Karena keasyikkan makan, Sojung juga guru pribadinya; Seokjin jadi lupa waktu. Sampai akhirnya hujan besar datang tiba-tiba.
"Yah, Pak. Di luar hujan, terus gimana?" tanya Sojung.
"Tunggu sebentar dulu deh, Jung. Siapa tau nanti reda," kata Seokjin. "Kamu mau dibeliin kopi anget, nggak? Biar nggak dingin-dingin banget badannya."
"Susu aja deh, Pak. Saya lagi males minum kopi," kata Sojung.
"Susu putih atau coklat?"
"Coklat boleh," jawab Sojung.
Setelah itu Seokjin berjalan memesan satu cup kopi dan satu cup susu coklat hangat untuk Sojung. Sekembalinya dia, dia memberikan cup berisi susu hangat itu pada Sojung yang langsung menerimanya dengan kedua tangan.
Sojung meniup-niup susu di dalam cup yang nampaknya terlalu panas, sesekali dia menyeruput susunya sedikit demi sedikit. Matanya tak berhenti menatap ke luar jendela, seolah-olah khawatir bahwa hujan tak akan segera berhenti.
"Nggak usah diliatin terus, Jung. Bentar lagi juga reda," ujar Seokjin yang mengerti akan kekhawatiran Sojung.
Sojung mengubah alih perhatiannya ke arah Seokjin, dia mengangguk-angguk, percaya pada ucapan Seokjin yang mengatakan bahwa hujan akan segera berhenti.
Tapi kenyataan memanglah kenyataan, sampai pukul setengah sepuluh malam pun hujan belum juga berhenti. Ibunya bahkan sudah menghubunginya saat jam sembilan tadi. Seperti apa yang Seokjin bilang, Ibunya menyuruh Sojung untuk menunggu hujan reda. Ibunya sama sekali tidak khawatir karena Sojung pergi bersama orang yang bisa dia percaya; Seokjin.
"Kayaknya hujannya bakalan awet, Jung," ujar Seokjin. "Kita terobos aja gimana? Mumpung masih belum terlalu deres. Takutnya telat waktu sedikit nanti, hujannya malah tambah deres."
"Hujan-hujanan?" tanya Sojung.
Seokjin mengangguk. "Soalnya awet hujannya ini. Bakalan lama kalau kita nunggu berenti. Kasian juga kamu, kemaleman nanti."
"Yaudah deh, ayo," kata Sojung. Setelahnya gadis itu berdiri, mengekori laki-laki yang lebih tahu itu dari belakang.
Begitu Seokjin membuka pintu, suara rintik hujan terdengar lebih jelas di telinga Sojung. Hawa dingin nan lembab Sojung rasakan.
Sojung menoleh ke samping, melihat Seokjin membuka jaket yang dipakainya. Dalam hati Sojung bertanya-tanya; kenapa Seokjin malah membuka jaketnya di saat mereka akan menembus hujan begini?
"Dipake ya, Jung? Biar nggak basah bajunya," kata Seokjin.
"Loh terus Bapak gimana? Basah-basahan begitu?" tanya Sojung. "Saya 'kan masih ada cardigan, Pak. Bapak pake aja jaketnya Bapak."
Seokjin menggeleng. "Cardigan kamu 'kan tipis, baju kamu juga tipis. Bahaya nanti kalau kena hujan, bisa-bisa masuk angin."
Dua kalimat sederhana itu mampu menembus hati Sojung. Hati Sojung merasa tersentuh oleh sikap lemah lembut Seokjin. Rasanya saat ini hatinya seakan dicuri oleh Bapak Guru yang punya sikap menyenangkan nan lemah lembut ini.
"Tunggu di sini ya, Jung? Saya ambil motor dulu," ujar Seokjin yang setelahnya berlari menembus rintik hujan menghampiri motornya.
Sojung dijemput Seokjin di dekat tempatnya berdiri, setelah itu Sojung naik dan Seokjin melajukan motornya di tengah derasnya rintik hujan yang turun.
Di tengah perjalanan, Sojung memajukan posisi duduknya, kemudian memeluk tubuh Seokjin. Dia juga bilang, "Pelan-pelan, Pak. Anginnya kenceng banget, jalannya juga licin karena abis hujan."
Seokjin lantas membalas, "Iya!"
🖇 TOGETHER 🖇
Sojung kira, Seokjin membawanya menepi ke salah satu rumah warga mengingat hujan yang turun kian deras. Ternyata dia salah, Seokjin bilang kalau ini adalah rumah Ibunya; tempat dia selama ini tinggal.
"Bajunya basah, nggak, Jung?" tanya Seokjin pada Sojung.
"Nggak, cuma ciprat-ciprat dikit doang kok," jawab Sojung. "Bapak tuh yang badannya sampe basah kuyup gara-gara ngasih jaket Bapak ke saya." Sojung dengan nada pelan dan lembut lantas meminta maaf, "Maaf ya, Pak? Saya jadi ngerepotin begini."
"Nggak pa-pa," jawab Seokjin. "Udah yuk masuk, dingin nih saya kalau kelamaan di luar."
Sojung mengangguk, kemudian menunggu pintu terbuka di belakang Seokjin. Seokjin bertemu dan langsung disambut oleh sikap khawatir ibunya. Seokjin juga langsung disuruh masuk ke dalam dan membasuh badannya dengan air bersih supaya tidak sakit.
Sementara Sojung tampak canggung setelah ditinggal Seokjin ke belakang. "Kamu pasti muridnya Seokjin, ya?" tanya Ibu Seokjin memecah suasana canggung yang Sojung rasakan.
Sojung tersenyum, dia mengangguk. Sojung bahkan juga menyapa Ibu Seokjin dengan penuh hormat. Kemudian Ibu Seokjin merangkulnya, dan menuntunnya untuk duduk di atas sofa.
"Duduk di sini sebentar, ya? Biar Ibu ambilkan handuk dan buatkan teh hangat untukmu," kata Ibu Seokjin.
Sojung lagi-lagi mengangguk. Sementara dia ditinggal Ibu Seokjin dan Seokjin ke belakang, Sojung memainkan ponselnya dan menghubungi Ibunya bahwa dia ada di rumah Seokjin sekarang.
Tiba-tiba Sojung mendengar suara larian kecil berjalan ke arahnya. Ketika Sojung menoleh, ternyata ada gadis kecil yang tersenyum menyapanya dan memberikan dia handuk.
"Ini buat Tante, dari Nenek," kata gadis kecil itu. "Tante rambutnya basah, mukanya juga basah, tapi tante tetep cantik. Fany suka."
Sojung tersipu malu. Kemudian dia memersilakan gadis kecil yang menyebut dirinya sebagai Fany itu untuk duduk di sampingnya, sementara dia membungkus rambutnya dan membiarkannya sampai kering.
"Kamu kenapa belum tidur? Ini 'kan sudah malam," tanya Sojung.
Gadis kecil itu tersenyum, menunjukkan deretan gigi putih kecilnya yang tertata rapih pada Sojung. "Belum ngantuk," jawabnya sekenanya.
"Tapi anak kecil 'kan nggak boleh tidur malem-malem," kata Sojung.
"Nggak pa-pa, Fany 'kan udah bobo siang," jawab gadis kecil itu.
"Biarpun udah bobo siang, harusnya tetep nggak boleh tidur malem-malem. Iya 'kan, Tante?" Ibu Seokjin datang membawa secangkir teh, sambil menyahuti celotehan cucunya.
"Iya, Fany harusnya bobo sekarang," kata Sojung sambil menyampirkan rambut panjang gadis kecil itu ke belakang telinganya.
"Tapi Fany mau ditemenin bobonya sama Tante Cantik," kata Fany.
"Eh ... Tantenya 'kan mau minum teh dulu, Fany," kata Ibu Seokjin.
"Tante malem ini nginep di sini, ya? Nanti tidur sama Fany sama Papa," kata Fany.
"Fany ... udah ah, jangan diajak ngomong terus Tantenya. Kasian Tante kedinginan, mau minum teh malah Fany ganggu," peringat Neneknya.
Sementara Fany diam dan menunduk karena diperingati, Sojung meminum teh hangatnya karena perintah Ibu Seokjin dan diam-diam memikirkan pertanyaan serta dugaannya.
Yang dimaksud Papa oleh Fany apa mungkin Seokjin? Kalau begitu berarti Seokjin ... sudah punya istri dan sudah menikah?
🖇 TOGETHER 🖇
Author's Note;
Amboy, aku tak sangka bakalan selesai. Karena keasyikkan ngobrol sama temen, aku sampe lupa waktu buat nulis:( kupikir ga bakalan selesai hari ini. Tapi nyatanya selesai:')Kalau begitu, dadah, sampai jumpa di chapter depan!
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Pak Seokjin
Fanfiction#1 ― Sowjin Sojung itu seorang mahasiswi. Sudah dari dua bulan lalu dia dibebani oleh tugas wajib skripsi, ditambah lagi perintah dosen yang mengharuskannya untuk berulangkali merevisi bab-bab yang ada. Sojung mau saja menyerah, keluar dari kampusny...