"Ambil tema audit operasional aja, Jung. Buat percobaan pertama," saran Seokjin di hari ketiga dia bertemu Sojung untuk membimbing gadis titipan ayahnya―Sojung―itu.
"Seriusan, Pak?" tanya Sojung. Detik selanjutnya Sojung mengeluh, "Males tapi, Pak."
"Ya kalau gitu berarti kamu nggak mau lulus, iya? Coba deh liat temen-temen kamu, mereka udah lanjut ke berbagai bab. Kamu stuck terus di sini. Kapan mau lulus, Jung?"
"Ya tapi 'kan itu bukan salah saya, Pak. Emang tuh dosen aja yang punya dendam sama saya. Emang kayaknya saya lebih baik nyerah, Pak. Keluar aja dari kampus," kata Sojung.
"Jung, kamu tuh nggak kasian sama orang tuamu, ya? Mereka susah payah cari uang buat menuhin fasilitas kamu. Kamu kuliah dibayarin, dikasih guru pembimbing pribadi juga kayak saya. Kamu pikir uang mereka dapet dari mana? Jelas dari jerih payah mereka, Jung!"
"Ya tapi 'kan, Pak―"
"Kamu belum tau gimana rasanya cari uang. Bakalan nangis kamu Jung kalau udah tau gimana rasanya."
"Lebay ...," ucap Sojung.
"Bukan lebay, tapi emang kenyataannya. Belum lagi kalau kamu udah berumah tangga nanti. Kalau kamunya masih lembek, masih doyan ngeluh kayak gini, cowok nggak bakal ada yang mau sama kamu."
"Dih, siapa bilang?" tanya Sojung. "Buktinya, Bapak mau tuh sama saya."
"Nggak!" bantah Seokjin. "Ngapain suka sama kamu? Mending saya cari perempuan yang gigih, punya semangat kuat, udah gitu berpendidikan tinggi. Biar nanti istri saya bisa ngedidik anak saya pake ilmu yang nggak asal ecek-ecek, terus pekerjaan rumah, keuangan rumah tangga, semuanya bisa dia handle dengan baik."
"Ngomongnya nggak usah nyakitin gitu bisa kali, Pak ...," curah Sojung. "Iya saya tau saya males, saya belum selesein kuliah saya. Saya kayak gini tuh karena saya masih pengen bebas. Masih pengen main-main. Nanti kalau udah siap buat punya komitmen sama laki-laki, terus bangun rumah tangga, saya juga bakal rubah sikap saya pelan-pelan."
"Tapi lebih baik lagi kalau kamu mulai rubah sikap malesmu itu dari sekarang, Jung. Kamu juga 'kan nggak tahu kapan kamu nikah, kapan kamu ketemu sama pasanganmu, kapan pasanganmu ngelamarmu. Lagian mulai dari sekarang buat ngerubah sikap nggak ada salahnya, 'kan? Malah itu bagus buat kamu."
Sojung merenungi perkataan Seokjin. Kalau dipikir-pikir, laki-laki itu ada benarnya juga. "Iya juga sih, Pak."
Seokjin menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Janji sama saya, ya? Kamu harus kurangin sikap malesmu mulai dari sekarang! Kamu juga harus semangat terus!"
Sojung tersenyum, kemudian menunjukkan jari kelingkingnya. "Janji!"
Seokjin ikut menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Sojung, kemudian keduanya tertawa. Terakhir Seokjin menyuruh Sojung untuk menyiapkan semua keperluannya mulai malam ini.
Karena besok pagi ...
"Besok saya temenin kamu ke PT temen saya. Paling dua-tiga harian selesai penelitian kamu," ujar Seokjin.
"Siap! Makasih ya, Pak!"
"Sama-sama."
🖇 STOP BEING LA(CRA)ZY 🖇
Sesuai janji Seokjin kemarin, laki-laki itu datang pukul tujuh pagi ke rumah orang tua Sojung untuk menjemput muridnya.
Sampai di dalam, Seokjin disuruh ikut sarapan pagi dulu oleh Ibu. Berhubung Sojung baru selesai siap-siap dan belum sarapan.
"Tapi nggak usah, Bu. Beneran deh, saya udah sarapan," tolak Seokjin sesopan mungkin.
"Pak, saya kalau makan lama loh. Lagian masakan Ibu enak kok! Nyesel nanti kalau nggak coba," ujar Sojung ikut membujuk Seokjin.
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Pak Seokjin
Fanfiction#1 ― Sowjin Sojung itu seorang mahasiswi. Sudah dari dua bulan lalu dia dibebani oleh tugas wajib skripsi, ditambah lagi perintah dosen yang mengharuskannya untuk berulangkali merevisi bab-bab yang ada. Sojung mau saja menyerah, keluar dari kampusny...