✨. SO BABE

388 64 0
                                    

Satu minggu berlalu begitu saja. Sojung dinyatakan siap lanjut ke sidang skripsi oleh dosen pembimbingnya di kampus. Alih-alih senang karena tinggal beberapa langkah lagi dirinya akan jadi sarjanah, Sojung justru semakin gugup.

Bayangkan. Bagaimana kalau saat sidang nanti, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dosen penguji tidak bisa dia jawab?

ARGH, GILA!

Sojung ... takut.

Jemari tangannya secara spontan menekan tombol panggil di kontak Seokjin. Selesai menutup pintu kamarnya, Sojung berbaring di atas ranjang tidurnya sambil menunggu pria itu mengangkat panggilannya.

Beberapa detik kemudian, Seokjin mengangkat panggilan Sojung. Dengan nada manja nan menggemaskan, Sojung mengaduh pada Seokjin.

"Pak, saya takut ...."

"Takut? Takut apa? Coba cerita sama saya."

"Sidang ...."

"Sidang skripsi? Ngapain takut sama sidang skripsi?"

"Ya kan ... Bapak kayak nggak pernah kuliah aja. Saya tuh takut gugup, takut nggak bisa jawab pertanyaan-pertanyaan diajuin sama dosen penguji. Nanti kalau saya gagal gimana? Terus sidangnya malah ditunda, graduationnya otomatis juga ditunda."

Seokjin terkekeh di sebrang sana. Kemudian dia berkata, "Nanti saya kasih tips-tips ke kamu deh ya. Sekarang saya belum pulang dari kampus, bentar lagi paling. Nanti kalau udah di rumah, saya telfon kamu lagi ... atau saya video call nanti. Gitu aja, ya?"

"Yaudah, deh."

"Jangan nangis, masa sama sidang skripsi aja takut. Nanti kalau udah saya ajarin, pasti lulus sidang deh, percaya sama saya."

"Iya, iya ...."

"Ya ampun, nada suaranya. Manja banget kamu tau, Jung. Bikin saya gemes sendiri, hahaha."

"Apaan sih, Bapak? Orang saya lagi deg-degan, ketakutan. Malah dibercandain!"

"Nggak bercanda tau saya. Beneran ini mah."

"Nyenyenye ...."

Seokjin tertawa lagi. Setelah itu dia benar-benar pamit untuk mengakhiri sambungan telfonnya. "Nanti saya telfon lagi ya, Jung. Udah dulu, saya masih ada tugas dikit lagi."

"Yaudah, iya. Bye!"

🖇 SO BABE 🖇

Seokjin mengemasi beberapa barang dan berkas di atas mejanya. Dia juga memeriksa barang-barang yang harus ia bawa pulang sudah sesuai atau belum. Kemudian setelah itu dia mengangkat tas kerjanya, kemudian membawanya keluar dari ruangan.

Di koridor, dia sempat bertemu dengan temannya dari lawan arah. Seokjin berhenti sebentar untuk menyapa. Obrolan ringan sempat menjadi alasan kenapa dia dan temannya harus berhenti sejenak sebelum melanjutkan perjalanan setelahnya.

Seusai tawa yang diberikan keduanya, Seokjin lantas mengucapkan, "Saya duluan, ya?"

"Ya ... ya. Silakan, hati-hati di jalan," kata teman Seokjin mempersilakan dirinya untuk melangkah.

Seokjin langsung bergegas. Dirinya setengah berlari saat menuruni tangga yang menghubungkan gedung ruangan dosen dengan jalanan. Dia berjalan cepat ke arah parkiran, membuka mobilnya dan duduk di atas kursi kemudi.

Omong-omong soal kendaraan yang ia gunakan hari ini. Seokjin baru saja mendapatkan kembali mobilnya setelah beberapa bulan dipinjam dan digunakan oleh saudaranya yang memang lebih membutuhkan mobilnya.

[1] Pak SeokjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang