Sojung merasa dirinya semakin gugup, padahal orang yang ada di hadapannya ini sama sekali bukan dosen killer yang biasanya dia temui di kampus.
"Halo!"
Sojung ikut tersenyum ketika wanita muda di hadapannya menyapanya dengan begitu ramah dan hangat; tentu saja tak lupa dengan senyuman manisnya.
"Hai!" balas Sojung.
"Saya Yoona. Nama kamu pasti Sojung, 'kan?"
Sojung mengangguk. "Iya, Bu. Saya Sojung."
"Sojung, kalau saya mau ngomong beberapa hal sama kamu. Kamu mau, nggak?" tanya Yoona lagi.
Sojung bingung harus menjawab dengan apa lagi selain dengan anggukan singkat yang senang dia lakukan sekarang.
"Kalau gitu, bantu saya buat bikin Pak Seokjin keluar dulu, ya? Tolong bilangin ke dia, saya cuma mau ngobrol empat mata sama kamu," kata Yoona―yang padahal, sejatinya Seokjin jelas sekali bisa mendengar apa yang baru saja Yoona ucapkan karena laki-laki itu masih berdiri di belakang kursi roda Sojung.
Sehingga membuat gadis manis itu harus menoleh ke belakang kursi rodanya, dan berkata pada Seokjin, "Pak, bisa keluar dulu sebentar?"
Seokjin terkekeh. "Iya, saya keluar," ucapnya pada Sojung. "Kalian jangan macem-macem, ya? Apalagi ngegibahin orang, jangan! Nanti dosanya nambah, loh!"
"Apaan sih, Bapak. Pikirannya jelek banget! Siapa juga yang mau gibah-gibah," sahut celetuk Sojung jengkel.
"Tuh 'kan, kamu sensian mulu sih sama saya, Jung! Saya cuma bercanda tadi," balas Seokjin.
"Ya tapi bercandanya krik, nggak suka!" kata Sojung lagi.
"Iya ... yaudah, iya. Saya mau ke kantin dulu, cari makan," kata Seokjin. Kemudian dia beralih pada istrinya. "Kamu mau aku beliin makan? Mau makan apa?"
"Nggak usah, aku nggak pengen makan," jawab Yoona.
"Yaudah, aku tinggal dulu, ya? Ngobrol sama Sojungnya yang baik-baik aja, ya?"
Yoona mengangguk, kemudian Seokjin memberikan Yoona cium jarak jauh. Sojung melihatnya ... dia melihat dengan rasa hati yang diam-diam menjerit dengan pilu.
"Kenapa sih, Pak Seokjin harus semanis itu sama istrinya?" batin Sojung yang kesal karena merasa cemburu.
Di tengah aksi Sojung yang diam-diam cemburu, Istri Seokjin malah meraih kemudian menggenggam salah satu tangannya.
"Sebenernya yang mau saya omongin sama kamu itu tentang Pak Seokjin," celetuk Istri Seokjin setelah memastikan bahwa laki-laki itu sudah pergi dan tidak akan mendengar apa yang akan mereka bicarakan.
"Emangnya Pak Seokjin kenapa?" tanya Sojung pada Yoona.
"Nggak kenapa-kenapa, sih," jawab Yoona. "Cuma ... kamu tau 'kan, kalau saya lagi sakit sekarang?"
Sojung mengangguk. "Ibu sakit kanker, ya?"
Sekarang Yoona yang mengangguk. "Tapi jangan panggil Ibu, panggil Yoona aja."
"Tapi Ibu 'kan istrinya Pak Seokjin? Saya harus―"
"Nggak pa-pa, 'kan saya yang minta," sergah Yoona cepat. "Mau, ya?"
Sojung bergeming selama beberapa detik. Tapi pada akhirnya, "Oke, Yoona." dia pun setuju.
Yoona tersenyum. "Kamu kenal Fany?"
Sojung mengangguk. "Dia itu anak kamu, 'kan?"
"Iya, dia anak saya," jawab Yoona. "Tapi dia bukan anak Seokjin. Seokjin itu cuma ayah sambung Fany, ayah kandung Fany itu ... udah lama meninggal."
"Iya, saya tau kok. Pak Seokjin pernah cerita soal itu," kata Sojung.
"Jadi kamu udah tau?" Pertanyaan Yoona jelas diangguki oleh Sojung. "Terus, gimana? Kamu mau?"
"Maksudnya? Mau apa?"
"Jadi ... ibu sambung buat Fany? Kamu nikah sama Seokjin. Karena saya yakin, umur saya nggak akan lama lagi," terus terang Yoona.
"Tapi―"
"Cuma kamu yang saya percaya," sela Yoona, lagi-lagi. "Seokjin banyak cerita sama saya, kalau Fany itu sayang banget sama kamu. Fany selalu seneng kalau ngobrol sama kamu, deket sama kamu. Bahkan Fany ngeliat kamu itu sebagai saya, ibu kandungnya dia."
"Tapi beberapa hari lalu, dia tertutup sama saya, jadi cuek. Mungkin dia nggak nyaman sama saya, atau mungkin malah dia udah ngerasa kalau saya lagi berusaha buat deketin papanya," curah Sojung. "Karena jujur, saya emang suka sama Pak Seokjin. Tapi kayaknya Pak Seokjin, atau Fany, lebih sayang sama kamu, bukan saya."
"Nggak. Mereka pasti juga bisa sayang sama kamu. Saya itu bukan apa-apa, sebentar lagi saya bakal pergi ninggalin mereka. Saya butuh kamu, sebagai orang yang saya percaya, buat jagain mereka berdua," kata Yoona.
"Maaf, saya nggak bisa. Saya mending nggak punya pasangan, daripada saya harus gantiin posisi kamu, dengan cinta yang mereka kasih; cuma karena saya mereka anggep sebagai kamu. Saya cuma mau dicintai sebagai diri saya sendiri, bukan sebagai orang lain, apalagi kamu."
"Tapi Seokjin sama Fany bener-bener cinta dan sayang kamu karena pribadi kamu yang sekarang, bukan karena pribadi saya. Saya berani jamin!"
"Fany nggak mau ibu sambung kayak saya. Dia udah menutup diri dari saya. Itu udah jelas buat saya, saya harus mundur, saya harus cari laki-laki lain," curah Sojung.
"Fany kayak gitu karena Seokjin yang suruh," celetuk Yoona tiba-tiba. "Fany beberapa hari lalu nyuekin kamu, itu semua karena Seokjin yang suruh."
"Pak Seokjin?"
Yoona mengangguk. "Seokjin nggak mau Fany terlalu sayang sama kamu, karena takut anak itu berharap lebih sama kamu―"
"Berarti udah jelas dong, Pak Seokjin nolak saya mentah-mentah?" Sojung tertawa sambil menahan air matanya. "Saya tau kok, Pak Seokjin itu bener-bener sayang sama keluarganya. Dia juga sayang banget sama kamu. Kalau sama saya ... dia professional, kok. Cuma sebagai guru sama murid."
"Tapi, Jung. Saya bener-bener butuh bantuan kamu―"
"Saya nggak mau! Kamu nggak boleh egois kayak gitu! Saya mau bahagia, sama orang yang saya sayang, dan dia juga sayang sama saya. Bukan malah kayak Pak Seokjin, dia dari awal nggak pernah nganggep saya lebih dari apa yang seharusnya," tukas Sojung.
Yoona pasrah, dia harus bisa mengerti perasaan Sojung sekarang. Sebagai perempuan, Yoona juga ingin dicintai. Tapi bukan berarti Seokjin tidak bisa mencintai Sojung di masa depan, 'kan?
Kalau memang semesta sudah menetapkan takdir untuk Seokjin dan Sojung hidup bahagia bersama, maka pasti akan terjadi. Jadi seharusnya, Yoona tak perlu khawatir. Tak perlu memaksakan kehendak.
Setiap orang ingin dan berhak bahagia, dengan jalannya sendiri.
"Saya minta maaf, saya sempet maksa kamu," lirih Yoona. "Tapi ... kalau misalkan saya bener-bener pergi suatu hari nanti, saya titip Fany sama kamu, ya? Selagi kamu belum punya pasangan, sama anak, kamu bisa 'kan tetep sayang sama Fany kayak biasa?"
"Kalau buat ngejaga Fany, saya bakal usahain. Tapi kalau maksud kamu kayak tadi, jadi istri kedua Pak Seokjin, ibu sambung Fany, saya nggak bisa. Karena Pak Seokjin nggak pernah sayang sama saya."
"Saya ngerti, kok," kata Yoona. "Saya minta maaf, kalau sikap suami saya selama mungkin ada yang berlebihan―maksudnya, secara nggak sengaja buat kamu jatuh cinta sama dia, dan buat kamu ngerasa kalau cinta kamu itu bertepuk sebelah tangan."
"Nggak masalah kok, bukan salah kamu. Emang sayanya aja yang baperan," kata Sojung.
Sojung menarik napasnya, mengulang kalimat terakhir yang baru saja ia ucapkan di dalam hati.
Emang sayanya aja yang baperan.
🖇 SAYING 🖇
Author's Note;
When emak memilih bulan di depan pintu.
Re: Moon door😥

KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Pak Seokjin
Fanfiction#1 ― Sowjin Sojung itu seorang mahasiswi. Sudah dari dua bulan lalu dia dibebani oleh tugas wajib skripsi, ditambah lagi perintah dosen yang mengharuskannya untuk berulangkali merevisi bab-bab yang ada. Sojung mau saja menyerah, keluar dari kampusny...