Pada akhirnya kita menyerah. Mau sekuat apapun kamu menahan jika pada dasarnya hati tak sejalan buat apa kita bertahan?
~ PRESSURE ~
"Gue udah capek sama hubungan ini Yan."
Brian spontan mengerem mendadak. Membuat tubuh Alleta yang tidak siap dengan ulah Brian barusan terhuyung ke depan. Perkataan Alleta mampu membuat Brian menoleh seketika, cowok itu menggenggam setir mobil dengan kuat.
"Lo bilang apa?" ujar Brian dingin.
Alleta mendengus. "Gue udah capek sama hubungan ini. Gue harus sesabar gimana lagi buat ngadepin ulah semau lo itu?"
"Jangan cari masalah Alleta!" tukas Brian.
Kekehan kecil terdengar. Alleta menggeleng pelan. Tidak mengerti bagaimana lagi jalan pikiran kekasihnya itu. "Hubungan kita itu udah nggak sejalan Brian. Udah nggak sehat! Mending kita sudahi saja sampai di sini."
"TUTUP MULUT LO ALLETA!"
Alleta terlonjak kaget. Untuk pertama kalinya Brian membentaknya hingga semarah ini. Bisa Alleta lihat, Brian tengah menahan emosinya. Cowok itu menatap Alleta dingin, menggenggam setir kuat dengan kuku-kuku jari yang sudah memutih.
"See?" Alleta tersenyum miring.
"Asal lo tahu semua ini berawal dari lo!" ujar Brian dingin.
Alleta menggeleng pelan. "Bukan gue! Tapi lo yang menciptakan semua masalah hingga gini akhirnya."
"Jangan pernah coba-coba buat mutusin gue Alleta!" tekan Brian.
Alleta tertawa renyah. "Lo nggak berhak ngatur gue Brian." Tidak ada ketakutan dalam dirinya untuk menghadapi Brian. Baginya, langkah yang dia ambil sekarang itu lebih baik. Daripada bertahan membuat dirinya makin sakit.
Alleta tidak pernah berpikir sedikitpun untuk menyudahi hubungannya sekarang ini. Akan tetapi, dia sudah muak dengan hubungan yang dia jalani. Terlalu rumit. Bukan perasaan yang salah tapi keadaan yang membuat keduanya semakin jauh. Mereka sering berbeda pendapat, tidak satu jalan dan satu pikiran.
Alleta merasa senang. Jelas. Dia seperti punya seseorang untuk tujuan hidupnya. Saat kehidupannya yang nyata di rasa kurang baik, maka pelariannya adalah Brian. Cowok itu yang selalu Alleta buat susah. Tetapi itu dulu, tidak berlaku untuk sekarang. Semenjak Alleta menjadi pembangkang, suka semaunya, dan Brian ikut berubah. Alleta punya alasan di balik apa yang dia lakukan. Alleta tidak kuat jika harus membuat Brian sebagai bahan pelampiasan. Maka dari itu dia lebih memilih jalannya sendiri. Menentukan pilihan membuat Alleta jauh lebih mengerti apa yang dirinya inginkan.
Itu semua bermula ketika suatu masalah menimpanya hari itu. Dimana dia melihat Brian berselingkuh di depan matanya sendiri. Tanpa Brian ketahui tentunya. Lalu saat pulang ke rumah masalah terjadi. Alleta bertengkar hebat dengan kedua orang tuanya. Saat itu Alvina sedang tidak ada di rumah. Dia yang selalu menggantikan peran Alvina sebagai pelampiasan orang tuanya ketika pulang saat Alvina tidak ada di rumah. Tentu hal ini tidak Alvina ketahui.
Setiap mengingat Alvina entah mengapa membuat emosi Alleta selalu muncul. Dia selalu teringat ketika kedua orang tuanya memarahinya secara habis-habisan. Alleta yang selalu menjadi bahan pelampiasan ketika Alvina tidak ada. Teringat itu semakin membuat Alleta marah. Dia benci.
"Berikan satu alasan yang bikin lo mutusin gue!" tanya Brian. Mencondongkan tubuhnya ke depan Alleta.
"Hubungan kita itu udah nggak sehat. Apa lo nggak ngerasain kita udah nggak sejalan sejak lama? Pendapat dan pikiran kita tidak satu jalan Brian!" jawab Alleta tanpa takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pressure
Jugendliteratur'Ketika angan-angan menjadi sebuah harapan' --- Sebuah tekanan menjadi satu alasan bagaimana sebuah pribadi seseorang terbentuk. Alvina Alvatha, si gadis cantik dan kalem hidup di dalam lingkaran keluarga yang menurutnya menekan jiwa. Alvina yang se...