Hari ini Seokjin memutuskan pergi untuk mengunjungi Yoona lagi, mengingat kemarin bahwa dirinya tidak sempat pamit lantaran saat itu Yoona sudah tertidur.
Tapi karena dokter tidak mengizinkan Seokjin untuk masuk, Seokjin terpaksa hanya dapat melihat Yoona yang sedang memejamkan mata dari balik kaca jendela di depan ruangan.
Kalau dirasa bagaimana perasaannya saat ini, pasti laki-laki itu akan menjawab sakit. Walau dia tidak sepenuhnya menyayangi Yoona sebagai istrinya, bagaimana pun juga Seokjin punya rasa kemanusiaan.
Sudah lama Yoona menderita karena penyakit sialan yang dideritanya, tapi sampai saat ini tubuh Yoona tidak menunjukkan adanya kemajuan. Tubuh Yoona justru terlihat semakin kurus, pandangan mata wanita itu juga kian sayu.
Itu semua yang membuat Seokjin sering tidak tega melihat kondisi Yoona sekarang.
Dokter pernah bilang pada Seokjin, kalau dia dan keluarga memang sudah mengikhlaskan Yoona untuk pergi, semua pengobatan Yoona sebaiknya dihentikan.
Kondisi Yoona sudah benar-benar parah, mustahil baginya untuk tetap bertahan hidup. Daripada Yoona merasa sakit terus di dunia, akan lebih baik kalau Yoona dibiarkan meninggal dengan tenang. Dengan begitu wanita itu tidak perlu menjalani pengobatan yang setiap harinya rutin dilakukan.
Namun yang jadi masalahnya adalah ... dirinya sendiri; Seokjin.
Laki-laki itu benar-benar tidak siap untuk merawat Fany seorang diri. Ibunya tidak akan ada selamanya menemaninya. Apalagi seiring bertambahnya tahun, usia Ibu Seokjin semakin rentan.
Jadi mau tidak mau, Seokjin harus main aman. Dalam hal ini mungkin Seokjin ternilai sebagai laki-laki pengecut. Tapi dia begini 'kan juga bukan untuk dirinya sendiri? Dia melakukan ini juga untuk keluarganya ....
Dia harus bisa mendapatkan perempuan pengganti Yoona, sebelum istrinya itu benar-benar pergi meninggalkannya bersama Fany. Seokjin harus bisa ....
🖇 TOO HURT 🖇
Tadi Seokjin sudah kembali ke rumah, tapi ternyata di rumah kosong. Saat dia menghubungi Ibunya, Ibunya bilang bahwa Fany dia dan ... Sojung, ada di taman dekat rumahnya.
Seokjin langsung saja pergi menyusul Fany, Ibunya serta Sojung yang kedatangannya sama sekali tidak diketahui olehnya.
Fany yang sedang menyantap snack sambil duduk di bangku yang ada di bawah pohon rindang, tersenyum riang melihat ke arah Seokjin.
Sementara Sojung yang tadinya senang melihat ekspresi lahap Fany menyantap snack, langsung merubah ekspresinya menjadi tidak suka. Kedatangan Seokjin di sini, menghancurkan suasana hatinya.
Sojung makin benci saat tahu dia diperhatikan oleh Seokjin. Apalagi saat Seokjin sok peduli dengan berkata, "Loh, kamu udah nggak pake kursi roda lagi, Jung? Kakinya udah enakan?"
Sojung memutar bola matanya malas, kemudian menjawab pertanyaan Seokjin dengan deheman.
Bukan hanya Seokjin, tapi Ibunya Seokjin pun paham kalau Sojung sedang marah pada laki-laki itu.
"Bu, saya pulang sekarang aja, ya? Nanti kalau lebih lama lagi, saya bisa kesorean sampe rumah," kata Sojung pamit pada Ibu Seokjin.
Laki-laki itu spontan menyahut; walau sebenarnya dia tahu bahwa Sojung masih marah padanya. "Kamu pulang naik apa, Jung? Mau saya anter?"
"Nggak usah, Pak. Saya bisa pulang sendiri," jawab Sojung jutek. "Lagian Bapak aja nggak bawa motor ke sini. Males saya kalau disuruh nunggu."
"Tante, pulangnya hati-hati, ya? Liat-liat jalanan, biar Tante nggak jatuh kayak beberapa hari lalu," kata Fany berpesan.
"Iya deh, Fan. Nanti Tante hati-hati," jawab Sojung. "Tante pulang dulu, ya? Kapan-kapan kita ketemu lagi. Dadah!"
Sojung berusaha bangun dengan bantuan tongkatnya. Kemudian dia berjalan langsung meninggalkan Seokjin tanpa pamit dengan sepatah kata pun.
Seokjin bingung, dia rasa Seokjin harus sudahi semuanya. Sudahi aksi marah Sojung padanya. Dia menoleh sebentar ke arah Ibunya, meminta persetujuan apakah boleh dia mengejar Sojung sekarang.
Lantas, Ibunya mengangguk. Ibunya juga mengangkat dagunya ke arah dimana Sojung berjalan. Seolah-olah wanita paruh baya itu bilang, "Kejar aja. Tuh dia jalan ke arah situ."
Seokjin lantas berlari, mengejar ketertinggalannya akan Sojung. Gadis itu berhenti saat Seokjin berdiri di hadapannya menghalangi jalan.
"Jangan pulang dulu, saya mau ngomong sama kamu bentar," kata Seokjin.
Sojung memutar bola matanya malas. "Saya mau pulang, Pak. Jangan ngalangin jalan saya dong!"
"Kamu nggak denger tadi saya bilang apa?" tanya Seokjin.
"Yaudah, cepetan ngomong," balas Sojung akhirnya.
"Kamu lagi ngehindarin saya, ya?" tanya Seokjin.
"Kenapa jadi nanya? Katanya mau ngomong ...."
"Ya ... emangnya salah saya apa? Saya ada ngebaperin kamu? Saya ada―"
"Bapak kalau mau ngomong kayak gitu doang, mending nggak usah diterusin. Saya mau pulang!" potong Sojung.
"Tuh ... kamu kebiasaan, Jung. Kamu memvonis kalau saya ini salah, padahal saya sendiri nggak tau letak salahnya saya tuh dimana. Sekarang giliran saya mau tau letak kesalahan saya, kamunya malah kayak gini," decak Seokjin.
"Ya emang masih perlu saya kasih tau? Sebagai laki-laki dewasa, mestinya Bapak tuh ngerti, bisa intropeksi diri Bapak," balas Sojung. "Sekarang coba pikir, sekali lagi, apa pantes apa yang selama ini Bapak lakuin ke saya itu disebut sebagai pendekatan guru sama murid? Jujur aja, Pak, awalnya saya juga nggak kepikiran buat suka sama Bapak. Tapi 'kan ..."
"Terus kamu maunya gimana sekarang? Mau jadi istri saya? Gitu?"
Sojung menggeleng. "Bapak kalau ngomong, harusnya difilter dulu. Saya ngejauhin Bapak, selain karena Bapak guru saya, saya juga tau kalau sebenernya Bapak nggak pernah ada rasa sama saya."
Sojung melanjutkan kalimatnya, "Sekalipun suatu saat nanti Bapak ngomong, minta saya jadi istri Bapak, saya nggak bakal nerima ... kalau saya tau niatnya Bapak cuma karena pengen Fany punya sosok ibu pengganti Yoona."
"Kamu kok ngomongnya gitu, Jung? Saya jadi kayak laki-laki brengsek banget di depan kamu," kata Seokjin. "Padahal bisa aja suatu saat nanti saya berani ngomong kalau saya bener-bener tulus sayang sama kamu. Tapi kalau omongan kamu begini ... saya sakit hati, Jung."
Sojung spontan menajamkan tatapan matanya, pikirannya beradu. Apa maksudnya Seokjin berbicara begitu?
"Sekarang terserah kamu mau anggep saya kayak gimana, intinya saya cuma mau bilang; saya nggak sama kayak apa yang kamu kira. Saya nggak pernah punya niat mau manfaatin kamu, baperin kamu, atau apalah itu. Saya bener-bener tulus sama kamu, Jung. Asal kamu tau," lirih Seokjin final.
"Kalau kamu mau pulang, silakan pulang. Saya balik dulu ke tempat Ibu sama Fany," kata Seokjin. "Hati-hati di jalan, Jung. Kalau udah sampe, kabarin saya."
🖇 TOO HURT 🖇
Author's Note;
WOY! APA KABAR?!😭😭😭😭
SUMPAH SUMPAH SUMPAH, TUGASKU GAK NAHAN, BELUM LGI KEMARIN HABIS DRI KAMPUNG, JDI NUMPUK SEMUA😢
NANTI KALAU TUGASKU UDH BERES, AKU BAKAL BALIK UPDATE KAYAK BIASASTAY TUNE, GAIS! BABAY!
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Pak Seokjin
Fanfiction#1 ― Sowjin Sojung itu seorang mahasiswi. Sudah dari dua bulan lalu dia dibebani oleh tugas wajib skripsi, ditambah lagi perintah dosen yang mengharuskannya untuk berulangkali merevisi bab-bab yang ada. Sojung mau saja menyerah, keluar dari kampusny...