Beberapa hari berlalu setelah kejadian itu. Aku beruntung karena aku bisa pulang tanpa dimarahi. Tetapi tetap saja, kepergian Kairo tetap memukulku setiap harinya. Aku bahkan tidak bisa berhenti memimpikannya. Kenangan saat pertama bertemu, pesan yang aku terima, dan masih banyak lagi merupakan peninggalan Kairo yang masih tertinggal padaku.
"Ah, kau di sini rupanya. Selalu berada di depan laboratorium fisika," kata Sino memanggilku.
"Sepertinya ini akan menjadi tempat favoritku yang baru setelah ini," kataku sambil bersandar pada dinding pembatas. Melihat pemandangan sekolah dan jalanan dari atas sana membuatku merasa lebih tenang.
"Kau pasti bergurau, kita semua tau kalau semua laboratorium ini ada, yah itulah kau tau sendiri," kata Sino.
"Iya, aku tau. Bahkan aku sudah tau kalau kau pernah diganggu oleh mereka beberapa kali sewaktu kau melakukan eksperimen untuk karya ilmiahmu bukan?" balasku.
"Pastinya. Aku kan sudah cerita kalau aku juga sering melihat mereka di sini. Bahkan mereka pernah menghiburku saat sedih," jawab Sino.
"Bahkan dia sekarang ada di sebelahku sekarang. Namanya Philio. Dia yang selama ini menunggu di ruang fisika. Dia tidak suka ketika ada orang yang kasar di dalam laboratorium," tambahku.
"Tunggu sebentar. Iya ada sesosok di sebelahmu. Ternyata dia ramah juga," tanggap Sino.
"Dia suka dikunjungi, itulah mengapa aku mencoba menyempatkan diri ke tempat ini. Setidaknya aku bisa merasa lebih tenang dari sini daripada di kelas," ujarku.
"Benar, aku merasa lebih tenang berada di sini," kata Sino menyandarkan diri di sebelahku.
"Akhirnya ada seseorang yang bisa menemaniku. Aku bahkan senang bisa bersama kalian. Tidak seperti anak lainnya," kata Philio.
"Iya, aku bahkan tidak menyangka akan bisa beeinteraksi denganmu," balasku.
"Kau tau Torino, itu bukanlah kesalahanmu. Tidak ada yang bisa mengembalikan waktu. Bahkan fakta bahwa aku ada di sebelahmu, begitu pula dengannya. Kau harus bisa terus melangkah maju dan perjuangkan hal yang menurutmu benar," kata Philio.
"Aku tau itu," jawabku.
"Oh iya Torino, aku dengar kau membongkar kasus mencontek di kelasmu ya?" tanya Sino tiba-tiba.
"Kalau iya kenapa? Kau mau menjauhi aku juga?" tanggapku sedikit negative.
"Eh, jangan marah dulu. Aku hanya bersikap senetral mungkin. Aku hanya ingin menggali informasi darimu dan melihatnya dari sudut pandangmu. Aku bahkan tidak punya keberanian sebesar dirimu Torino," Sino berkomentar.
"Mungkin itu bukan aku, melainkan Hamaklori dan sisi Gento yang ayng memberiku keberanian itu. Setelah perlawanan waktu itu, aku semakin yakin kalau aku bisa meghentikan kegelapan itu dengan hal kecil seperti itu," jawabku.
"Hei, ini bukan hal kecil lah. Itu menjadi buah bibir di sekolah ini." kata Sino.
"Itu karena mereka sendiri ayng membesarkan masalah ini. Harusnya itu hanya rahasia kecilku dengan Bu Mosi saja. Biarkan saja mereka begitu, lagipula buat apa takut kalau kau melakukan hal yang benar? Sudah sepatutnya hal ini dihentikan," jawabku
"Tunggu dulu, jadi kau sudah dipaksa membongkar perbuatanmu di hadapan mereka?" tanya Sino.
"Anggap saja sudah kalau tidak, aku pasti ada di dalam kelas. Aku masih takut kalau mereka tidak menerimaku. Ini persis seperti yang ayah dan ibuku katakan. Setidaknya aku bisa tau siapa teman baikku yang setidaknya tidak membenciku karena itu," jawabku.
"Tentu saja, aku sebenarnya mendukungmu. Hanya saja, aku harus menjaga imageku yang netral. Kalau aku memihakmu, akan terjadi masalah yang lebih besar lagi. Apalagi dia itu bisa memberi masalah yang seharusnya tidak terjadi," tambah Sino.

KAMU SEDANG MEMBACA
Anemon
FantasíaTorino Einsaldo merupakan seorang murid SMA biasa. Kehidupannya berubah setelah bertemu Hamaklori, semacam roh yang disebut "Anemon". Karena kemampuan Hamaklori, Torino dapat berubah menjadi Gento, sang Harimau Putih legendaris, yang dicari oleh org...