Beneran dijodohin?

5.4K 365 1
                                    

Naranja presents

Happy reading


Sinar matahari dihari Minggu yang cerah ini tidak mamu membangunkan Jimin yang sedang bergelut dengan mimpi indahnya. Tetapi, tidak dengan kata-kata lembut Mamanya yang mampu membuat Jimin terbangun seketika.

"Ayo bangun sayang, hari ini kita mau kedatangan tamu. Anak temen Papa yang mau dijodohin sama kamu." bisik Mama Jimin lembut tepat disebelah telinga pemuda yang masih tertidur nyenyak itu.

Tak membutuhkan banyak waktu, mata sipit itu seketika terbuka lebar. Tubuh mungil itu terbangun dan segera menatap nyalang wanita setengah baya di depannya.

"Siapa yang mau dijodohin?" tanya Jimin cepat.

Sedetik kemudian wanita berambut ikal sebahu itu tertawa terbahak-bahak hingga air mata menggenangi sudut mata sipitnya. Sementara Jimin merasa terheran dengan sikap mamanya. Apakah ada yang lucu sehingga mama tertawa sampai menangis, kira-kira seperti itu ucap Jimin dalam hati.

"Kena deh!" ucap sang Mama sesaat setelah ia menetralkan tawanya. Sementara Jimin makin mengerutkan keningnya. Masih tidak mengerti akan situasi yang terjadi. mungkin akibat nyawanya belum sepenuhnya terkumpul haha.

"Kena apa ma?" tanya Jimin lagi.

Sang Mama hanya membelai surai kelam Jimin yang berantakan hampir menyerupai rambut singa. Bed hair pemuda itu menambah kadar keimutannya. Selagi merapikan rambut sang anak, wanita itu kembali terkikik mengingat hal yang barusan ia lakukan kepada sang anak.

"Ma, kok ketawa lagi? Jimin tanya serius ma." Protes jimin.

"Habis kamu dipanggil daritadi nggak bangun, yaudah mama kerjain aja." Jawab wanita itu enteng masih sambil membelai lembut kepala Jimin.

Akhirnya sang korban telah mengerti situasi yang terjadi. Jimin menghela napas lega. Ia tidak habis pikir, beraninya Mama bermain-main dengan kata 'dijodohin'. Kata yang membuat Jimin merinding melebihi ketika merasakan hal mistis di salah satu ruangan di rumahnya.

"Ma, plis deh. Jangan main-main sama kata dijodohin deh. Jimin parno tau. Nih merinding semua lengan Jimin." ucap Jimin sambil menunjukkan rambut halus dilengannya yang masih tegang.

"Maaf ya, tapi kalo nggak gini kamu nggak bangun. Jadi mama nggak punya pilihan." Jawabnya sambil melenggang meninggalkan Jimin dengan segala kedongkolannya. "Cepet turun, bantuin papa mandiin burung atau olahraga sana mumpung lagi cerah." Tak lupa meneriakkan kata andalan ibu-ibu agar anaknya tidak bermalas-malasan.

"Ngeselin banget, masih pagi juga." Jimin mendengus sambil melipat selimut dan segera membersihkan dirinya, ya walaupun hari ini libur tetap harus ganteng.

Siang ini, Jimin dan Jihoon masih disibukkan dengan acara berkebunnya. Tadi pagi Papa meminta kedua anak lelakinya untuk membantu menanam sayur-sayuran di kebun kecil belakang rumahnya. Maklum, setelah pensiun dari bekerja lelaki paruh baya itu lebih memilih mengurus burung peliharaan dan membuat kebun kecil-kecilan di lahan kosong belakang rumahnya. Begitu pula dengan Jimin dan Jihoon yang akan menjadi 'suruhan' sang ayah ketika hari libur tiba.

"Jim, kira-kira kriteria pasangan yang kamu mau seperti apa?" Pertanyaan tiba-tiba Papa Jimin membuatnya melotot seketika. Apa ia tidak salah dengar? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, Jimin terlebih dahulu menghela napas panjang. Untuk hari ini saja, sudah berapa kali ia dibuat terkejut terheran-heran oleh kedua orang tuanya.

"Kenapa papa tiba-tiba tanya begitu?" bukannya menjawab, Jimin malah balik bertanya.

"Kenapa ya? Papa penasaran aja, kenapa kamu sampai sekarang masih jomblo. Apa memang kamu masang standar yang tinggi banget sampai susah banget buat dapatin seperti yang kamu mau?"

Dijodohin? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang