Episode 25: Kita & Cerita

520 44 1
                                    

Kejadian kemarin malam. . .

Zachery mengemudikan mobilnya meninggalkan pelataran rumah Eshal. Pikiran lain kini menginvansi dirinya, tentang pertemuannya dengan sang ibu. Dunia ini memang tak seluas yang kita pikirkan.

Dia tak pernah ingin lebih dekat dengan ibunya. Wanita yang telah turut andil membuat sosok ayah yang paling ia kagumi, ia hormati harus pergi meninggalkannya. Jika akan menjadi egois lalu kenapa berani menjalin rasa berdua yang seharusnya diarungi bersama.

Semakin Zachery ingat hal itu justru membuatnya semakin marah. Sampai saat ini dia hidup dalam bayang - bayang masa lalu, dimana ibunya mengusir mati - matian sang ayah dari rumah kakek. Sampai ayahnya benar - benar pergi.

Padahal rasanya saat tadi dia bersama Eshal, sama sekali dia tidak memikirkan hal ini. Meski sempat dan itu hanya unyuk sesaat, sebab setelah Eshal bertanya apa ia baik - baik saja, pusat pikirannya langsung berubah.

Dia memutar balik arah kemudinya, padahal hanya tinggal 3 blok lagi menuju rumahnya. Dia akan memastikan sesuatu. Sesuatu yang menyangkut dengan kewarasannya.

Sampai dia sudah menginjakkan kaki didepan rumah Eshal lagi saja pada malam begini, kewarasan Zachery memang nampaknya perlu dipertanyakan. Hal - hal logis seperti hilang dalam dirinya.

Cinta? Tidak mungkin, itu pemikiran yang terlalu jauh.

Tertarik? Mungkin saja. Semua orang bisa saja memiliki hal ini bukan? Toh Zachery juga masih lelaki yang normal.

"Siapa kam—Pak?! Ada yang ketinggalan?"

Lagi. Zachery merasa dimensinya seakan tersedot pada presensi Eshal. Sampai dalam beberapa detik ia terdiam. Logisnya tak dapat berjalan memikirkan suatu respon untuk pertanyaan yang Eshal lontarkan barusan "saya minta cokelat panas. Bisa?" Hanya itu yang terlintas. Saat dirinya tak sengaja menengok kearah meja makan dari pintu, terdapat dua cangkir bekas cokelat disana.

"Coklat panas? Malam - malam begini?"
Wajah bingung Eshal tak dapat disembunyikan gadis itu. Tapi dia masih mempersilahkan Zachery masuk dengan keadaan pintu ruang tamu yang dibiarkan terbuka.

Zachery menunggu. Sedang Eshal beranjak ke dapur dengan puluhan pertanyaan dikepalanya.
Bosnya kenapa?
Mendadak minta cokelat panas?
Tidak mungkin kan rumahnya tidak punya hanya sekedar secangkir cokelat panas.

Eshal mengangkat bahunya tak mau ambil pusing. Anggap saja sedang bersedekah pada orang yang membutuhkan.

Hey tidak - tidak, dirinya tidak mengatai Zachery tunawisma. Pria itu hanya orang yang sedang membutuhkan secangkir cokelat. Sekilas dari tatapan bosnya ia menangkap kebingungan disana. Apa dia salah?

"Silahkan pak"

"Zach" sahut Zachery gemas. Lagi - lagi Eshal memanggilnya dengan sebutan 'bapak'. Entah sejak kapan Zachery lebih suka Eshal memanggilnya tanpa tambahan 'Pak'.

Ia melirik Eshal yang baru saja duduk dihadapannya. Meluncurkan ucapan terimakasih dari bibirnya lalu mencoba menyeruput cokelat hangat dihadapannya.

"Saya mau tanya pak- sorry maksud saya Zach. Agaknya secangkir cokelat panas enggak punya alasan sekuat itu sampai bikin kamu kesini. Iya 'kan?" Eshal menatap Zachery yang tengah menikmati cokelatnya.

Lelaki itu melirik. Memang cokelat tidak seburuk yang ia bayangkan. Rasanya tidak seburuk yang pernah ia coba dari Afsana sebelumnya, terlalu manis.

"Kombinasinya pas. Tidak terlalu manis, aroma cokelatnya juga kuat. Sedikit pahit. It's perfect"

Sejenak Eshal terdiam. Dia tidak mau berpikir berlebihan tentang sikap Zachery beberapa hari terakhir. Dia tidak seacuh itu untuk mengerti sikap - sikap aneh yang Zachery lakukan padanya. Tapi dia tak mau berpikir sejauh itu. Mungkin saja Zachery memang memiliki sifat - sifat yang belum ia ketahui sebelumnya. Atau semua kearoganannya telah berhasil disedot bersih oleh Pupu?

"Kalo gitu, setelah habis silahkan pulang" tandas Eshal khawatir perasaannya terlibat terlalu jauh.

Setelah dua kali tegukan Zachery meletakkan cangkirnya diatas meja. Netranya beralih menatap Eshal yang kini menyibukkan diri dengan ponselnya.

"Acara sekolah yang disinggung Kirana, saya bersedia buat ikut hadir"

"Enggak perlu, Zach" Eshal menggeleng menolak secara langsung. Untuk apa Zachery harus masuk lebih dalam.

"Tapi saya enggak keberatan sama sekali"

Eshal menghela napasnya kasar. Zachery akan tetap menjadi seorang Zachery si dominan keras kepala"Kamu yang merasa enggak keberatan, apa kamu lupa untuk tanya pendapat saya? Saya Kakaknya ngomong - ngomong" tekannya diakhir kalimat.

Zachery dapat menangkap raut kesal dari Eshal. Sepertinya dia memang salah. Tetapi yang aneh lelaki itu malah tersenyum.

"Oke saya minta maaf kalau cara yang sebelumnya salah" sejenak lelaki itu mencondongkan tubuhnya untuk lebih dekat dengan Eshal "Iya, saya mau minta izin sama kamu Eshal. Boleh saya ikut hadir diacara pentas sekolah Kirana?" Entah kenapa hal - hal sekecil apapun dari dalam diri Eshal dia mulai menyukainya.

Sementara Eshal mengerutkan keningnya. Tatapannya bingung memandang Zachery yang malah tersenyum semakin gila.

"Saya lihat Kirana jadi inget adik saya, Afsana. Mereka pernah ada di posisi yang sama"

Hening tercipta diantara keduanya untuk beberapa saat.

"Afsana, saat itu masih umur 9 tahun. Padahal itu acara pentas sekolah, dia latihan sudah 3 bulan untuk mempersiapkan acara itu. Tapi dia malah dihadiahi hal yang paling buruk bagi seorang anak" Zachery menyandarkan punggungnya di sofa. Matanya menerawang ke masa lalu. Ada luka yang terpancar dari sorot manik hitam kelam itu.

"Selama saya bisa bantu, jangan sampai Kirana merasakan hal itu. Ya tentu, saya hadir harus dengan izin kamu"

 Ya tentu, saya hadir harus dengan izin kamu"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AFFAIRE D'AMOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang