Eshal tak suka terjebak dalam suasana hening seperti ini. Ditambah berada satu ruang lebih sempit dari ruangan kantor bersama dengan Zachery.
"Pak Zach kayaknya deket banget ya sama Pak Ibnu" pada akhirnya Eshal berucap, bagi dirinya keheningan itu lebih menyebalkan, meski sebenarnya terlibat konversasi dengan Zachery juga menyebalkan. Tapi setidaknya lebih baik daripada tanpa suara.
Di kursi kemudinya Zachery sempat melirik sejenak presensi Eshal, dia hanya berdeham singkat untuk menjawab ucapan gadis itu. Baginya hanya terdengar seperti basa - basi tidak penting.
Astaga, memangnya kalau nyetir bikin orang enggak bisa ngomong ya? Tuhkan Eshal mengumpat lagi, memang jika berada didekat Zachery itu hatinya menjadi semakin kotor karena menabung umpatan "tadi saya enggak sempet bawa apa - apa. Bapak tahu makanan kesukaan pak Ibnu?" tanya Eshal lagi.
"Buah pir" balasnya lagi, teramat singkat tanpa mengalihkan sedikitpun fokus dari jalanan. Selalu saja, Eshal selalu membuat mulut bungkamnya ini menyahut.
"Selain itu? Kayaknya tadi Bapak udah bawa itu tadi" Eshal ingat bosnya itu membawa satu dus buah pir tadi.
"Jeruk mandarin" Eshal mengangguk, mungkin besok jika pulang cepat dia akan langsung membawakannya untuk Pak Ibnu.
Eshal melirik Zachery sekilas yang tengah fokus menyetir disampingnya, lengan kemeja yang sudah digulung hingga menonjolkan urat - urat ditangan pria itu. Kemudian wajah serius disana, rahang tegas, turun kehidung, bibir bawah lebih tebal dari bibir atas.
'Bu Ajeng bener, Pak Zach emang ganteng' batin Eshal.
Mata Eshal membulat saat menyadari imajinasinya yang sungguh diluar dugaan, astaga otak kenapa kamu berkhianat?! "Oh shit! Mikirin apaan sih! Orang nyebelin gitu" gerutunya.
Zachery yang mendengar semua ucapan tidak jelas Eshal menyahut "Lagi sambat sama saya?" tudingnya.
"Hah? Eng..gak, Pak" balas Eshal mengelak meski wajahnya kini tengah kikuk setengah mati. Ia mengulum bibirnya rapat - rapat takutnya kembali mengucap kalimat yang tidak seharusnya keluar.
Tak beberapa lama, Eshal sudah memasuki pekarangan komplek Wardaya, dari mobil ia sudah dapat melihat rumahnya "itu Pak, rumah warna merah marun yang sejejeran sama rumah warna biru" untunglah Eshal sudah sampai di rumahnya.
Mata Zachery menangkap presensi Zidan yang terlihat gelisah didepan rumah yang Eshal tunjuk. Dia melirik sekilas wanita disampingnya "kamu enggak ngasih tau suami kamu kalau pulang telat?" Zachery merasa menjadi orang yang bertanggung jawab sebab dialah yang mengantar Eshal pulang.
Eshal kebingungan saat mendengar kata suami. Ia belum menikah bagaimana sudah punya suami? "suami?" ulangnya untuk meyakinkannya atas pertanyaan Zachery barusan.
Zachery memutar bola matanya malas, masa hal begitu saja tidak mengerti "Itu, bukannya suami kamu?" matanya melirik Zidan, kemudian menghentikan mobilnya tepat dihadapan Zidan.
Eshal menatap bosnya tak percaya sampai tak beberapa lama sebuah tawa pecah begitu saja "Pak, siapa deh yang bilang sama Bapak kalau Zidan suami saya?" sumpah ia sampai terkikik geli mendengar penuturan si bos yang mengatakan jika Zidan adalah suaminya.
Jadi, bukan? Zachery masih menatapnya tegas dengan kerutan didahi tak mengerti.
"Zidan is my cousin, sir" pernyataan itu sukses membuat Zachery mendesis kesal. Sumpah ia malu. Awas saja Thufail sudah berani membohonginya! Mati dia besok jika bertemu dengannya!
Zachery menurunkan kaca spionnya sehingga Zidan dapat melihat dirinya dan juga Eshal.
"Makasih banyak ya Pak udah dianterin" Eshal segera turun dari mobil dan menghampiri Zidan.
"Eshal! Bikin khawatir aja!" ujar Zidan pada akhirnya melihat sang sepupu yang sejak satu jam lalu tak bisa dihubungi.
Eshal meringis "Maafin. Hapenya mati, Dan" sahutnya menyadari kesalahannya tidak memberi kabar jika pulang terlambat.
"Makasih Pak Zachery, udah nganterin Eshal" Zidan tersenyum sopan pada Zachery yang sudah mau mengantar sepupunya ini pulang di malam hari begini.
"Hmm. Saya pergi" balas Zachery singkat. Ia ingin segera pergi dari sana sebab rasanya sangat mengesalkan saat melihat wajah Eshal yang mengulum bibir rapat menahan tawa yang akan pecah namun tertahan.
"Apa perlu kenalan lagi Pak sama sepupu saya?" sahut Eshal tersenyum senang, senang karena melihat wajah malu Zachery.
Zachery memilih tak menjawab dan menyalakan mesin mobilnya "saya pergi" tandasnya melesat menjauhi kediaman Eshal.
"Allah maha pengasih lagi maha penyayang. Hari buruk aja bisa langsung berubah jadi hari paling nyenengin!" tawa Eshal lepas setelah mobil Zachery yang sudah meluncur menjauhi pekarangan rumahnya. Sementara Zidan menatapnya dengan raut wajah yang kebingungan.
"Heh kenapa sih?" tanya Zidan melihat gelagat aneh Zachery tadi juga ekpresi yang terlampau senang dari Eshal.
"Tahu enggak, Dan? Si santapan ikan piranha itu ngira kamu suami aku!" tawa kembali menghiasi wajah manis milik Eshal. Kesalnya selama seharian menguap begitu saja. Rasanya puas sekali.
Zidan menatap sepupunya tak percaya. Suami? "siapa yang bilang kayak gitu?"
Eshal mengangkat bahunya "enggak tahu. Yang jelas aku berterimakasih banget sama dia" lagi - lagi ia tertawa dengan sangat puas "lihat enggak tadi? Si bos nyebelin nahan malu gitu pas tahu kamu bukan suami aku"
Zidan menggelengkan kepalanya melihat Eshal yang masih tertawa "jangan ngetawain berlebihan. Hati - hati loh entar malah kualat" ingat Zidan.
"Tenang aja malaikat Zidan. Allah kan maha adil, seharian dia marahin aku habis - habisan. Sekarang dapet balesannya" Eshal menggandeng tangan Zidan untuk masuk kedalam rumahnya.

Sepanjang perjalanan pulang, Zachery banyak merutuk terutama untuk Thufail. Awas aja bapak satu anak itu, besok mungkin dia tidak akan utuh lagi— gajihnya.
Bisa - bisanya dia bilang kalau pria bernama Zidan itu adalah suami Eshal. Sekarang mau taruh dimana wajahnya? Wanita itu sekarang pasti tengah menertawakannya. Ah memikirkannya saja membuat Zachery kesal setengah mati.
Zachery turun dari mobil yang sudah berhasil ia parkirkan di garasi rumah. Ia melanjutkan melangkah kedalam rumah bergaya klasik itu. Namun tungkainya harus terhenti saat suara halus nan lembut itu mengalun "Aqsa, udah pulang?"
Yang dipanggil melirik, ada tatapan tidak suka dari Zachery saat melihat sosok yang kini berdiri disampingnya "hmm" dia hanya berdeham untuk merespon, tak ingin mengucap banyak kata pada wanita paruh baya ini.
"Udah makan? Kalau belum Ibu siapin makan ya?" Tidak ada yang salah dari perkataan yang Mayang lontarkan, hanya saja Zachery benci, benci saat wanita paruh baya itu berucap seperti seorang ibu yang peduli padahal yang ia lihat kenyataannya tidak seperti itu.
"Enggak perlu berpura - pura peduli, tetaplah jadi egois seperti yang biasanya ibu lakuin" Zachery berlalu dengan perkataan penuh kebencian, yang seharusnya tidak ia lontarkan pada wanita yang sudah melahirkannya ke dunia.
•
•
•
KAMU SEDANG MEMBACA
AFFAIRE D'AMOUR
ChickLit╭ αffαírє d'αmσur (n.) huвungαn cíntα sαmα tídαk pєrcαчαnчα tєrhαdαp cíntα mєnαrík mєrєkα sαtu sαmα lαín. ╯ ••• "Kamu sengaja sakit buat ca...