Vanesha meringis perlahan. Perutnya sangat sakit. Dia menunduk, berusaha membuat perutnya lebih nyaman. Namun gagal.
“Sorry lama, Sha”, Iqbaal terburu-buru mendekati Vanesha dengan membawa sebuah kantong belanjaan, “Kamu biasa pakai yang ada sayapnya kan? Ini aku beli yang ada sayapnya. Bisa berdiri? Aku temani ke toilet ya?”
Niat mau hiking berdua gagal karena Vanesha mendadak menstruasi. Menurut Vanesha, harusnya dia menstruasi dua hari lagi, tapi entah kenapa tamu bulanan ini hadir di saat yang tidak tepat. Karena merasa akan dapat tamu bulanan setelah selesai hiking, Vanesha tidak membawa pembalut. Jadilah, Iqbaal menggandeng Vanesha turun beberapa meter ke tempat peristirahatan, lalu membeli pembalut di sebuah toko yang tidak jauh dari tempat peristirahatan.
“Aku bisa kok”, Vanesha menerima pembalut dari tangan Iqbaal, lalu segera menuju ke toilet.
Iqbaal tahu Vanesha selalu kesakitan di hari pertama menstruasinya. Setiap bulan selalu begitu. Biasanya hari pertama dia akan memilih untuk beristirahat. Kecuali dua bulan kemarin saat dia menyelesaikan project lipstick nya yang membuatnya lupa akan rasa sakitnya.
“Hiking nya nggak usah dilanjut ya?” bujuk Iqbaal seraya memberikan Vanesha air hangat yang ia pesan.
“Bisa kok, tapi pelan-pelan”, jawab Vanesha lirih.
“Kita pulang aja”, ucap Iqbaal lalu mulai memijat pelan punggung Vanesha, “Masih bisa hiking nanti-nanti kok”
Vanesha hanya mengangguk. Sesungguhnya, perutnya sungguh sangat sakit seperti dipelintir. Dan bagian kewanitaannya pun berkedut sakit.
“Padahal harusnya dua hari lagi loh” Vanesha menatap handphone-nya , mengecek aplikasi yang mencatat jadwal menstruasi-nya, memastikan bahwa dia benar.
“Ya kan kamu yang bilang bisa maju atau mundur”
“Iya sih”, gumam Vanesha pelan, “Ugh, ngehancurin jadwal buat hiking aja nih”
Iqbaal membelai rambut Vanesha, “Ya kan kamu nggak bisa ngatur-ngatur dia datengnya kapan, sayang”
Hiking hari itu gagal dan Iqbaal membawa Vanesha pulang ke apartemennya. Membiarkan Vanesha tidur di mobil dan menemaninya sebentar di apartemen. Memastikan stok pembalut Vanesha cukup, stok makanan cukup, dan memastikan Vanesha beristirahat.
Dia tidak tahu seperti apa rasa sakit saat menstruasi, tapi dia tahu rasa sakit itu pasti nyata.
Dan besoknya, Vanesha sudah dapat beraktifitas seperti biasa. Meskipun masih sakit, tapi rasa sakit di hari kedua sudah jauh lebih mendingan dan dapat ditahan.
Dua minggu setelah Vanesha terakhir mendapatkan menstruasi, Vanesha menuju ke apartemen Iqbaal, sebelum pria itu terbang ke New Zealand untuk pekerjaannya.
Vanesha menggeliat pelan, berada dalam dekapan Iqbaal. Keduanya tanpa busana. Cuaca di luar masih hujan, tiada tanda berhenti. Petir menggelegar.
“Gimana kalau ternyata di dunia lain itu emang ada Thor dan petir ini karena palu-nya Thor ya?” tanya Iqbaal seraya menatap ke luar jendela.
Vanesha tertawa, “Berarti Thor lagi di Melbourne, bertarung entah ngelawan siapa aja karena hampir seminggu ini hujan selalu turun dengan petir”
“Semoga lusa dia nggak ngikut aku ke New Zealand”
Vanesha tertawa, mendekap Iqbaal semakin lekat.
“Pernah dengar cerita tentang Thor kehilangan palu-nya nggak?” tanya Iqbaal lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
JUST IN TIME
Aktuelle LiteraturKatanya, kebetulan yang terjadi berulang-ulang, adalah takdir. Writer's Note : Hai, first timer here! Semoga cerita ini bisa diterima dan bisa buat bahagia hehe. Jadi, cerita ini benar terinsiprasi banget dari Iqbaal dan Vanesha, tapi pengembangan...