Nyaman?

2.5K 297 17
                                    

Naranja Presents

Happy reading


Hari-hari Jungkook semakin terasa ringan karena kali ini sudah benar-benar tidak ada lagi pandangan-pandangan memuja terlalu berlebihan kepadanya. Kira-kira sudah berjalan satu bulan sejak ia terang-terangan menujukkan kedekatannya dengan Jimin. Ia juga sudah tidak lagi mengharuskan Jimin berangkat dan pulang bersamanya. Semuanya seperti kembali seperti awal. Ia makin jarang berinteraksi dengan Jimin kecuali pada saat mereka tidak sengaja bertemu di dalam suatu pertemuan atau hanya di cafetaria pada saat jam istirahat.

Berbeda dengan Jungkook yang makin enjoy menjalani harinya, Jimin merasa semakin ada yang aneh dengan dirinya. Seperti ada sesuatu yang hilang, namun ia tidak berani memastikan itu. Ia terlalu takut mengakui bahwa sebenarnya ia merasa nyaman dekat dengan Jungkook, senior yang dulu sangat dihormatinya yang kini berganti status menjadi senior favoritnya. Kalo istilahnya jaman sekarang sih, Jimin sebenarnya sedang baper.

Sore ini kembali menjadi sore-sore Jimin seperti biasa. Tidak ada yang istimewa, tidak ada lagi sesosok yang menunggunya di lobby maupun tempat parkir, tidak ada lagi sesosok yang menunggunya dengan senyuman yang terkembang di bibir tipis itu. Jimin menghela napas ketika sejenak kenangan 'halu' terlintas dipikirannya. Namun, pikirannya buyar saat sosok yang memenuhi pikirannya itu berdiri tepat menghadapnya dengan jarak kurang dari 5 meter. Lelaki itu tersenyum yang dibalas pula dengan senyuman terbaik oleh Jimin. Namun, tiba-tiba senyuman Jimin luntur setelah orang itu yang diketahui bernama Jungkook memalingkan pandangannya setelah seorang perempuan yang berlari mendahului Jimin menghampirinya. Jungkook dan perempuan tadi segera meninggalkan tempat tanpa menyadari keberadaan Jimin yang masih berdiri mematung di sana.

"Oh... jadi bukan senyum ke gue?" tanya Jimin pada diri sendiri.

Jimin kembali melanjutkan langkahnya menuju luar gedung, ia harus kembali naik bus atau kereta untuk sampai ke rumahnya. Namun sebelum itu, ada seorang yang menepuk bahunya.

"Jim." Panggil orang itu yang ternyata ada Donghyuk, teman satu timnya yang sangat berisik.

"Jim, lo udah putus sama Jungkook?" tanya Donghyuk to the point.

Jimin membulatkan matanya. Orang ini selalu bertanya yang tidak-tidak, Jimin mengerang dalam hati. "Nggak kok. Kenapa?" Jawabnya singkat.

Donghyuk menyilangkan kedua tangannya di dada. "Gue liat kalian udah jarang pulang bareng sekarang, apalagi semenjak ada anak baru."

"Anak baru yang mana?"

"Eh gue duluan ya." Sebelum menjawab, Donghyuk segera berpamitan setelah ia memeriksa pesan yang baru masuk ke smartphonenya.

Jimin masih memikirkan ucapan Donghyuk walaupun sekarang ia telah duduk manis di dalam bus yang akan mengantarnya ke halte dekat rumahnya. Ia penasaran yang dimaksud anak baru itu siapa, kenapa ia tidak tau kalau ada orang baru di kantornya apalagi di sekitar Jungkook.

Tiba-tiba pandangannya membulat, ia teringat sesuatu setelah melihat seorang siswi berambut coklat sebahu yang duduk di bangku depannya.

"Narin." Satu nama itu akhirnya terucap dari bibir Jimin. Bagaimana ia bisa lupa dengan kehadiran perempuan itu.

"Sepertinya tadi itu Narin, deh."

***

Hari Minggu ini, Jimin berniat mengisinya dengan rebahan dan rebahan. Sejak kemarin hingga beberapa hari kedepan kedua orang tuanya berkunjung ke rumah neneknya karena keluarga besarnya sedang berkumpul. Sebenarnya Jimin sangat ingin bertemu dengan saudara-saudaranya terutama Taehyung. Sepupu sekaligus sabahatnya sejak dari dalam kandungan yang kini berprofesi sebagai pengacara yang membuat mereka jarang bisa bertemu. Sedangkan Jihoon, sang adik itu sedang sibuk menyiapkan acara tahunan fakultasnya sehingga harus berangkat pagi-pagi sekali.

Dijodohin? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang