Ancaman

698 81 12
                                    

Prilly turun dari rooftop menyusuri setiap anak tangga dengan langkah gontai, tatapannya kosong, lagi.   Ia ingin melarang, tapi apa Ali akan menerimanya? Mengingat dia menyebut Rara sebagai prioritasnya kemarin, rasanya tak mungkin jika Ali akan mendengarkannya.

"Hei!" ucap seorang laki-laki dengan suara bariton yang menggema di telinga Prilly. Sedikit terkaget, Prilly menoleh ke sumber suara.

"Bang Dava? Kenapa?" tanya Prilly ketika melihat rupa laki-laki itu. Kilatan mata itu terlihat berapi-api, dahi Prilly mengernyit, menerka-nerka apa yang terjadi.

"Diapain kamu, sama Ali?" pertanyaan yang dilontarkan Dava tentu membuat Prilly terkejut, karena bahkan dia juga tidak memberi tahukan pertemuannya dengan sahabatnya. Prilly memicingkan matanya menatap Dava intens, dibalas tatapan tajam oleh Dava.

"Abang nyadap hp aku?!" pekik Prilly membuat kuping Dava pengang.

"Ih! Kok paka sadap-sadap segala sih?!" kesal Prilly menghentakkan kakinya. Dia berusaha mengalihkan perhatian kakaknya, bukan apa, tapi dia tidak mau kakaknya terlibat masalah akan dirinya. Dia tidak bisa melihatnya terluka.

"Prilly!! Jangan ngalihin perhatian abang!!" sentak Dava marah. Prilly berhenti menghentakkan kakinya, kemudian menunduk. Hening, tidak ada pembicaraan, selain Dava yang yang menatap tajam dan Prilly yang menundukkan kepalanya.

"Huft! Bilang sama abang, atau abang bunuh dia," ucap Dava membuat Prilly terkejut. Bagaimana tidak? Selama ini perkataan Dava tidaklah main-main. Dia akan melakukannya selama dia bisa. Membunuh? Itu bahkan mudah bagi Dava, ingat Disya? Seminggu semenjak kejadian itu dia ditemukan tidak bernyawa di kamarnya dengan tubuh yang bersimbah darah, siapa yang melakukannya? Tentu saja Dava atas ijin dan kekuasaan Ayah mereka, agar menutup kasus itu rapat-rapat. Lalu apa bedanya dengan Ali? Ali itu bisa dibilang pembunuh berdarah dingin, dia akan menyayat dulu kornbannya sampai benar-benar terluka dan akan memutilasinya setelah membunuh. Berbeda dengan Dava, dia membunuh dengan sekali tikaman.

"Jangan bunuh Ali bang," ujar Prilly dengan mimik semelas mungkin.

"Bunuh atau bilang?" masih dengan nada yang sama dan nada yang sama.

"Iya, iya, tapi jangan sekarang ya? Pulang sekolah aja, janji deh," Prilly melebarkan senyumnya menampilkan sederet gigi putih nan rapinya sambil mengangkat dua jari sejajar dengan wajahnya.

"Okay, kalau kamu gak cerita, abang pastiin kalau Ali akan mati ditangan abang," bisik Dava tepat ditelinga Prilly kemudian berjalan meninggalkan Prilly yang masih berdiri mematung akibat bisikan Dava yang lembut namun tajam.

Drrtt... Drrrttt...

Dering ponsel menandakan chat masuk mendadak berbunyi, Prilly sedikit terlonjak kaget, ia meraih ponsel di dalam sakunya.

Jesayang😝
Lo dimana Pril? Kok di kamar mandi sama UKS gak ada?

Prilly menepuk pelan dahinya, ia lupa kalau dirinya tadi berpamitan dengan berpura-pura sakit perut, Prilly memutar otaknya untuk mencari akal.

"Minum? Ah ya! Kantin!" seru Prilly menjentikkan jarinya. Ia melangkahkan kakinya dengan langkah lebar, sambil membalas pesan Jesa.

Prilly
Gue lagi ke kantin, Jes, mau beli minum.

Setelah mengirimkan kata itu, Prilly membuka room chatnya dengan Zeze, ingin memberitahukan sesuatu yang penting.

Bruk!

Tubuh Prilly terjungkal ke lantai, lantaran tak siap dengan benturan seorang gadis dengan rambut panjang tergerai yang berdiri di depannya.

Sweet But a Little Psycho (COMPLETED✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang