✨. BE CLOSER

627 111 29
                                    

Malam ini saat Seokjin sampai di rumah Sojung, gadis itu sedang asyik menonton acara televisi sambil merebahkan dirinya di atas sofa.

"Permisi. Jung?"

Mata Sojung mengubah alih perhatiannya pada Seokjin. Alih-alih bangun dari posisinya, Sojung malah tetap santai menikmati posisi nyamannya. Dia cuma bilang, "Eh, Pak Seokjin udah dateng."

"Ibu sama ayah kamu di mana?" tanya Seokjin. "Terus kok kamu masih santai gini? Hari ini kita 'kan udah mau belajar."

Sojung akhirnya mengubah posisi menjadi duduk. "Ya ampun, Bapak. Kalau nanya satu-satu emang nggak bisa, ya? Harus banget gitu semua pertanyaan dikeluarin jeda napas satu sampai dua detik aja?"

"Kamu sendiri nanya pertanyaan lebih dari satu tuh," balas Seokjin.

"Ya seenggaknya, saya nanyanya tuh masih dalam satu topik, satu jalur. Beda sama Bapak!"

"Iya deh, terserah!" ucap Seokjin mengakhiri perdebatan. "Terus mau belajar kapan? Sana cepet ambil buku, laptop sama alat tulis!"

"Lah, kenapa Bapak berani nyuruh-nyuruh saya?" Sojung nampaknya tidak terima atas kalimat tuntutan Seokjin sebelumnya.

"Kamu tuh emang dasarnya suka bicara, ya? Ini kapan mau mulai kalau kamu dikit-dikit protes terus?" tanya Seokjin yang kini ikut gemas akan tingkah bawel Sojung.

"Ah males, nggak asik Bapak mah!" celetuk Sojung. "Langsung ke kamar Sojung aja, di sini nanti mau dipake ayah sama ibu buat ngeteh-ngeteh."

Sojung berdiri kemudian berjalan mendahului Seokjin yang setelahnya bilang, "Kenapa nggak bilang dari tadi kalau mau belajar di kamar?"

"Bapak tuh ya emang dasarnya suka bicara, ya? Tadi nyuruh saya jangan banyak protes, bla bla bla. Tapi sekarang yang protes malah Bapak!"

Sementara Seokjin yang berjalan di belakang tubuh Sojung hanya bisa mengelus dada, menarik napas dan berusaha menahan kesabaran. Muridnya ini bukan tipikal murid yang menghormatinya sebagai guru, melainkan tipikal murid yang menghormatinya selayaknya teman sebaya.

Mungkin, itu semua terjadi karena wajah Seokjin yang usianya terlihat seperti seumuran dengan teman-teman Sojung.

Well, kalau benar alasannya karena itu, Seokjin harus bangga. Karena apa? Karena tandanya, dia itu awet muda, haha!

🖇 BE CLOSER 🖇

Sojung duduk di lantai beralaskan bantal tipis bersama meja kecil yang menumpangi laptop di hadapannya, sementara Seokjin hanya duduk di atas karpet berbulu milik kamar Sojung.

Laki-laki itu mengeluarkan banyak lembar kertas, dia memeriksanya satu-satu. Setelah itu bertanya pada Sojung, "Kamu tuh ambil jurusan apa sih, Jung?"

Sojung mengalihkan pandangan dari laptop kemudian menatap Seokjin. Dia lantas menjawab, "Accounting." Sojung lanjut bertanya, "Kenapa? Emang ayah dulu nggak pernah bilang saya ambil jurusan apa?"

Seokjin mendecak sebelum menjawab. "Pernah ... pernah. Cuma masalahnya saya salah bawa contoh skripsi."

"Hah? Emang Bapak bawa contoh skripsi apaan?"

"Saya bawa buat jurusan marketing. Sedenger saya tuh dulu ayah kamu bilangnya kamu jurusan marketing. Tapi salah denger nih saya, taunya malah accounting bukan marketing."

"Yee ... Bapak! Makanya kalau ada orang ngomong tuh didengerin baik-baik!"

"Iya-iya ...."

[1] Pak SeokjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang