Part 3

1.7K 124 9
                                    

"Selamat pagi sayang." Agis mengecup bibir Gibran seraya tersenyum merekah di bibirnya.

Gibran terlonjak kaget lalu menyingkirkan tubuh Agis di atas tubuhnya dengan sedikit kasar.

"Aahh awwwshhh,," Agis meringis menerima perlakuan kasar Gibran.

Gibran membelalakan matanya ketika selimutnya tertarik oleh gerakan Agis dan terpampanglah bukti jika semalam bukan sekedar mimpi yang menyajikan surga dunia untuk ia nikmati.

Gibran menggeleng merasa dirinya di jebak tapi ia tak bisa mengelak jika ia sangat menikmati tubuh Agis sampai dini hari ia baru menyudahinya, gila memang.

"Mulai hari ini kamu milikku hanya milikku Gibran, aku tak peduli dengan perasaanmu. Kau yang merenggut keperawananku jadi kau harus bayar mahal atas itu." Gibran hanya diam menatap Agis, ia tak mengenal Agis yang sekarang. Kamana gadis lugu yang bersikap lemah lembut padanya apa itu hanya sandiwara. Gibran mengabaikan Agis, ia butuh air dingin untuk membasuh tubuh serta otaknya.

Meski ia sering melakukannya tapi tetap saja Gibran merasa di curangi. Ia lelaki bebas ia tak ingin di kekang. Dulu saja ia berselingkuh di belakang Kyra hanya ingin mengeluarkan hasratnya karena ia tak ingin merusak Kyra tapi akhirnya perbuatan bejatnya di ketahui Kyra, Gibran yang sedang menyalurkan hasratnya diapartemen tertangkap basah oleh Kyra dan saat itu pula Kyra meninggalkannya.

Kyra menyerahkan cincin kepada Gibran tanpa sepatah katapun dan saat itu Gibran hanya menatapnya tanpa mencegah kepergian Kyra.

Gibran pikir Kyra hanya pergi untuk sesaat tapi ternyata dugaannya salah, Kyra bertahun-tahun menghilang darinya bahkan orang-orang suruhan Gibran tak satupun yang berhasil menemukannya. Ya hari itu Kyra benar-benar pergi dari hidupnya. Dua kali ia membuat kesalahan yang sama dan hari itu puncak kesabaran kekasihnya tak ada kesempatan lagi untuk Gibran melanjutkan asa dengan Kyra.

Kyra membuat Gibran kelimpungan sampai terbesit dalam otaknya untuk menyerah dan Gibran mencobanya untuk melupakan Kyra meski hatinya masih terukir nama tunangannya.

Sampai suatu hari Gibran tak sengaja bertemu dengan Agis sahabat dari Kyra, saat itu juga Gibran mulai mendekati gadis itu tanpa menaruh curiga. Dan lihatlah Agis dengan mudahnya memberikan informasi tentang Kyra. Gibran bersyukur dengan hal itu tapi kini Gibran baru menyadari jika ia harus membayar mahal atas apa yang sudah Agis berikan.

1jam sudah Gibran merutuki kebodohannya dengan cucuran air shower. "Apa ini hari akhir untuk berhenti memperjuangkan cintanya pada Kyra." Gumamnya dalam hati.

Gibran keluar dari kamar mandi dan matanya menatap tajam pada wanita yang masih tertidur dengan nyenyaknya.

Gibran bergegas memakai pakaian lalu keluar apartemen dengan kabut gelap di hatinya. Ia harus menemui Kyra bagaimana pun caranya ia harus kembali bersama mantan kekasihnya.

*

"Biaaannn,,," Teriak Kyra saat melihat temannya. Apartemen Bian berhadapan dengan apartemennya jadi Kyra cukup dekat dengan pria tinggi di depannya ini.

"Tidak usah teriak kali Ky, gue enggak budek." Katanya sewot. Kyra hanya cengengesan melihat Bian mendengus sebal.

"Tumben sendirian, kemana sahabat lo?" Tanyanya yang hanya di balas dengan gelengan dari Kyra.

"Ayo masuk kelas gue mau tanyakan pada kakaknya." Ucap Kyra dengan semangat.

"Ckk,, bilang saja lo mau cari muka pada dia."

"Nah tuh tahu. Oh,, pak Agam, gue tunggu pinangan lo. " Ujar Kyra sembari melangkahkan kakinya meninggalkan Bian yang bergidik ngeri.

Mereka yang melihat mungkin Kyra adalah gadis ceria dan mudah bergaul dengan siapa saja maka dari itu Kyra selalu di sukai teman-temannya.

Saat mau pulang Kyra menyempatkan diri untuk ke ruangan dosennya siapa lagi kalau bukan Agam kakak dari Agis. Dosen muda yang berhasil menarik perhatian mahasiswi di kampus ini.

Tok tok

"Masuk."

Kyra merapikan penampilannya meski tak ada ubahnya karena Kyra hanya memakai kaos polos yang kebesaran di tubuhnya dan celana jeans sobek di lututnya. Kyra juga mengikat rambutnya dengan asal terkesan seksi meski berantakan.

"Permisi pak, maaf mengganggu. Saya mau tanya apa Agis sakit?" Kyra merutuki otak pintarnya, bagaimana jika pria di hadapannya kembali bertanya "Kenapa tidak langsung tanyakan saja kan ada ponsel." Jika apa yang di pikirannya itu terjadi mau di taruh kemana muka jeleknya ini.

Dan benar saja apa yang di pikirkan tadi benar-benar seperti mempunyai cenayang Agam berkata sama dengan apa yang Kyra gumamkan di dalam hatinya.

"Kenapa tidak langsung tanyakan saja kan ada ponsel." Ujarnya menatap Kyra dengan kening mengerut.

Kyra gelagapan lalu dengan cengiran canggung untuk menyamarkan rasa malu akhirnya Kyra mengangguk.

"Saya lupa pak kalau begitu terimakasih."

Kyra keluar dengan kepala menunduk tak menghiraukan orang di sekitarnya Kyra masih berjalan dengan menunduk sampai kepalanya terbentur benda keras.

"Aduh,,," Kyra mundur mengelus kepalanya lalu mendongak.

"Astagfirullah, setan alas." Tanpa basa basi Kyra berbalik untuk menghindari seseorang yang memang patut di hindari. Meski getaran hati menghambat langkahnya.

Namun sialnya langkah cepat menurutnya masih bisa di jangkau oleh tangan kekar yang sekarang sedang menahan lengannya.

Tiba-tiba saja tubuhnya melayang. Tidak, Kyra tidak sedang terbang dengan sayap patahnya karena tangan kekar itulah yang memanggul tubuh Kyra seperti karung padi.

Otak Kyra sepertinya terbalik sampai berteriak meminta tolongpun tak terlintas di otak pintarnya.

"Awh,, turunkan saya bajingan, kepala saya pusing bodoh." Makinya tak membuat pria itu nenurunkan Kyra. Untung hanya ada beberapa mahasiswa yang ada di kampus jadi Kyra tak terlalu malu untuk jadi tontonan.

Setelah sampai di parkiran Gibran menurunkan Kyra tapi tidak melepaskan lengannya.

"Lepas, mau apa lagi sih kita sudah tak ada urusan lagi."

"Kita harus bicara Ky sebelum semuanya menjadi rumit." Ujarnya membuat Kyra mengernyit.

"Apanya yang rumit, saya sudah bilangkan kalau kita hanya orang asing."

Gibran membuka pintu mobil lalu mendorong Kyra dengan kasar sampai kepalanya terjedot.

"Sial, kamu melukai kepala saya 2kali bangsat." Teriaknya kesal.

Gibran hanya mendengus mendengar makian mantan kekasihnya lalu mengunci pintu mobil setelahnya ia menjalankannya membawa Kyra ke suatu tempat yang sering di kunjunginya dulu.

Entah kenapa gadisnya menjadi kasar seperti ini dan lihatlah pakaiannya seperti preman pasar sangat berbeda dengan dulu yang anggun dan tutur kata yang sangat sopan.

"Kita mau kemana, apa kamu mau menculik saya? Apa kamu sudah bangkrut sampai menculik anak yatim piatu seperti saya? Atau kamu mau menjual saya? Tidak, tidak,," Kyra menggeleng lalu mengeluarkan ponselnya.

"Hallo Bi, to,,,," Mulut Kyra menganga karena ponselnya telah berpindah tangan, Gibran dengan kasar menarik handphone miliknya lalu melemparkannya ke belakang.
Kyra menengok menatap miris ke arah ponselnya yang terbelah.

"Handphone butut saya." Lirihnya dengan mata sedih lalu menatap ke arah Gibran dengan bengis.

"Aku akan ganti yang baru dan aku tidak menculikmu apa lagi menjualmu." Ucapnya dengan tenang membuat Kyra semakin menggeram kesal.

"Cih,, saya gak sudi menerima barang dari kamu." Setelah mengatakan itu Kyra membuang muka ke arah jendela.

Ia merutuki hari ini sungguh sangat sial dan ia juga menyesal telah kembali kesini.

Gibran lagi-lagi mendengus mendengar perkataan kasar dari Kyra, ingin sekali ia menghukum bibir manisnya itu agar bisa menyaring setiap kata yang keluar dari mulut Kyra.

Membayangkannya saja Gibran berkali-kali menelan ludahnya dengan kasar, sungguh efek Kyra masih berpengaruh besar pada tubuhnya.



Terjebak Masa LaluTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang