PERMAINAN YANG MEMATIKAN

2 0 0
                                    

Anka mengangkat tangannya dan mulai menguasai keadaan. Angin berhembus kencang dari dirinya. Aura gelap menyelimuti dirinya bagai bayangan. Mata anka berubah seperti mata kucing, begitu pula telinganya. Bahkan, ekor dan cakarnya tebuat dari bayangan.

"Haruskah aku mulai terlebih dahulu karena wanita harus didahulukan. Bukankah begitu Gento dari timur, hahaha...." kata Anka sambil tertawa.

"Heh, boleh saja. Kita lihat apa yang bisa kau lakukan," kataku dengan sedikit nada sombong.

"Jangan remehkan aku!" seru Anka padaku. Tiba-tiba, dia berlari menuju ke arahku dan mulai melompat untuk menyerang. Bahkan, kalau aku perhatikan, gerakannya memang seperti kucing asli.

"Kita lihat apakah kucing jalanan sepertimu dapat mengalahkan kucing besar ini. SEIROFANG!" seruku sambil mengambil kedua tongkat yang aku satukan seperti pedang. Tongkat itu ternyata juga bisa mengeluarkah pedang yang cukup besar. Ini bagus untuk pertahanan dan serangan secara tidak langsung.

"Hah, kau ternyata juga mempunyai sejata itu. Sepertinya kau belum menguasainya secara penuh. Tapi hanya satu senjata seperti itu yang dibutuhkan tuanku. Aku tidak akan membutuhkannya. Tetapi tetap berharga sebagai koleksiku," ujar Anka.

"Hah, sudahlah. Sekarang giliranku, rasakan ini!" seruku menterang Anka menggunakan pedang itu. Pedang besar itu memang berat. Tetapi dengan tubuh ini, rasanya hanya seperti mengayun sebuah palu. Sepertinya hanya aku yang bisa menggunakan senjata ini.

Dentingan senjata yang dapat kudengar. Tebasan dan serangan bertubi-tubi kami lancarkan. Suara percikan air dan dinginnya malam yang menonton pertarungan kami. Hanya saja, aku mudah sekali kelelahan memakai pedang ini. Sepertinya aku butuh latihan untuk membuat pedang ini lebih lincah.

"Hoo, sepertinya kucing besar kita mulai kelelahan. Apakah kau butuh semangkuk susu hangat untuk mengembalikan dirimu? kalau begitu, minum ini!" seru Anka mengejek sambil menyerangku dengan sebuah tembakan. Aku bisa merasakan kekuatan besar yang dia keluarkan. Dengan terpaksa aku menjadikan pedangku sebagai tameng untuk melindungi diriku.

Serangan ini berbeda dari serangan fisik sebelumnya. Ini adalah kekuatan kegelapan yang Anka tembakan kepadaku. Ini buruk, aku tidak bisa berkutik karena serangan ini. Bahkan aku terdorong mundur karena kekuatan dari tembakan itu. Dengan cepat aku tancapkan pedang besarku kedalam tanah agar aku tidak terdorong ke belakang.

Situasi ini sangat tidak menguntungkan. Apa yang harus aku lakukan sekarang. Staminaku sepertinya juga hampir habis karena bertahan. Kabar baiknya, Anka juga mulai kelelahan. Sepertinya serangan itu menghabiskan banyak energi. Kami berdua kelelahan. Aku tidak tau jam berapa saat itu.

"Kau ternyata tangguh juga dapat bertahan dalam permainan ini," kata Anka kelelahan.

"Hmm," aku hanya dapat bergumam tidak tau apa yang harus aku katakan.

"Tor.. maksudku Gento, ini saat yang baik untuk menyelesaikan ini. Aku akan merubah pedangmu menjadi seperti sebuah tusukan mantra. Bagitu pedang ini menembusnya, cepat baca mantranya!" ucap Hamaklori dari dalam kalung.

"Aku masih belum, ah.." Anka terjatuh karena kelelahan.

"Apakah itu aman baginya, maksudku itu tidak akan membunuhnya kan?" tanyaku pada Hamaklori

"Pedang yang kali ini, begitu menusuknya tidak akan membunuhnya. Itu hanya akan menusuk kegelapan yang ada di dalam dirinya dengan mantramu. Begitu pedangmu mulai bercahaya, maka itu sudah siap. Fokuskan perhatianmu pada Anka saja," jelas Hamaklori.

"Baiklah," jawabku.

Saat aku kembali fokus ke depan, Anka sudah tidak ada. Di sebelah kanan dan kiri pun tidak ada. Aku pun berbalik dengan cepat. Ternyata dia juga tidak ada di belakang. Artinya, dari atas.

AnemonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang