'Ketika angan-angan menjadi sebuah harapan'
---
Sebuah tekanan menjadi satu alasan bagaimana sebuah pribadi seseorang terbentuk. Alvina Alvatha, si gadis cantik dan kalem hidup di dalam lingkaran keluarga yang menurutnya menekan jiwa. Alvina yang se...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jangan kemana mana kalau gak sama gua mulai sekarang!!
~ PRESSURE ~
Bel tanda berakhirnya istirahat telah berbunyi beberapa menit lalu. Erlangga mengantar Alvina menuju kelasnya.
"Belajar yang bener." ujar Erlangga mengacak-acak rambut Alvina setelah sampai di depan pintu kelas Alvina.
"Hm... Lo juga jangan bolos, udah mau lulus." perintah Alvina.
"Siap." jawab Erlangga.
"Masuk sana. Nanti pulang gue tunggu di parkiran." ujar Erlangga mengusap kepala Alvina.
Alvina berjalan memasuki kelas nya setelah Erlangga pergi.
"Bagaimana pacarannya nyonya Edward?" tanya Sheryl mengarahkan buku yang di gulung membentuk lingkaran ke hadapan Alvina sebagai mic.
"Stres lo." ujar Alvina.
"Obat nya tadi di minum kan Ryl?" tanya Fidelya.
"Obat apaan? Emang gua sakit apa?" tanya Sheryl kebingungan.
"JIWA." teriak Alvina dan Fidelya bersamaan. Sheryl yang mendengar perkataan kedua sahabatnya hanya mengusap dada dramatis.
•••
Bel pulang sebentar lagi berbunyi, Alvina dan kedua sahabatnya bersiap-siap merapihkan barang barang mereka yang terdapat di meja.
Setelah bel berbunyi seluruh siswa di ruang kelas berdoa sesuai kepercayaan masing-masing dan di perbolehkan pulang. Erlangga yang sudah menunggu Alvina sedari tadi tersenyum melihat gadis nya keluar dari kelas.
"Kata nya nunggu di parkiran." ujar Alvina menghampiri Erlangga bersama kedua sahabatnya.