Sudah dua hari berlalu sejak insiden kecil yang terjadi antara Seokjin dan Sojung tempo lalu.
Besok pagi Sojung sudah bisa kembali ke kampus sebagaimana biasanya. Jadi hari ini, Seokjin datang ke rumahnya untuk melihat Sojung sekaligus memeriksa isi skripsi yang katanya sudah Sojung selesaikan.
Seokjin masuk ke dalam kamar Sojung, kemudian menyapa gadis itu dan memberi pertanyaan kecil untuk sekadar basa-basi. "Kakinya udah mendingan, Jung?"
Sojung menatap Seokjin kemudian menjawab, "Udah bisa berdiri sendiri malah. Nggak perlu pake tongkat lagi."
"Wah, iya?" tanya Seokjin antusias. "Asik dong kalau gitu, bisa lari-larian lagi."
Sojung mendecak kecil. "Nggak usah ngada-ngada deh, Pak. Ya nggak lari-larian juga kali. Nanti kalau jatuh, terus tulangnya kegeser lagi gimana?"
"Ya tinggal digeser lagi, dibalikkin ke posisi yang seharusnya," jawab Seokjin.
"Enak banget kalau ngomong," kesal Sojung. "Belum aja nanti gantian Bapak yang keseleo, saya ketawa paling depan kalau Bapak nangis-nangis pas tulangnya dibenerin."
"Loh,"--Seokjin berkata sambil tertawa--"Saya 'kan cowok, Jung. Gengsi kali kalau nangis di depan dokter. Jadi nggak bakal lah saya nangis-nangis kayak kamu."
"Dih, jahat banget!" kata Sojung. "Liat aja, sekarang Bapak bisa ngomong gitu. Berlagak sok gak akan nangis. Nanti kalau beneran kejadian, terus Bapak ngerasain gimana sakitnya, liat aja ...."
"Ya jangan disumpahin juga kali, Jung. Omongan tuh doa loh. Masa kamu tega nyumpahin saya kayak gitu?"
"Lah? Sekarang coba dibalikin lagi; masa Bapak tega ngeledekin saya kayak tadi?"
Seokjin terkekeh mendengar Sojung mengucapkan kata itu. Dia menggeleng-gelengkan kepala untuk menghentikan kekehan gelinya, setelah itu mengalihkan kembali topik pembicaraan. "Mana isi skripsi yang mau kamu setor besok?" tanya Seokjin.
"Itu ada di laptop saya," jawab Sojung yang sejatinya masih setia pada posisi duduk di tepi ranjangnya.
Seokjin kemudian berjalan ke arah dimana laptop diletakkan. Badannya sedikit menunduk sebelum akhirnya mengarahkan fokus pada laptop Sojung.
Seokjin tidak sadar kalau diam-diam Sojung memerhatikannya sambil berbicara di dalam hati, "Pura-pura baik-baik aja ternyata sakit juga, ya." Sojung lanjut membatin, "Ternyata jadi orang dewasa nggak semudah yang gue bayangin. Pura-pura akur padahal kemarin habis debat, lumayan makan hati juga ...."
🖇 PRETENDING 🖇
Sekembalinya Sojung dari dapur untuk menyajikan secangkir teh untuk Seokjin, gadis itu diminta duduk di kursi depan laptop oleh Seokjin.
Seokjin mengambil cangkir di tangan Sojung, kemudian membantu menuntun Sojung supaya gadis itu bisa segera duduk di kursi tanpa terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
"Kayaknya imbuhan di paragraf itu masih ada yang salah, Jung," kata Seokjin sambil menyeruput teh hangat pemberian Sojung.
"Yang mana?" tanya Sojung.
"Itu di kalimat kedua, keempat sama kelima," jawab Seokjin yang setelahnya meletakkan cangkir teh di meja sebelah. Seokjin membungkukkan badannya lagi, menggunakan tangan kirinya sebagai tumpuan di atas meja, kemudian menunjuk bagian yang salah dengan jari telunjuk kanannya.
"Ini loh, Jung, bagian yang salahnya," kata Seokjin sambil menoleh menatap wajah Sojung yang rupanya memiliki jarak yang sangat dekat dengan wajahnya.
Sojung yang saat itu sedang memerhatikan Seokjin mendadak terkejut karena pandangan keduanya bertemu, dengan jarak yang sangat dekat.
"Ini Pak Seokjin kayak gini sadar nggak sih? Sialan, jantung gue mau copot!" jerit Sojung di dalam hati.
Sementara Seokjin hanya mengulas senyum sedikit sebelum akhirnya mengangkat kembali kepalanya ke atas. "Itu bagian yang salahnya dibenerin dulu. Saya mau ke toilet sebentar."
Sojung yang jantungnya belum kembali berdetak normal, spontan menjawab dengan gugup dan kikuk. "I-iya ...."
🖇 PRETENDING 🖇
Sojung bersikeras untuk mengantar Seokjin sampai depan rumahnya. Padahal Seokjin sudah melarang, serta menyuruh Sojung untuk segera tidur. Tapi yang namanya keras kepala, Sojung tidak mau menuruti apa kata Seokjin.
Sojung sekarang berjalan di samping Seokjin menuju pintu rumahnya. Di perjalanan dia bertanya, "Keadaan istri Bapak gimana? Udah membaik?"
Seokjin tak langsung menjawab, dia menatap Sojung dulu beberapa saat. "Keadaannya malah makin buruk, Jung. Dia kayaknya udah pasrah, nggak mau usaha lagi. Dokter bilang gitu sama saya soalnya."
"Loh, kok begitu? Emangnya kenapa dia nggak mau sembuh? Apa dia nggak inget kalau dia punya Fany?" tanya Sojung.
"Udah lama dia Jung sakitnya, mungkin dia bosen kali. Mungkin yang ada di pikirannya, ajal udah ada di depan mata dia. Usaha nggak usaha, dia juga akan meninggal nantinya."
"Tapi emangnya Bapak nggak sedih gitu kalau nantinya Bu Yoona beneran ... meninggal?" tanya Sojung hati-hati.
"Kalau ditanya sedih apa nggak, pasti saya bilang sedih," jawab Seokjin yang diam-diam membuat Sojung kembali sedikit merasa kecewa. "Tapi 'kan balik lagi, itu takdir Tuhan, Jung. Lagian saya sama Ibu, udah ikhlas kalau misalkan Yoona emang nggak bisa sembuh."
"Terus nanti Fany gimana?" tanya Sojung.
"Kamu nih gimana, jelas-jelas 'kan masih ada saya. Jadi tanggung jawab Fany pindah ke saya, sesekali nanti dibantu Ibu paling," jawab Seokjin.
Sekarang Seokjin dan Sojung sudah tiba di depan pintu. Sojung membuka salah satu pintunya, kemudian mempersilakan Seokjin untuk keluar.
"Anter sampe sini aja, ya?" kata Seokjin yang diangguki Sojung. "Yaudah, saya pulang dulu. Dah!"
Sojung yang masih berdiri di ambang pintu, memanggil Seokjin lagi yang membuat laki-laki itu berbalik ke arah Sojung. "Apa, Jung?"
"Hati-hati di jalan, ya? Bentar lagi kayaknya hujan. Siapin jas hujannya, biar nanti kalau hujannya beneran turun bisa langsung dipake," pesan Sojung.
Seokjin mengulas senyum tipis. "Iya ... nanti saya siapin jas hujannya. Udah sana masuk, nanti kelamaan kalau nungguin saya."
"Iya, ini mau masuk. Bawa motornya pelan-pelan, ya!"
"Iya, Sojung ...."
"Dah, Bapak!"
Sojung menutup pintunya, kemudian bersandar membelakangi pintu. Debaran di dadanya kembali tidak stabil, Sojung juga merasa dirinya sedikit lebih bahagia. Mungkin ini karena ... Seokjin.
"Dia tuh kenapa sih? Kadang bikin gue kesel, sedih, terus seneng kayak gini? Kenapa dia nggak terus-terusan aja bikin gue seneng kayak gini sih? Kalau kayak gini 'kan gue jadi makin sayang!" monolog Sojung dengan nada suara rendah.
"Gila emang Pak Seokjin," kata Sojung lagi. "Kenapa dia bisa ngendaliin perasaan gue? Sejak kapan, coba? SEJAK KAPAN?"
Sojung benar-benar bingung. Ternyata pura-pura baik-baik saja, tidak membuatnya merasa tersiksa. Kenyataannya, Sojung bahagia sekali hari ini.
Sojung dan Seokjin sama-sama melupakan kejadian hari itu di taman, dan inilah hasilnya. Debaran jantung Sojung beberapa kali bergerak secara tidak normal, serta senyuman gadis itu yang tak kunjung menghilang dari sudut bibirnya.
"PERSETAN GALAU-GALAU! HARI INI GUE MAU NGEHALU DULU!"
🖇 PRETENDING 🖇
Author's Note;
bjir, ngehaluin pak seokjin dy😅
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Pak Seokjin
Fiksi Penggemar#1 ― Sowjin Sojung itu seorang mahasiswi. Sudah dari dua bulan lalu dia dibebani oleh tugas wajib skripsi, ditambah lagi perintah dosen yang mengharuskannya untuk berulangkali merevisi bab-bab yang ada. Sojung mau saja menyerah, keluar dari kampusny...