Setelah kembali dari kantin, dan mengintip di jendela ruangan beberapa saat, Seokjin masuk kembali ke dalam ruang perawatan Yoona.
"Istri saya tidur, Jung?" tanya Seokjin yang hanya dibalas anggukan oleh Sojung.
Sebenarnya Seokjin bingung, apa yang sudah terjadi tadi? Kenapa Sojung menjawab pertanyaannya dengan tanpa menatapnya? Apa ada yang salah?
"Kamu nggak jadi ngobrol sama Istri saya? Kok dia udah tidur duluan?" tanya Seokjin.
"Suster bilang, ini emang jam istirahat dia," jawab Sojung. Lagi-lagi, tanpa mau menatap wajah lawan bicaranya.
"Yaudah, kita pulang deh, yuk. Ibu kamu tadi udah nelfon saya," kata Seokjin.
"Ya."
Saat Seokjin mau membantu Sojung mendorong kursi roda gadis itu, Sojung menolak. Gadis itu beralasan, "Saya mau belajar ngendaliin kursi roda sendiri, Pak. Nggak pantes kalau saya dikit-dikit ngandelin Bapak."
"Nggak pa-pa kali, Jung. Nggak akan ada yang peduli juga―"
"Saya peduli kok, Pak. Saya khawatir. Kalau dikit-dikit saya sama Bapak, saya takut nggak bisa jaga perasaan saya. Bapak sama saya itu dua manusia yang berlawanan jenisnya. Bukan nggak mungkin kalau saya tiba-tiba suka sama Bapak suatu saat nanti," cerita Sojung. "Nggak lucu 'kan, kalau tiba-tiba saya jadi pelakor?"
"Kamu barusan tuh ngomong apa sih, Jung? Saya nggak ngerti," kata Seokjin. "Saya nggak pernah suka sama kamu. Saya juga nggak pernah ngebuat atau bahkan berusaha supaya kamu jadi suka sama saya. Saya deket sama kamu, murni karena saya ingin punya hubungan yang nggak canggung sama murid saya."
Mendengar ucapan Seokjin barusan. Rasanya Sojung ingin sekali marah. Seokjin itu laki-laki payah, tidak punya pendirian, labil. Apa iya selama ini dia tidak sadar kalau tingkah lakunya yang kelewat baik telah meluluhkan hati Sojung?
Jadi inilah akhirnya. Alih-alih benar-benar marah dan memaki Seokjin, Sojung malah memilih meluapkan emosinya lewat setetes air mata dan helaan napas berat.
"Ayo pulang, Pak! Nggak usah ribut di rumah sakit, apalagi di dalem ruang perawatan kayak gini," kata Sojung yang berjalan pergi lebih dulu bersama kursi rodanya.
Sementara Seokjin makin dibuat pusing atas sikap Sojung barusan. Sebenarnya, sudah pernah sekali gadis itu mengingatkan pada Seokjin untuk berhenti bersikap berlebihan padanya sebagai lawan jenis.
Karena sebagai perempuan dewasa, Sojung jelas punya hormon yang bisa menghasilkan rasa ketertarikan. Sojung itu perempuan dewasa, bukan anak kecil lagi yang hanya menganggap semua orang yang berperilaku baik, layak mendapat tempat sama di hatinya.
Seokjin hanya tidak tahu, kalau Sojung sudah mengukir namanya besar-besar di dalam ruang hati gadis itu yang paling dalam dan luas. Kalau diibaratkan seperti Sojung sudah menjadikan Seokjin sebagai tokoh laki-laki idamannya, yang punya banyak sifat dan membuatnya ternilai hampir sempurna.
🖇 WRONG 🖇
"Saya langsung pulang aja ya, Bu? Udah malem juga. Kasian anak saya nanti nunggunya kemaleman," kata Seokjin.
"Loh, emang dia di rumah sendirian? Nggak ada yang nemenin?" tanya Ibu Sojung.
Seokjin terkekeh. "Ada sih, Bu. Ibu saya. Cuma dia 'kan kalau papanya belum pulang, nggak pernah bisa tidur nyenyak," jawab Seokjin.
"Oh, gitu," kata Ibu Sojung. "Yaudah nggak pa-pa, deh. Bapak pulangnya hati-hati, ya? Udah malem soalnya."
Seokjin tersenyum. "Iya, Bu." Kemudian dia melanjutkan kalimatnya setelah berhenti beberapa detik, "Sampein salam maaf saya ke Sojung ya, Bu? Tadi kayaknya dia agak marah sama saya."
"Oh ... iya, deh. Nanti saya sampein," kata Ibu Sojung.
"Yaudah, saya pulang dulu ya, Bu. Permisi," kata Seokjin yang sekarang sudah melajukan motornya, melesat keluar dari halaman rumah Sojung.
Sementara Seokjin berjalan menjauh, Sojung muncul dari dalam menghampiri Ibunya yang ada di luar. "Pak Seokjin udah pulang, Bu?" tanya Sojung.
"Udah," jawab Ibu Sojung. Sambil berjalan, Ibu Sojung bertanya, "Kamu lagi marah sama Pak Seokjin, ya?"
Sojung menatap ke arah Ibunya. "Kok Ibu nanya kayak gitu?"
Ibu Sojung yang sambil menarik pegangan kursi roda, kemudian memutar arah kursi roda sebesar 180°, lantas menjawab, "Itu tadi dia bilang sampein salam maaf dia ke kamu. Terus bilang kamu agak marah sama dia. Emang marah kenapa, sih?"
"Marah sih sebenernya nggak, Bu. Cuma lebih ke kesel aja. Kok ada laki-laki labil kayak dia. Padahal umurnya udah mateng, udah jadi ayah juga. Tapi kok ... taulah, pokoknya dia tuh ngeselin!" cerita Sojung.
"Dia labil gimana, Jung? Perasaan Ibu liat dia keren-keren aja, nggak ada labil-labilnya."
"Ya itu ... keren. Dia kayak tebar pesona gitu loh, Bu. Ngebaperin banyak perempuan, kayak lagi nyari terus milih-milih calon istri baru gitu. Soalnya dia 'kan istrinya udah hampir abis kesempatan hidupnya, terus anaknya masih kecil. Ya mungkin ... dia mau cari istri, yang dewasa, biar bisa gantiin istrinya yang mau meninggal buat jagain anaknya," papar Sojung.
"Ih, nggak nyangka Ibu," celetuk Ibu Sojung. "Terus kamu baper nggak, Jung?" lanjut tanya Ibu Sojung.
Tapi belum sempat Sojung menjawab, Ibu Sojung lagi-lagi menyambung kalimatnya. "Ibu mah amit-amit deh, Jung, kalau kamu sampe jadi sama dia. Masa anak gadis Ibu yang cantik, jodohnya duda anak satu kayak dia. Ya oke emang latar belakang pendidikan dia. Tapi 'kan latar belakang hatinya, niatnya buat jadiin kamu istri 'kan cuma biar kamu bisa ngejagain anaknya. Cari laki-laki lain yang lebih baik aja ya, Jung, ya?"
"Ya ... nggak tau deh, Bu. Masih kesel Sojung sama dia! Jangan bahas dia dulu!" kata Sojung yang kemudian kalimatnya disetujui oleh Ibunya.
Wanita paruh baya itu sekarang membawa Sojung bersama kursi rodanya masuk ke dalam kamar gadis itu.
🖇 WRONG 🖇
Sekarang Sojung sudah berbaring di atas ranjang pembaringannya. Usai meminum obat dan mengoleskan obat oles ke kakinya, Sojung kehilangan kegiatannya.
Harusnya yang dia lakukan sekarang adalah tidur; menutup mata rapat-rapat, dan mengosongkan pikiran.
Tapi sepertinya mustahil. Sojung benci sebenarnya mengakui ini, tapi hati dan pikirannya benar-benar merasa terbebani. Dia masih memikirkan laki-laki itu. Laki-laki yang jelas umurnya terpaut jauh darinya.
Siapa lagi yang dimaksud kalau bukan Seokjin?
Rasanya seperti kurang ajar kalau Sojung terus memikirkannya. Tapi ... laki-laki itu yang datang ke pikirannya! Bukan malah sebaliknya; pikirannya yang datang menjemput Seokjin!
Sojung pernah bilang, Seokjin itu laki-laki pertama yang dia temui, dengan kriteria yang sesuai dengan apa yang dia idam-idamkan.
Tapi berulangkali dia disadarkan oleh kenyataan; Seokjin bukanlah miliknya! Seokjin milik Yoona! Cinta dan kasih sayangnya hanya untuk Yoona, Fany, dan Ibunya! Jadi Sojung tidak bisa berharap lebih bahwa Seokjin akan membagi kasih dan cintanya sedikit saja pada gadis malang itu.
Sejujurnya, Sojung mau kasih sayang penuh. Sojung mau Seokjin melepas semua kasih dan cintanya pada Yoona, lalu memberikan semuanya padanya.
Terkesan egois? Tentu jelas.
Tapi inilah Sojung. Gadis yang ingin dicintai, dan dikasihi sepenuh hati. Sojung juga mau cinta yang diberikan itu adalah cinta tulus, tanpa maksud terselubung.
Tapi apa bisa?
Jawabannya tentu bisa,
kalau Seokjin mau ....
🖇 WRONG 🖇
Author's Note;
Kalau Seokjin nggak mau, paling kapalnya karam ya, guis👻
bercanda deh, wkwk

KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Pak Seokjin
Fanfiction#1 ― Sowjin Sojung itu seorang mahasiswi. Sudah dari dua bulan lalu dia dibebani oleh tugas wajib skripsi, ditambah lagi perintah dosen yang mengharuskannya untuk berulangkali merevisi bab-bab yang ada. Sojung mau saja menyerah, keluar dari kampusny...