WAKTU TERUS BERJALAN

1 0 0
                                        

Kami bertiga akhirnya sampai di pasar sihir itu. Mereka berdua terkagum-kagum melihat itu semua. Tentu saja mereka belum pernah berkunjung ke sini. Walau masih pagi, masih ada beberapa orang yang menjalankan aktivitasnya.

"Kalian berdua ikuti aku. Jangan mencoba untuk terpisah karena akan sangat merepotkan nanti," ucapku pada mereka berdua.

"Baik," jawab mereka serempak.

Kami mulai berjalan menyusuri kerumunan di pasar itu. Waktu itu memang belum banyak orang dikarenakan di sana sudah terlalu larut, lebih tepatnya sudah dini hari di sana. Dalam waktu singkat kami berhasil mencapai tempat Maila.

"Permisi, Maila apakah kau didalam?" tanyaku.

"Sandi," serunya dari dalam.

"Rumput itu biru, mawar itu ungu, anemon adalah roh," kataku.

"Silahkan masuk," katanya. Kami bertiga memasuki rumah itu. Maila sepertinya telah menungu kami. Tak hanya itu, Senari Hiroto atau Nekoda dalam wujud manusianya juga sudah membawa seseorang bersamanya.

"Akhirnya kau datang juga. Perkenalkan, ini Riko. Dia adalah teman sekelasku yang sering membantuku kabur," sambut Senari.

"Ah, salam kenal. Ini Sino dan Dewi. Mereka berdua sempat membantuku saat bertarung melawan salah satu dari anggota organisasi itu," jawabku.

"Bagus kalian sudah ada di sini. Sepertinya teman kalian kebingungan dengan percakaan kita karena hanya kia yang mengetahuinya," kata Maila.

Mendengar itu, aku langsung melihat ke arah mereka berdua. Mereka sepertinya kebingungan dengan perbincangan kami. Begitu pula dengan Riko yang berasal dari Jepang.

"Tidak perlu khawatir. Aku akan memberi mantra penerjemah pada mereka berdua. Sebelumnya kalian bisa keluar sementara aku berbicara pada mereka. Aku dengar Senari ingin memberli sesuatu," kata Maila.

"Benar, aku ingin membawa beberapa oleh-oleh ketika kembali nanti," tambah Senari bersemangat.

Aku pun terpaksa meninggalkan mereka dengan Maila. Aku dan Senari berjalan berkeliling pasar itu selama kurang lebih sejam. Senari tampak sangat antusias saat melihat-lihat barang antik.

"Ngomong-ngomong, bagaimana pertemuan pertamamu dengan Denki, anemonmu?" tanyaku untuk memecah kebosananku.

"Huh? Kau tau nama anemonku juga?" tanyanya kebingungan.

"Tentu saja. Kairo sudah mengirimkan semua data penjaga pada kita bukan? Aku tentu sudah belajar mengnal para penjaga. Setidaknya untuk menyebut nama mereka dengan benar dan tepat," jelasku.

"Oh itu, pertemuanku dengannya cukup membuatku terkejut. Aku waktu itu menemukan seekor kucing di sebuah gang. Ada sebuah permata cantic di kalungnya. Aku pikir dia tersesat dan kelaparan. Akhirnya aku bawa pulang dia ke rumah," awalnya bercerita.

"Lalu, apakah dia muncul saat kau sampai di rumha?" tanyaku semakin penasaran.

"Yah, bisa dibilang begitu. Tiba-tiba kucing itu bisa terbang setelah aku tinggalkan beberapa saat. Permata di kalungnya itu terjatuh di lantai dan mulai memperkenalkan diri. Aku sempat ketakutan saat pertama kali. Bahkan aku juga sempat bersembunyi dibalik selimut karena ketakutan. Yanh mau bagaimana lagi, aku hidup sendiri sejak SMA untuk melatih kemandirianku," Senari bercerita.

"Lalu Denki menceritakan tentang semua ini bukan?" tanyaku kembali.

"Tentu saja. Kalau tidak, aku pasti tidak akan bisa berkunjung ke sini, bertemu dengan kalian semua, dan beerbelanja dengan kalian," jawab Senari.

"Kalian?" tanyaku dengan heran karena hanya kami berdua yang berjalan-jalan.

"Iya. Apa kau lupa kalau masih ada Hamaklori dan Denki di kalung kita?" Senari memancingku.

AnemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang