Keputusan?

2.8K 255 62
                                    

Naranja presents

Happy reading


Berulang kali Jimin memastikan bahwa orang yang akan dijodohkan dengannya adalah mantan kekasihnya sendiri. Bahkan sering kali ia tengah malam pergi ke kamar Jihoon hanya untuk bertanya apakah benar hal tersebut dan bukan halusinasinya semata padahal adiknya itu sedang tidur. Pada akhirnya mereka berdua terjaga hingga pagi karena Jimin terus berkeluh kesah tentang hubungannya dengan Jungkook. Memang sedekat itu hubungan mereka kadang membuat iri beberapa teman Jimin maupun Jihoon yang melihat kedekatan mereka yang sudah hampir seperti saudara kembar padahal mereka berbeda 3 tahun.

Sebenarnya orang tua Jimin sudah menyarankannya agar sesekali pergi berdua dengan Jungkook untuk membicarakan hubungan mereka, tetapi ia masih belum mau dan Jungkook sendiri sangat menghargai keputusan Jimin yang beberapa waktu lalu meminta waktu untuk sendiri sendiri dulu.

"Jim... sampai kapan kamu begini terus, coba sekali aja kamu jalan sama Jungkook. Ya ngapain kek, makan atau kemana gitu." Ini bukan ucapan mama Jimin, papa Jimin atau Jihoon, tetapi Namjoon. Pria itu juga ikut geregetan sendiri dengan sikap Jimin yang terkesan terlalu menghindari Jungkook -lagi-.

"Hmm... kapan ya? Ntar dulu deh." Jawab Jimin main-main sambil mengaduk-aduk iced lattenya.

Namjoon berdeham keras. "Nunggu apalagi? Kasian keluarga kalian kalau kamu sama Jungkook gini-gini terus."

Jimin terdiam, kenapa ia sama sekali tidak kepikiran dengan keluarga mereka. Kenapa ia egois sekali hanya memikirkan ia dan Jungkook saja? "Jadi?" tanya Jimin.

"Jadi apa?"

"Yeu..." Jimin mendorong pelan bahu Namjoon. "Jadi, aku harus gimana?"

"Temuin Jungkook." Singkat Namjoon.

Jimin memainkan bibir merahnya yang pastinya akan membuat siapa saja gemas jika meliihatnya. "... takut."

"Dih, kenapa? kamu nggak inget dulu kemana-mana berdua." Ledek Namjoon yang semakin membuat si manis itu memajukan bibirnya.

"Dulu, sebelum negara api menyerang."sahut Jimin lagi.

"Sebelum Narin menyerang." Goda Namjoon sambil melihat dengan seksama wajah Jimin kalau kalau ada perubahan ekspresi di sana.

"Diem ga!" tidak ada perubahan raut wajah Jimin namun samar-samar telinganya mulai memerah.

Namjoon tertawa terbahak-bahak. Ia puas sekali menggoda juniornya yang sudah ia anggap sebagai adik sendiri.

"...tapi aku serius. Kamu harus ketemu sama Jungkook. Lebih cepat lebih baik."

"Apa iya?" Entah itu pertanyaan yang ditujukan untuk Namjoon atau dirinya sendiri. Lagi, Jimin harus kembali meyakinkan dirinya sendiri.

***

Waktu istirahat telah selesai, Jimin dan Namjoon kembali ke ruangan masing-masing. Namun, pikiran Jimin masih melayang mengingat ucapan Namjoon tadi. Sepertinya memang benar, bukan 1, 2 orang yang menyarankan demikian tetapi hanya ia anggap angin lalu, namun sekarang ia harus melakukan itu. Ia harus menemui Jungkook. Kalau nunggu Jungkook mengajak duluan bisa-bisa keburu dinikahin sama orang tuanya karena Jungkook terlalu patuh sama Jimin untuk tidak menemui atau menghubunginya dulu. Bahkan beberapa hari lalu, Jungkook hanya berani menitipkan hadiah kecil-kecilannya pada Namjoon agar diserahkan pada Jimin.

Jimin pikir, inilah saatnya ia kembali membuka hati untuk Jungkook. Seorang pria yang berhasil menutup luka masa lalunya dan juga pria yang telah mengajarinya untuk berpikir selaras dengan kata hatinya, tidak berat sebelah antara dua hal itu.

Dijodohin? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang