• Please •

348 86 38
                                    

Park Jimin merapatkan jaketnya. Udara musim gugur di pagi hari membuatnya mengigil. Terlebih saat jarum jam masih menunjukkan angka tujuh.

Entah kenapa ia bangun lebih pagi hari ini. Pergi ke sekolah lebih cepat dari biasanya. Entahlah, ia hanya khawatir.

Kim Sohyun.

Wanita itu membuatnya khawatir.

Ia hanya ingin melihat Sohyun secepatnya. Memastikan bahwa wanita itu baik-baik saja. Berharap apapun yang diucapkan wanita itu tadi malam hanyalah candaan belaka.

Jimin dengan cepat membuka pintu kelasnya. Benar-benar berharap bahwa Sohyun sudah duduk disana dan melemparkan sebuah senyum kecil padanya. Namun nihil, kursi wanita itu masih kosong.

Dan ya, melihat itu membuat jantung Jimin berpacu cepat. Terus berpikir apa semuanya baik-baik saja. Sohyun adalah tipe siswi yang selalu datang lebih cepat ke sekolah. Otaknya memikirkan berbagai kemungkinan yang terjadi, kenapa kursi itu masih kosong. Apa Sohyun telat bangun? Apa dia tidak mendapatkan taxi? Apa bukunya tertinggal di rumah?

Atau...

Apa wanita itu sudah tiada?

Jimin menggelengkan kepalanya beberapa kali. Mencoba untuk menghilangkan kemungkinan terburuk itu. Namun percuma, bayangan wajah Sohyun terus muncul di kepalanya.

Ia hanya bisa duduk di kursinya. Menunggu wanita itu datang. Berharap semuanya baik-baik saja.

Dan satu jam pun berlalu.

Sudah hampir pukul delapan. Hanya tersisa dua menit sebelum bel sekolah berbunyi. Dan degup jantung Jimin pun entah sejak kapan tak dapat ia tenangkan lagi.

Kini ia benar-benar takut. Tangan dan dahinya mulai berkeringat. Terus melihat ke arah pintu kelas berkali-kali, berharap matanya melihat wanita itu datang.

Dan saat bel masuk berbunyi. Jimin merasa seperti kehilangan akal. Kini ia benar-benar berpikir kemungkinan terburuk itu terjadi.

"Tenanglah Park Jimin, semuanya baik-baik saja."

Gumam Jimin berkali-kali pada dirinya sendiri. Mencoba untuk tenang. Setidaknya ia harus tetap tenang sampai jam sekolah berakhir. Dengan begitu ia bisa mendatangi rumah wanita itu dan melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Namun seketika pintu kelas mereka dibuka dengan kasar. Jimin sempat bernapas lega, berpikir jika Sohyun datang disana. Namun saat ia melihat Jungkook, sang ketua kelas yang kini berdiri di ambang pintu dengan nafas terengah-engah. Jimin benar-benar kehilangan harapannya. Sepertinya terjadi sesuatu pada wanita itu, pikirnya.

Jungkook sempat menahan tubuhnya sebentar di ambang pintu. Mengambil nafas sebanyak-banyaknya karena habis berlari seperti orang gila. Saat matanya dan mata Jimin bertemu, Jungkook ingin sekali berlari ke arah lelaki itu dan memukul wajahnya dengan keras. Namun ia harus mengurungkan niat itu saat guru olahraga mereka masuk.

Jungkook mencoba untuk tetap tenang. Mengontrol emosi dan ekspresi wajahnya. Duduk di sebelah Jimin, teman sebangkunya itu.

"Selamat pagi anak-anak!"

"Pagi."

Ucap semua siswa di kelas itu dengan serentak. Tidak bersemangat karena mereka harus berhadapan dengan pelajaran olahraga di pagi hari.

"Apa semuanya hadir? Tidak ada yang absen hari ini? Ah, Jungkook kursi di belakang mu kosong?"

Jungkook tersentak saat namanya dipanggil. Ia masih belum bisa fokus, pun ia hanya diam karena tidak mendengar pertanyaan gurunya.

• ALONE •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang