01 | Terlampau Berkarisma

26 5 3
                                    

"ANJIR!"

Gadis berambut panjang itu berteriak nyaring menyalurkan kegeramannya. Sudah menduga, bola yang ditendang dari kotak pinalti itu akan mendarat sempurna memasuki gawang.

Hari ini Sherina sedang menonton pertandingan futsal di gedung olahraga yang rutin diadakan setahun sekali.

Pas sekali Estu— sang kakak yang sedang bermain, dan baru saja timnya kebobolan karena anchor yang mendapat tugas membantu pertahanan itu tidak sengaja menyentuh kaki lawan.

Mengamati sekitar, kursi-kursi penonton yang tak sempat Sherina hitung itu hampir penuh. Dengan batas penonton berbeda kubu berupa seberang.

Sherina berdo'a dalam hati, kata kakaknya ini adalah partai final yang menjadi penentu terbawanya pulang piala kemenangan.

Apalagi ini adalah kompetisi bergengsi, dengan lawan pantas tidak bisa direndahkan. Sebanding, keduanya punya suporter yang banyak juga bersemangat, taktik penyerangan yang bervariasi, dan pemain dengan kualitas bagus.

Mencoba tenang akan waktu pertandingan yang tak lama lagi berakhir itu, Sherina tak sengaja melirik laki-laki nomor punggung 27 tadi yang merasa sangat bersalah.

Bagaimana tidak, sepanjang pertandingan, laki-laki yang entah siapa namanya itu sudah berjuang mati-matian menciptakan peluang dan menjaga pertahanan, tentu saja laki-laki itu yang paling sibuk berlari.

Karena kesalahan kecil, tidak sengaja kakinya yang hendak merebut bola dari lawan malah mengenai kaki bukan bolanya. Berakhir lawan yang mendapat keringanan pinalti karena melihat korban tadi guling-guling kesakitan atas efek yang ditimbulkan.

Menjadikan pusat perhatian, kali ini Estu menepuk-nepuk bahu laki-laki tadi memberi semangat. Kakaknya itu memang yang paling tua dan harus menjadi dewasa, jika tertinggal dan merasa tak punya harapan, Estu yang harus membakar semangat agar bangkit kembali.

Masalahnya, laki-laki nomor punggung 27 ini sangatlah berkarisma. Dengan wajah diamnya yang hanya fokus pada bola, ketampanannya bertambah kali lipat.

Apalagi perjuangannya dalam mencari peluang dengan pertahanan lawan yang di tutup rapat, patut diacungi jempol, daripada Estu yang hanya berada di sudut lapangan menunggu datangnya bola.

Tak sadar penyerangan tim kakaknya itu hidup kembali, entah sejak kapan Estu sudah berada di jantung pertahanan lawan menunggu laki-laki nomor punggung 27 tadi memberikan bola.

Sebagai pivot, tentu saja Estu bekerja di depan, dengan umpan anchor sebagai makanan lezatnya.

Berjalan bagus seperti yang diharapkan, Estu selalu menjadi eksekusi yang sempurna tidak mengecewakan. Benda bundar itu masuk lemah di sudut gawang bersama teriakan lega para penonton di belakang Sherina.

Diam-diam Sherina mengucap syukur dalam hati, tersenyum samar mencari laki-laki yang menjadi assist tadi sedang melakukan apa.

Sederhana, laki-laki yang mencuri perhatian Sherina sepanjang pertandingan itu menyisir rambutnya ke belakang menetralkan keringat, setelah meminum air mineral yang sudah tersedia di pinggir lapangan.

Tanpa diminta, pipi Sherina menjadi merah. Tak tahu mengapa, seperti ada kupu-kupu dalam perut yang beterbangan ketika melihat laki-laki tadi tersenyum tipis.

Saat itu, Sherina tanpa sadar sudah jatuh ke pesonanya. Tidak peduli apa yang terjadi nanti, katanya, sekarang adalah waktu kagum terlebih dahulu.

*

Halo! Ini adalah Kompliziert bagian pertama! Terimakasih yang sudah membaca dan memberikan tanggapan baik!

— May 31

#1 Kompliziert (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang