Begitu membuka mata, Sherina langsung menyusuri kamarnya dan mencari benda pipih berwarna hitam yang amat berharga itu.
Sembari menunggu pesan-pesan masuk, si gadis menguncir rambut panjangnya terlebih dahulu. Tidak perlu mencari kaca lagi karena Sherina sudah bisa menebak wajahnya sangat berantakan sekarang, juga mata sembap dan hidung yang menghasilkan ingus sejak kemarin.
Kira-kira, berapa ribu detik Sherina menghabiskan waktunya untuk menangis, ya?
Perempuan itu membuka grup chatnya terlebih dahulu, yang diisi keempat sahabatnya. Sepagi ini, pukul delapan lebih lima belas menit grupnya sudah ramai sekali, padahal ini hari Minggu. Seharusnya Fani masih berkelana dalam mimpi sekarang.
Setelah membaca kilat setengah dari keseluruhan pesan yang masuk, Sherina mendapat kesimpulan jika teman-temannya ini sedang membicarakan pertandingan final bulu tangkis yang sedang dilaksanakan hari ini.
Setelah gadis itu mengetikkan dua kata beberapa menit lalu, grup itu berisik lagi, langsung datang dua puluh pesan. Fani dan Airani yang menjadi dalang.
Milan :
Rin ayo nyusul GOR sini, udah dibeliin Fani tiketDapet setengah harga nih karena dukung Sasi
Airani :
Ayo, RinRame banget seperti pasar malam
Kutunggu, ya
Ya
Ya
Ya
Erin jangan dibaca tok kamu pikir aku novel?
Fani :
Gue titipin Dafa tiket lo, kalau mau masuk harus nunjukin itu duluDia ada di depan terus, disuruh langsung sama Pak Alam
Sakira :
Awas aja Rin kalo nggak datengSherina :
Iya, Uni, santaiBaru bangun tidur butuh peregangan otot terlebih dahulu
Airani :
MandiiiiiiKeburu selesai ini finalnya
Sherina turun dari tempat tidur kesayangannya setelah itu, tanpa melipat selimut terlebih dahulu dan langsung menuju kamar mandi.
Tidak membutuhkan banyak waktu, Sherina tidak suka terlalu lama berada di sana.
"Mau kemana, Rin, rapi banget?" Pertanyaan itu dilayangkan ketika Sherina baru masuk area dapur.
Tidak dijawab, sudah kebiasaan. Sebagai gantinya perempuan itu memperhatikan sang kakak yang sama rapinya sedang memasukkan suapan nasi goreng entah yang keberapa.
"Mau keluar, Mas?"
Estu mengangguk. "Iya ada urusan sebentar, mau nebeng?"
"Mau banget," jawab Sherina cepat, gerakan tangannya mengambil satu piring yang sudah terisi nasi berwarna merah dan potongan telur.
Kemudian, setelah selesai dengan sarapan dan yang lain, kedua saudara itu pergi ke tujuannya masing-masing, tentu saja Estu mengantarkan Sherina terlebih dahulu. Entah mengapa keduanya bisa serasi sama-sama memakai jaket denim berwarna biru muda.
"Sendirian?" tanya Estu begitu sampai, tidak melihat tanda-tanda Fani atau teman Sherina yang kerap datang ke rumah.
"Udah di dalem, gue telat bangun tadi."
"Oke. Pulang sama temen-temen, kan?"
Sherina mengedikkan bahu. "Nggak tahu, lo sibuk sampai nanti?"
"Nggak, nanti chat aja kalau udah mau pulang." Sherina mengacungkan jempolnya sebelum berlalu dari hadapan sang kakak.
Gadis itu mencari Dafa terlebih dahulu, mengambil tiket yang dititipkan. Setelah dapat, Sherina dengan tenang memasuki gedung, bertemu dua orang yang bertugas menerima tiket dari penonton, sendirian mencari teman-temannya tidak pernah menjadi masalah besar.
"Anjir! Nyari tempat di depan banget gue malu permisi-permisi dari tadi!"
"Woo ini dia Kak Erin, tolong partisipasinya mendukung Reno dan Nanta yang sedang sekarat poin sekarang." Airani berbicara lancar sekali.
"Lah kok bisa?"
Sakira begitu menyimak pertandingan pertama hari itu. "Reno kurang fokus, Nanta malah ikutan. Lawan bener-bener nggak bisa dianggap remeh."
"Ayo, Rin! Tunjukkan kekuatanmu!" seru Fani tak mau kalah suara dengan teriakan penonton yang lain.
Sherina tertawa sebentar, menyelipkan beberapa anak rambut agar tidak menyusahkan nantinya. Kemudian, teriakannya yang keras itu terdengar, penuh semangat untuk mendukung teman-temannya yang sedang berjuang.
Reno dan Nanta, atau Sasi yang dipasangkan dengan adik kelas.
Di dalam lapangan, di tengah ratusan mulut yang berteriak, Reno langsung mengenali suara Sherina.
Sebenarnya, sejak memasuki lapangan, keempat perempuan yang tampak familier itu sudah mencuri perhatian Reno, kurangnya Sherina juga menambah pikiran laki-laki itu.
Pusingnya belum hilang, sementara fokus dan mendapat poin harus cepat-cepat ia lakukan.
Setidaknya, teriakan dan kenyataan hadir Sherina saat itu benar-benar menyelamatkan Reno, mengurangi pekat yang sebenarnya makin menjadi beberapa saat tadi.
Sampai akhir, Sherina masih berteriak tanpa lelah, setidaknya luka yang belum sembuh itu samar terlihat sekarang, sebentar saja dapat melupakan pahitnya kenyataan. Sementara Reno, usahanya yang keras itu tetap bertahan sampai akhir, sampai peluit panjang dibunyikan, sampai teriakan penonton yang lebih keras itu terdengar lagi.
Memerhatikan sejak tadi, Fani berujar pelan. "Ketegangan ini aku yang menciptakannya, semua didasari sesuatu tak kasat mata bernama cinta,"
Sialan.
*
Wattpad-ku ke update sendiri aishh ngeselin belom terbiasa T_T
Btw terimakasih buat yang sudah baca dan memberikan jejak sangat baik!
—August 18

KAMU SEDANG MEMBACA
#1 Kompliziert (✓)
Teen FictionSherina Iswari Nadindra menyukai banyak hal. Pintar, untuk masa lalunya, sebuah pengecualian. Sesuatu yang membuat hatinya menghangat, perempuan berambut panjang itu belum bisa berpikir panjang. Namanya Reno Abirahasa, tubuhnya jangkung dan besar...