudah tergeletak di lantai. Kartu-kartu uno dan beberapa permainan lainnya tampak berserakan di lantai dan di meja ruang tamu.
Vanesha ingin membereskannya malam ini, tapi dia lelah sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST IN TIME
قصص عامةKatanya, kebetulan yang terjadi berulang-ulang, adalah takdir. Writer's Note : Hai, first timer here! Semoga cerita ini bisa diterima dan bisa buat bahagia hehe. Jadi, cerita ini benar terinsiprasi banget dari Iqbaal dan Vanesha, tapi pengembangan...