2.a

549 58 2
                                    

“Kenalin, Sha. Ini Megan, teman gue”
Vanesha menatap pria yang diajak Jessie dengannya sore ini.
“Hai”, Vanesha mengulurkan tangannya, “Vanesha. Panggil Sasha aja”
“Megan”, ucap pria itu menyambut uluran tangan Vanesha.
“Dia half blood juga kayak gue”,ucap Jessie
“Oh ya?”
“Nyokap gue dari Manado. Jadi ya, gitu deh, tapi gue tinggal di Indo waktu SD doang, selebihnya di Sydney”
Vanesha mengangguk.

“Dia baru aja balik dari Prancis. Oh ya, dia ini koki serba bisa. Nanti, dia yang bakal masakin semua makanan untuk birthday party elo, Sha”
“Hah? Kok bisa? Cuma pesta kecil-kecilan doang, kok, kenapa yang masak harus chef? Bukannya kita-kita aja yang bakal masak ya, J?”
“Gapapa”, ucap Megan, menjawab pertanyaan Vanesha yang seharusnya untuk Jessie, “Jessie is my best friend. She do ask me a favor to do this, so yeah i will. Birthday party meskipun kecil-kecilan tetap harus istimewa, ya nggak?”
“Tapi kan...”
“Udah, nggak ada tapi-tapi. Ini bahan-bahan lo simpen dengan baik. Hari Sabtu pagi, Megan bakal ke sini buat mulai masak. Oh ya, sekalian nanti sama gank nya Winna juga bakal datang pagi buat bantu dekorasi. Oke, Sha?” Jessie menggeser tumpukan kantong belanjaan ke arah Vanesha.
“O---okay”
“Lo pokoknya tinggal tenang aja, dandan yang cantik dan nikmatin pestanya. Okay, sweetheart?”

Jessie tahu apa yang dia mau. Jessie akan ngelakuin semuanya dengan caranya. Walaupun Vanesha mengatakan tidak ok, Jessie pasti akan mengusahakan ribuan cara lain agar kehendaknyalah yang akan terjadi.

“Aku akan buat makanan yang enak, tenang aja”, ucap Megan sambil tersenyum manis.
I know, tapi aku ngga enak aja kamu masak buat party aku yang gini-gini aja”
“Hey hey hey, darling”, ucap Jessie, “Nggak ada yang namanya party gini-gini aja selama Jessie yang handle. Okay?”

Megan mengacungkan kedua jempolnya tanda setuju, disambut dengan tawa Jessie. Dan tawa terpaksa dari Vanesha.

***
“Si Megan ganteng banget ya kan, Sha?” ucap Amel dengan mata berbinar-binar seraya memasukkan buku ke dalam tas nya.
”Lo kenal sama Megan?”
“Kakaknya dia, teman sekantor kakak gue. Lo inget kan, kakak gue dapat internship dari koneksinya Jessie? Nah, itu karena kakaknya Megan”
Vanesha mengangguk, “udah mau sampai nih, yuk”

Siang ini, Vanesha dan Amel pergi ke Monash. Niat utama adalah untuk meminjam buku yang diperluin banget buat kuliah. Niat kedua adalah mau nemenin Amel ketemu dengan David, gebetan barunya.

“Mel, buku gue ada di lantai empat. Gue nunggu di lantai empat aja ya, kalau urusan lo sama David udah kelar, hubungin gue ya”
“Temen mana selain elo yang mau nemenin gue ketemuan sama gebetan?”
“Gue doang emang, makanya lo baik-baik sama gue”

Amel  terkekeh seraya melambaikan tangan kepada Vanesha. Vanesha segera menuju ke lantai empat, dan mencari buku yang diincarnya. Vanesha membawa buku tersebut seraya mencari-cari tempat duduk yang kosong, saat matanya menangkap sosok Iqbaal. Pria itu terlihat sangat serius dengan laptop dan tumpukan buku di hadapannya. Mata Vanesha mencari tempat duduk kosong lain selain di sebelah Iqbaal, dan menemukan sebuah tempat kosong di dekat jendela, bertolak belakang dengan posisi Iqbaal. Vanesha segera membuka buku dan laptopnya.

Beberapa menit, tapi Vanesha merasa tidak nyaman dengan kenyataan bahwa dia dan Iqbaal berada di satu ruangan.

Apa-apaan ngerasa nggak enak, beberapa waktu lalu berduaan juga di dalam apartemen, meskipun sebentar.

Vanesha menulis halaman-halaman yang ia perlukan, lalu memasukkan laptopnya ke dalam tas, dan dengan perlahan menuju ke arah mesin fotokopi. Setelah mem-fotokopi beberapa halaman yang ia perlukan, dengan perlahan tanpa menimbulkan gerak-gerik yang aneh, Vanesha mengembalikan buku ke tempat semula, lalu berjalan turun.

Karena cuaca dan langit sedang bagus-bagusnya, Vanesha memutuskan untuk ikut duduk di taman, menikmati matahari yang entah kapan secara mendadak akan berubah menjadi hujan. Ia mengeluarkan kain pashmina yang selalu dibawanya, lalu duduk. Ia mengeluarkan kertas-kertas hasil fotokopi, lalu mulai membaca.

Entah berapa lama Vanesha terlarut dalam bacaannya, ketika di sadar ada sosok yang berdiri di hadapannya, menutupi cahaya matahari. Vanesha menengadah.
“Ngapain di sini?” Iqbaal menatap Vanesha.

Vanesha yang terkejut, berusaha menutupinya, “Mmmm... buku”, ucapnya sambil menunjukkan lembaran yang ada di tangannya. Iqbaal menatap lembaran kertas yang dibilang buku oleh Vanesha, lalu duduk di sebelahnya.
“Habis dari perpus?”
Vanesha mengangguk.
“Sendiri ke sini?”
“Sama Amel, tapi dia juga ada kesibukan lain, nanti paling pulangnya bareng dia”
“Amel siapa?”
“Temen”

Iqbaal tidak bertanya lagi. Vanesha bingung harus ngomong apa. Masa diem-dieman gini sih? Ngobrolin apa ya? Tapi kan yang nyamperin Iqbaal duluan, bukannya harusnya dia yang memulai pembicaraan ya?

“Kemarin itu sampai di apartemen jam berapa?”
Akhirnya Vanesha yang membuka percakapan duluan.
“Jam 8”
“Oh? Cepat juga, katanya apartemen kamu lumayan jauh?”
Iqbaal tersenyum. Sebenarnya tidak begitu jauh. Iqbaal saja masih bingung, kenapa dia dan Vanesha tidak pernah berpapasan di jalan, jika jarak apartemen mereka hanya dua kali pemberhentian trem.

Ponsel Iqbaal berbunyi. Iqbaal menatap nama yang tertera di layar. Zidny. Dia mengecilkan volume telepon, lalu menyimpan kembali ponselnya ke kantong.

“Sering ke sini?”
“Cuma kalau ada buku yang nggak ada di perpustakaan kampus”, jawab Vanesha, sedikit penasaran kenapa Iqbaal tidak mengangkat panggilan telepon tadi.

Ponsel Iqbaal kembali berdering. Iqbaal mengambil ponselnya. Vanesha melirik sedikit ke arah layar ponsel Iqbaal, tapi kemudian membuang pandangannya jauh-jauh karena itu bukan hal yang sopan untuk dilakukan. Bukan urusanmu, Sha!

“Halooo, Bundaaa”
Vanesha memalingkan wajahnya ke arah Iqbaal, yang kini sedang berbicara seraya melambaikan tangannya ke arah ponsel yang ada di depan wajahnya. Video call.
“Halooo, sayangnya Bunda. Lagi dimana?”
“Masih di kampus, Bun. Habis dari perpus terus rencananya mau pulang”
Vanesha merasa dia tidak seharusnya ada di sebelah Iqbaal, seolah-olah menguping pembicaraan Iqbaal  dengan Ibunya. Vanesha memasukkan kertas-kertas miliknya ke dalam tas, bersiap untuk berdiri ketika tiba-tiba Iqbaal meletakkan ponselnya di hadapan wajah Vanesha.

“Lihat, Bun, aku nemu anak hilang di kampus”
Vanesha yang tidak siap tiba-tiba ditodong seperti itu, tersenyum kaku ke arah layar.
“Oh, haiiii anak cantiiiikk!!” sapa Bunda Iqbaal dengan riang, “Lho? Kok bisa bareng Iqbaal?”
“Kan udah aku bilang Bun, nyasar ke sini, jadi aku selamatin deh”
“Iiih apaan sih”, ucap Vanesha kesal seraya menatap Iqbaal, “Ada perlu ke sini, Bunda, eh ketemu sama Iqbaal”

Bunda tersenyum, “Oooh gitu. Yaudah, kalian belajar yang rajin di sana, boleh main-main tapi jangan berlebihan ya. Sasha juga nih, udah lama nggak nelpon dan ngobrol-ngobrol sama Bunda”
“Hehe iya Bunda, udah mulai banyak tugas gitu...”
“Iyaa, gapapa. Eh, mana si Iqbaal tuh?”

Vanesha dengan segera menggeser tangan Iqbaal yang memegang ponsel nya tepat ke depan wajah Iqbaal.
“Apa, Bun?”
“Jangan lupa minum vitamin yang Bunda kirim ya, Nak. Bunda ada kirim lagi tuh. Oh ya  kalau kebanyakan, bagi bagi sama Sasha lah vitaminnya, ya”
“Iya, Bunda. Beres, laksanakan”
“Ya udah, Bunda juga mau ke arisan dulu. Salam buat teman-teman kamu, sama Sasha juga ya. Byeee

Iqbaal memasukkan kembali ponselnya ke dalam kantongnya.
“Katanya kamu udah lama nggak nelpon Bunda?”
Vanesha mengangguk, “Bingung, mau ngomongin apa. Masa ngobrolin kamu, kan kita udah nggak ada hubungan apa-apa lagi. Aku nggak enak”
“Loh? Nggak enak kenapa?”
“Nggak enak sama pacar kamu”

Iqbaal diam.

“Tapi nanti aku akan telepon Bunda, harusnya banyak hal yang bisa diobrolin selain tentang kamu, ya kan?”
Iqbaal mengangguk.

Kali ini ponsel Vanesha yang berbunyi.
“Halo, Mel? Udahan? Hah? Oh gitu, ya udah gapapa, Mel. Enjoy your date, ya”
“Ga jadi pulang bareng Amel?”tanya Iqbaal langsung begitu Vanesha menutup panggilan itu.

“Iya, diajakin ngedate sama gebetannya”
Iqbaal berdiri lalu membersihkan celananya, “Yuk”
“Hah? Kemana?”
“Ya pulanglah”
“Hmmm aku ga usah ditemanin, Baal”
“Aku juga mau pulang kok, yuk barengan aja”

JUST IN TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang