31 | Sangsi Apa Maksudnya

1 0 0
                                    

Suara-suara berisik yang berasal dari ruang kelasnya itu membuat Sherina menambah kecepatan langkahnya, ingin cepat-cepat masuk. Kebanyakan, Fani dan Airani yang meramaikan, bersahut-sahutan.

"Gimana, Ran, interview-nya sama Kak Marissa?" Sherina benar-benar penasaran.

Setelah rentetan pesan yang membuat Airani terganggu kegiatannya, perempuan bertubuh jangkung itu memutuskan untuk bertemu dengan Marissa. Perempuan yang prioritasnya diambil Airani itu.

"Lancar, sih. Tapi ya gitu, cocok banget jadi meangirl," kata Airani. "Kelihatannya tenang dan nggak punya ketakutan, tapi perasaan orang mana ada yang tahu, kan."

Fani mengangguk. "Tipe-tipe Sakira banget."

"Apa?"

"Kelihatannya tenang dan nggak punya ketakutan, tapi perasaan orang mana ada yang tahu, kan." Fani menirukan persis ucapan Airani, yang entah kenapa bisa langsung hapal meski hanya sekali diucapkan.

"Tapi gue lihat Kak Shali, ya, yang riweuh."

"Iya anjir, pengin gue buka tuh matanya yang sipit."

"Mata lo nggak lebar-lebar amat perasaan."

Airani menoleh sebal, pada Fani yang tak pernah merasa bersalah. "Lo ngedukung Kak Marissa, kan? Temen apa bukan? Cuih."

"Ya iyalah. Dibanding lo, ya, Kak Marissa itu lebih punya banyak pengalaman. Tapi gue punya firasat lo bakal jadi Next Marissa Alicia Daisy, sih, nantinya." Tidak tahu apa tujuan Fani berbicara seperti itu. "Terkenal dan pro banget sama cowok."

"Wah, gue nggak tahu motif lo ngomong gitu apaan."

Karena Airani dan Fani malah asik berbincang berdua, yang lain—yang tersisa membentuk kelompok pembicaraan sendiri.

"Tadi ke kantin sendirian, Rin?" Sherina tak tahu mengapa Milan lembut sekali saat berbicara.

"Nggak, kok."

"Erin di kantin sama anak kelas sebelah, kan?"

"Weh siapa?"

"Nggak tahu. Tapi gue tanya sama Ishaq, sih, tadi." Momen langka sekali Sakira yang tidak banyak bicara itu meringis seperti ini.

"Erin sekarang sama Reno lagi, yak!" Entah darimana, Wendy yang bertubuh mungil itu menyerobot. Kedatangannya disambut keterkejutan orang-orang di sana.

"Temenan."

Wendy sengaja tersenyum, sampai bibirnya ditutupi. "Dulunya juga gitu, Rin. Inget banget aku."

"Wendy shut up your mouth and go away!" Fani langsung berseru, pada teman satu kelasnya yang sudah dianggap patner diam-diam.

"Galaque."

Sampai Wendy berlalu dari orang-orang yang duduknya di depan dan sedang asik berbincang itu, Sherina hanya mengatupkan bibirnya—seakan tak mau membuka mulut lagi.

Ada bagian dari tubuh perempuan itu yang sadar, tapi masih sangsi yang mendominasi.

"Reno yang mana, sih?" Di antara kelimanya, di antara semua orang, Airani yang paling lama menyadari sesuatu.

"Lo mentang-mentang terkenal jadi ansos gitu, ya, sat. Reno XI IPA 2 lah, yang lo nonton finalnya kemarin."

Airani mengangguk-angguk, sudah dua hari berselang baru mengetahui itu. "Makanya Fani bilang Reno tergantung Sherina, ya."

"Eh tapi, Rin." Kini Airani menoleh pada Sherina yang masih diam. "Tadi pas gue habis ketemu sama Kak Marissa ada kakak kelas cowok nyegat gue di depan belokan kantin pas hanis ketemu Kak Sanu. Nanya-nanya, siapa yang lagi sama lo, terus hubungan kalian apa. Lah gue aja baru tau sekarang, gue jawab aja nggak tahu."

Tidak hanya Sherina, Fani juga terkejut mendengar itu. "Coba kasih ciri-ciri fisik sama psikologinya."

"Sejujurnya ya ini. Ganteng, tinggi tapi kalo sama gue nggak beda jauh, matanya kayak basah terus gitu gue kira tadi habis nangis. Pas ngomong tadi gugup banget, sih, tapi gue nangkepnya kakak kelas ini emang orang pendiam."

Nama yang sama secara otomatis muncul di otak Sherina dan Fani.

"Mau apa lagi si anjing." Sepertinya, Fani akan lebih banyak pekerjaan lagi ke depannya.

*

Terimakasih sudah membaca! Jangan lupa berikan vote dan komen!

— August 30

#1 Kompliziert (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang