✨. WHATEVER

404 77 16
                                    

Sojung pergi ke kampus diantar ayahnya. Sampai di sana, Nayeon dan Jisoo bergerak untuk membantunya. Lalu sekarang mereka bertiga sudah duduk di kursi kantin; kebiasaan rutin sebelum masuk jam pelajaran.

Sojung sedikit menghela napas sebelum memulai obrolan. "Selama gue nggak masuk, gue ketinggalan berita apa aja?"

"Berita apa? Flat aja kok, nggak ada yang hype banget," jawab Jisoo.

Sojung mengangguk mengerti, dan membulatkan mulutnya sembari melafalkan huruf o panjang.

"By the way, gimana tuh sama Pak Seokjin? Udah berhasil move on belum?" tanya Nayeon.

"Kalau dibilang berhasil move on, kayaknya nggak," jawab Sojung. "Dibilang gagal pun, juga kayaknya nggak."

"Kalau berhasil nggak, gagal juga nggak, berarti masih di tengah-tengah?" tanya Nayeon.

Begitu Nayeon mendapat anggukan dari Sojung, gadis itu terkekeh sambil menarik salah satu sudut bibirnya. "Emang dasar lo, Jung. Labil!"

"Dibilang labil, bener nggak bener sih, Nay," kata Sojung. "Intinya, gue sekarang udah mulai bisa ikhlas kok. Sekarang di pikiran gue tuh, kalau Pak Seokjin jodoh gue, ya oke. Kalau emang bukan jodoh pun ... ya udah nggak pa-pa. Cuma ... sampe sekarang gue masih suka sama dia sih. Nanti kalau emang Pak Seokjin bukan jodoh gue, terus gue ketemu sama orang yang bener-bener jodoh gue, pelan-pelan rasa suka gue ke dia bakalan ilang kok."

"Kalau kayak gitu oke sih, Jung," kata Jisoo. "Tapi kalau rasa suka lo makin dibiarin tumbuh gitu aja, apa nggak bakal jadi boomerang buat diri lo sendiri? Bisa aja obsesi lo buat milikin Pak Seokjin tuh balik lagi. Ya 'kan?"

Sojung mengulas senyum tipis. "Ya gue sih nggak tau ya, itu bakal jadi boomerang buat gue apa nggak. Tapi ... bisa aja Pak Seokjin emang jodoh gue? Masa depan nggak ada yang tau 'kan?"

"Pinter-pinter lo deh, Jung!" sambar Nayeon yang tampaknya sudah agak bosan dan jengkel melihat tingkah dan kelakuan Sojung.

Tepat rasa bahwa Nayeon yang posisinya duduk tepat di sebrangnya, Sojung malah tertawa kecil. "Intinya gue ikut alur aja deh, mau ngebawa gue kemana. Gue nggak mau mikirin yang terjadinya masih nanti-nanti. Sekarang, selagi masih bisa dinikmatin. Ya kenapa nggak, gitu loh?"

"Iya deh, terserah," kata Jisoo. "Hidup lo, urusan lo. Nanti kalau ada apa-apa, atau mau cerita, lo 'kan tinggal hubungin gue atau Nayeon. Gue sama Nayeon selain pasang badan di belakang, juga ngedukung apapun keputusan lo. Lo bahagia, kita juga bahagia."

🖇 WHATEVER 🖇

Sojung keluar dari ruangan tempat dimana dia menunjukkan hasil hard copy skripsi bab duanya. Sojung senang bukan main, dia lulus untuk lanjut ke bab selanjutnya tanpa ada koreksi sedikit pun dari dosen.

Dia buru-buru mengambil ponselnya, kemudian menghubungi Seokjin. Memberitahu–lewat pesan–bahwa dia menyelesaikan bab dua tanpa koreksi sedikit pun dari dosen berkat bantuannya.

Lima menit kemudian, Sojung merasa ponselnya bergetar―sebab pasalnya laki-laki yang menjadi guru pembimbing skripsi pribadinya itu menghubunginya lewat panggilan suara.

Sojung yang notabenenya masih merasa bahagia, lantas menjawab panggilan Seokjin dengan ria dan penuh kebahagiaan.

"Halo, Pak?"

"Halo, Jung. Beneran lolos tanpa koreksi tuh skripsinya?"

"Beneran dong!" jawab Sojung di telephone. "Semalem 'kan Bapak udah koreksi duluan skripsi saya. Jelas lolos tanpa koreksi lagi, dong!"

"Asik dong! Saya dapet apa nih, kalau udah lolos tanpa koreksi gini? Traktiran bisa kali ya, Jung?"

"Ah, Bapak! Saya 'kan pelit, mau irit uang. Nggak mau ah bagi-bagi sama Bapak, apalagi neraktir segala."

"Masa sama saya juga mau pelit sih, Jung?"

"Dih, jelas lah. Nggak ada pengecualian, ya! Emangnya Bapak siapa saya?"

"Jadi masih perlu saya jelasin siapa saya nih? Yakin kamu nggak tau saya siapanya kamu?"

"Emang siapa?" goda Sojung dari sebrang telephone.

"Saya siapa, ya?"

"Siapa?"

"Ya jelas guru pembimbing skripsi pribadi kamu yang ganteng lah! Siapa lagi coba kalau bukan itu? Pacar? Nggak 'kan?"

"Ih, kalimatnya nyebelin semua! Asli!"

Mendengar Seokjin tertawa menggelegar di sebrang, Sojung melanjutkan kalimatnya. "KETAWA AJA TERUS!"

"Oke-oke, maaf," kata Seokjin di sebrang. "Abisnya ngeledekin kamu tuh enak banget tau, Jung. Bawaannya lucu gitu kalau kamu lagi marah, sampe bikin saya ketawa."

"Hahaha, lucu, ya?" Sojung bersuara dengan nada mengejek. "Tau ah, males. Terserah!"

"Maaf, Jung. Saya 'kan cuma bercanda ...."

"Bercanda ... bercanda, tapi sampe sekarang masih ketawa. Pak Seokjin mah resek ... udah ah, saya tutup dulu telfonnya."

"Oke. Nanti pulang kamu hati-hati ya, Jung? Jangan pecicilan, nanti sakit lagi tuh kakinya."

"Iya-iya, Bapak bawel. Saya tutup telfonnya, ya? Dah!"

Setelah Seokjin juga mengakhiri kalimatnya dengan ucapan sampai jumpa, Sojung benar-benar menutup panggilan suaranya.

Dia kembali memasukkan ponselnya ke dalam tas, kemudian pelan-pelan melangkah mencari keberadaan Nayeon dan Jisoo.

🖇 WHATEVER 🖇

Setelah sekian lama dia mencari Nayeon dan Jisoo, Sojung akhirnya menemukan dua anak gadis itu di ujung kiri kantin.

"Lah, gue cariin ke tempat biasa, taunya kalian malah duduk di sini," celetuk Sojung saat berhasil menemui dua temannya.

Kemudian gadis itu duduk di atas salah satu kursi yang posisinya memutari meja, dan berakhir menaruh tasnya di atas meja bundar.

"Kenapa pake pindah tempat segala, sih?" tanya Sojung.

"Itu ... si Jisoo. Di deket tempat biasa 'kan tadi ada Taeyong, terus dia nggak mau duduk di situ. Katanya sih ... males banget ngeliat muka Taeyong," jawab Nayeon.

Sojung tertawa kecil. "Lah, belum move on? Katanya kemaren-kemaren bilang udah move on? Kok sekarang ...."

"Yah, Jung ...," Jisoo mendesah. "Lo aja yang move on dari Pak Seokjin masih labil-labilan ... apalagi gue? Taeyong 'kan mutusin gue karena dia tahu kedepannya kita bakal gimana, i mean ... karena kita udah sama-sama tahu kalau agama kita tuh beda. Jadi kita nggak bakal nikah."

"Dia emang agamanya apa, sih? Yudaisme?" tanya Sojung.

Jisoo mengangguk. "Beda agama 'kan sama gue ...."

"Sumpah sih, ini mirip ceritanya Romeo sama Juliet nggak sih?" tanya Nayeon. "Sedih banget, asli!"

"Jangan dibilang sedih dong, Nay. Nanti Jisoo makin susah move on," sambar seru Sojung. Kemudian gadis itu kembali beralih lagi pada Jisoo, "Udahlah, Soo. Mau gimana juga ... kalian nggak bakalan jodoh. Mending putus sekarang daripada nanti-nanti. Sebelum perasaan makin dalem juga."

"Nah itu lo tau, Jung," sahut Nayeon. "Lo juga harusnya sekarang bener-bener mundur, lo 'kan juga udah tau kalau Pak Seokjin itu bukan jodoh lo."

"Kok jadi nyamber ke Pak Seokjin sih?" keluh Sojung keberatan.

"Ya ... gue sih cuma ngingetin aja, Jung," kata Nayeon. "Nanti kalau patah hati 'kan, lo juga yang sakit."

"Terserah lah, gue mau pulang duluan aja!" Sojung yang jengkel karena perkataan Nayeon, memilih untuk berdiri kemudian pergi meninggalkan Jisoo dan Nayeon berdua.

🖇 WHATEVER 🖇

Author's Note;
Hi gais!😬 Apa kabar? Tugasku sungguh astagfirullah, maafin ya🙏
Selamat malming, ahiw😁

[1] Pak SeokjinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang