'Ketika angan-angan menjadi sebuah harapan'
---
Sebuah tekanan menjadi satu alasan bagaimana sebuah pribadi seseorang terbentuk. Alvina Alvatha, si gadis cantik dan kalem hidup di dalam lingkaran keluarga yang menurutnya menekan jiwa. Alvina yang se...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku tahu. Karena bukan aku yang kau mau.
~ PRESSURE ~
"Leta! Kamu dengerin aku nggak sih?!"
Suara bentakan itu tak mampu membuat Alleta berhenti berjalan di tangga sekolah. Alleta benar-benar mengabaikan keberadaan orang itu. Sampai akhirnya orang itu mencekal kuat lengan Alleta membuat gadis itu berhenti berjalan seraya berdecak setelahnya.
"Apa lagi?" tanya Alleta malas. "Lepas nggak?!" sentak Alleta mencoba melepaskan cekalan itu. Namun rupanya seseorang di depannya tidak mau melepaskan.
"Nggak! Sebelum kamu jelasin semalam kamu ada di mana."
"Apa peduli lo?"
Orang itu berdecak. Alleta benar-benar keras kepala. "Gue ini pacar lo jadi berhak tau lo kemana aja."
"Lo cuma pacar jadi jangan seolah-olah lo yang paling penting di kehidupan gue. Orang tua gue aja nggak peduli."
"Sampai kapan lo kaya gini?" tanya cowok itu. Melepaskan cekalan tangan Alleta lalu mengusap wajahnya kasar.
Alleta tidak menjawab. Karena cowok itu sudah tau alasannya. Sejak awal dia tidak tertarik dengan yang namanya berpacaran. Yang Alleta pikirkan dia bisa bersenang-senang dan melupakan masalahnya walaupun sesaat. Walaupun hubungannya sudah bertahan lama namun di dalamnya tidak baik-baik saja. Baik Alleta maupun cowok itu selalu menutupi masalah hubungannya ketika berada di luar. Mungkin banyak yang mengira hubungan keduanya berjalan mulus, padahal nyatanya tidak.
Alleta membenarkan letak totebag di bahunya. Saat kakinya mulai melangkah menjauh, suara cowok itu kembali mengintropeksi. Membuat langkah kaki Alleta mematung di tempat.
"Lo nggak pernah tau seberapa besar rasa sayang gue yang selalu lo anggap main-main itu Alleta."
•••
Melihat keadaan Alleta yang tidak baik-baik saja saat memasuki kelas 12 IPS 2, Nadia dan Tiara langsung menghampiri sahabatnya itu.
Alleta tak langsung bicara, gadis itu duduk di bangku dengan tenang. Tatapannya terarah pada papan tulis yang terlihat kosong.
"Are you okey, Leta?" tanya Nadia. Tidak biasanya Alleta termenung seperti ini, yang ada gadis itu akan selalu koar-koar tiap masuk ke dalam kelas.
"Gue kepikiran omongannya Brian."
"Emang Brian kenapa? Lo nggak ada masalah lagi kan sama cowok lo itu?" Tiara memicingkan matanya. Siku tangan gadis itu menahan badannya yang tercondong ke depan di atas meja.