Lomba hari pertamapun berlalu. Aku tidak terlalu berharap karena aku sudah mengerahkan yang terbaik. Saatnya untuk kembali ke penginapan dan membersihkan diri. Hari itu sangat panas, bahkan di bulan November yang harusnya musim hujan.
Beberapa dari temanku belum berlomba karena cabang mereka akan dilombakan esok hari. Suasana tegang mewarnai bus saat pulang. Tentu kita tidak akan tau apa yang akan terjadi besok hari. Sore itu sangat gelap dengan kumpulan awan hitamnya. Aku merasa kalau hari itu akan turun hujan. Entah mengapa aku mempunyai firasat buruk nanti malam.
Hari mulai gelap, ditambah gelapnya hujan yang lebat. Waktu makan malampun tiba. Perutku sudah tidak dapat menahan lapar lagi. Aku mengajak Sino untuk makan bersamaku. Untung kami sudah mandi duluan, sehingga kami dapat mandi dengan tenang tanpa perlu berebut mengantri.
"Hari ini cukup menyebalkan. Aku bahkan tidak dapat mempersiapkan apapun. Jadi pengangguran rasanya. Yang bisa aku lakukan hanya menunggu dan membetulkan presentasiku besok," ujar Sino kesal.
"Hah, itu masih lumayan bisa istirahat. Aku sudah digempur tes tulis, masih ada tes praktik lagi. Besok juga penentuan, babak cerdas cermat. Aku bahkan belum menyiapkan strategiku besok," balasku.
"Kamu masih ada sesuatu yang dikerjakan. Aku terlalu bosan menunggu. Apalagi aku masih merasa tegang, sementara kamu sudah lewat dua lomba, hanya tinggal satu lomba lagi dan selesai," ujar Sino.
Hujan tak kunjung reda membuatku semakin lapar. Bahkan setelah makan malampun aku masih terasa lapar walaupun hujannya sudah reda. Ingin sekali aku memesan makanan diluar. Sayangnya hal itu dilarang. Aku mencoba untuk belajar lagi untuk mempersiapkan diriku lebih baik. Hasilnya malah aku bertambah lapar.
Untungnya Bu Mary membawakan kami makanan yang tersisa di bawah untuk dimakan bersama. Pak Reno juga membawakan sesuatu dari bawah, ada sirup jeruk dengan esnya. Aku benar-benar merasa beruntung.
Hari sudah makin larut. Aku sudah mulai mengantuk. yang lain masih ada yang belajar. Aku memutuskan untuk berkeliling untuk mengusir kantuk dan melihat yang dilakukan orang lain. Mulai dari lorong, tempat makan, taman, dan sampailah aku diresepsionis tempat mading itu di tempel. Ada selembar putih terpajang dengan tulisan sebagai berikut.
Malam ini, temui aku di lapangan dekat bantaran sungai pukul 22.00. Jangan harap untuk lari, aku tau kalau kau adalah seorang penjaga. Serahkan dirimu bersama anemonmu, atau kau tidak akan tau apa yang bisa aku lakukan
Revolution code: ANKA
Ini surat ancaman. Aku bertanya pada resepsionis soal kertas putih itu. Tetapi mereka hanya bisa melihatnya sebagai kertas kosong yang ditempel. Mereka tidak mengerti mengapa Anka menempelkannya pada mading itu. Mereka pikir itu hanya untuk menutupi bagian mading yang rusak.
Situasi ini tidak bisa dibiarkan. Melaporkan ini pada Bu Mary bisa membuat identitas Hamaklori terungkap. Apalagi ayahku berada di sini juga sedang mempersiapkan diri juga. Aku akhinya meminta Sino untuk membantuku. Paling tidak kalau aku dimarahi masih ada yang menemaniku.
"Sino, bisakah kau menemaniku sebentar?" tanyaku padanya yang sedang mempersiapkan materi presentasi.
"Memang ada apa? Aku sedang sibuk," balasnya.
"Ah, sebentar saja. Lagipula, kau sudah selesaikan untuk mempersiapkan diri untuk presentasi," ujarku memaksa.
"Terserahlah. Pokoknya kita harus kembali jam 23.00 atau kita akan dimarahi oleh Bu Mary karena melewati jam tidur," balas Sino.
Kami akhirnya keluar dari kamar dan menuju tempat yang aku maksud. Gawat! Aku lupa kalau aku tidak boleh memberitahu wujudku yang lain. Apa yang harus aku katakan? Aku bilang saja kalau wujud lain itu adalah temanku. Aku harap dia tidak curiga.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anemon
FantasyTorino Einsaldo merupakan seorang murid SMA biasa. Kehidupannya berubah setelah bertemu Hamaklori, semacam roh yang disebut "Anemon". Karena kemampuan Hamaklori, Torino dapat berubah menjadi Gento, sang Harimau Putih legendaris, yang dicari oleh org...