Sherina membantu Fani memasukkan motornya ke dalam garasi rumah Sakira.
Saat berbalik, tanah beberapa meter yang ditanami pohon hias itu segera saja menyambut penglihatan. Jejeran batu buatan berwarna hitam dan coklat yang berperan sebagai batas.
"Nanti langsung ke kamar, gue siapin minuman sama makanan dulu." Sakira memberi petunjuk.
Tumbuh dalam keluarga yang berkecukupan, dengan segala konsekuensi yang harus diterima. Sakira teramat biasa dengan suasana sepi ketika ia sampai di rumah.
Berjalan pelan, Milan dan Airani memimpin di depan agak kikuk. Rumah yang bagus dan rapi, seorang dokter yang sangat sibuk tak membutuhkan pembantu untuk membersihkan ini semua.
"Masuk aja? Malu euy,"
"Biasanya malu-maluin." Aroma kayu manis yang khas itu menyambut mereka saat Fani membuka pintu.
Meskipun sudah pernah masuk dan memperhatikan kamar Sakira lebih jauh, Sherina tetap mengamati apa saja dalam ruangan tersebut tak mau habis.
Bantal dan sprei bercorak sama, meja belajar yang menghadap kasur, lemari pakaian besar di samping kamar berwarna senada dengan tembok. Terdapat dua rak buku berbeda ukuran, mengingat Sakira yang gemar mencari wawasan baru.
Semua tersusun apik dan teratur. Meskipun terkesan penuh, Sakira pandai menata ini semua. Mulai dari bed cover sampai lantai kamar didominasi warna coklat, tanpa pikir panjang, kesan vintage yang aesthetic begitu mendefinisikan ruangan yang bersekat ini.
"Mau kerja kelompok di mana? Kayaknya pengap banget kalian di sini."
"Nah itu tahu, kamar lo kebanyakan perabot, deh. AC nggak ada gunanya sama sekali,"
"Jendelanya, Airani."
Perempuan cantik yang tadi berbicara meringis lebar saja.
"Di ruangan sebelah aja? Gue rebahan di sana lancar banget sinyalnya." Sakira memberi pilihan.
Dalam benak Sherina, ruangan tak terlalu lapang yang lebih masuk akal digunakan sebagai tempat bersantai itu berada di samping kamar Sakira.
Saat berkunjung untuk pertama kalinya beberapa bulan lalu, Yolanda—kakak perempuan Sakira sedang sibuk di ruangan itu.
Berbicara mengenai keluarga langganan olimpiade ini, sejauh yang Sherina lihat dan dengar—kedua kakak Sakira tak jauh beda dengan gadis itu, tekun dan tegas. Teramat lebih parah jika Sherina bisa menyebut, kaku untuk digapai dan didekati.
Mungkin itu menurun dari ayahnya, saat beberapa kali melihat Sakira dijemput. Tak ada senyum hangat yang terbit dari bibir pria matang itu, Sherina maklum karena bersahabat dengan Sakira baru menginjak usia bulanan. Ayahnya pun butuh adaptasi.
Untung saja tak ada siapapun di rumah ini yang membuat jantung keempat orang itu melompat-lompat. Terlalu takut sebenarnya.
"Lah nggak gatal-gatal lo rebahan?" Sherina tak tahu mengapa Fani ada saja bahan untuk menyahut.
"Sama baca buku, kalau sambil putar lagu yang tenang gitu enak. Makin kebawa suasana."
"Kebawa suasana tidur, Sa, kalau gue." Sakira tersenyum kecil mendengar kelakar Sherina.
Lima gelas yang penuh dengan air berwarna hijau muda itu terletak di nampan hitam. Pada meja yang dikelilingi sofa sederhana terdapat berbagai camilan menyehatkan. Kripik bayam, pie kentang, permen aneka buah yang ditaruh pada toples kecil-kecil.
Saat Sherina mendudukkan diri, ia melihat Sakira pergi ke kamarnya dan kembali dengan laptop berwarna putih.
"Kemarin udah gue buat kerangkanya pas pulang sekolah. Tinggal bikin kata-katanya aja, sih."
Sakira benar-benar menghabiskan waktu luangnya untuk kegiatan yang bermanfaat.
"Nyari referensi di google aja, biar tahu cara buat yang benar." Milan untuk pertama kalinya berbicara.
"Langsung salin di google aja, gampang."
Sakira mendelik tidak setuju, baru ingin mengeluarkan suara, Fani mendahului. "Nggak, woi. Airani cuma asal ceplos aja tadi, Sherina aja tuh suruh bikin. Biar cepet."
"Lagian kita dikasih tugas kan biar kerja otak makin cepet. Kreatif, nggak cuma asal comot."
"Gue cuma ngasih saran, nggak diterima ya santuy. Saran dari gue mah menyesatkan, gue buktikan sendiri soalnya." Airani melerai, caranya sangat bagus.
Sherina sudah larut membuat suara bising efek ketikannya sendiri. Bibirnya terbuka sesekali, berpikir keras sambil mengamati sekitar. Keahlian Sherina, sebatas merangkai kata dan cepat dalam hal ketik mengetik seperti ini.
Perempuan itu mendelik saat tak sengaja melihat Fani meraup beberapa makanan di toples kecil itu. Milan, Airani, dan Sakira tersenyum-senyum menghadap kamera yang disangga alat berwarna hitam. Mereka gemar mengabadikan diri akhir-akhir ini.
Terlihat hanya dirinya sendiri dan Sakira yang berusaha mendapat nilai bagus, mengusahakan sekuat tenaga. Sisanya, membantu dengan do'a, menyemangati dengan hadirnya sendiri. Lagi-lagi, pemikiran itu tersimpan rapi tanpa ada keinginan untuk mengutarakan.
Beralih ke Sakira, gadis berambut panjang yang mempunyai wajah ramah dan tak dapat terusik dalam waktu bersamaan itu sebenarnya adalah pribadi yang hangat.
Hanya dalam situasi tertentu saja Sakira berubah menjadi datar dan sedikit berpotensi menyakiti hati orang lain dengan perkataannya. Sakira orang yang banyak bicara dan riang, jika sudah berteman lebih lama.
Perempuan itu seperti mencoba tinggal dan mencocokkan diri pada kondisi yang ia hadapi. Tidak keluar dari ruang lingkup apa yang sedang dikerjakan. Jika diandaikan dengan kamera, Sakira adalah lensa fokus yang bertitik pada satu objek di depannya.
Selebihnya, perempuan cantik itu tak berbeda banyak dengan Fani, Milan, Sherina, dan Airani. Sama-sama tidak menentu.
*
Lima orang ini rambutnya panjang-panjang. Sherina Airani punya rambut bergelombang yang udah lewat punggung dan kruwil-kruwilnya hampir nyampe pantat, Fani Sakira masih di punggung tapi rambutnya lurus, kalau Milan rambutnya juga lurus tapi lebih pendek sedikiiiiit dari Fani Sakira.
Terimakasih sudah membaca, jangan lupa berikan vote dan comment.
— July 27

KAMU SEDANG MEMBACA
#1 Kompliziert (✓)
Fiksi RemajaSherina Iswari Nadindra menyukai banyak hal. Pintar, untuk masa lalunya, sebuah pengecualian. Sesuatu yang membuat hatinya menghangat, perempuan berambut panjang itu belum bisa berpikir panjang. Namanya Reno Abirahasa, tubuhnya jangkung dan besar...