Episode 11: Jadi Siapa Yang Nyebelin?

1.9K 201 1
                                    

Pekerjaan yang Eshal miliki hari ini sudah rampung. Gadis pemilik 11 sepatu berwarna marun itu kini tengah bersiap, membereskan beberapa barangnya kedalam tas. Syukurlah dia bisa pulang lebih cepat jadi bisa makan malam bersama gadis kecilnya.

Saat ia mengangkat tas marunnya, dering ponsel terdengar nyaring dari dalam tasnya. Membuat dirinya mengurungkan niat untuk melangkah pergi untuk mengambil ponselnya lebih dulu.

Halis tebalnya bertaut bingung menatap layar ponsel yang menampilkan panggilan dari nomor baru yang tidak masuk kedalam kontaknya "assalamualaikum. Ini dengan siapa?" ucapnya setelah menggeser layar hijau di layar.

"Waalaikumsalam nak Eshal, ini Eyang" suara berat nan dalam menyahut diseberang sana.

"Yaampun, Eyang! Eshal kira siapa" Eshal membubuhi kekehan diakhir kalimatnya "nanti Eshal langsung simpen nomor Eyang habis ini" sambungnya.

"Iya, harus disimpen. Udah mau pulang?"

"Iya, Eyang. Baru aja beresin tas. Eyang kangen ya?" canda Eshal yang membuat tawa kekehan ringan terdengar dari Eyang ali pecah.

Sisa kekehan masih tersisa sampai eyang Ali menarik napas "yah Eyang ketahuan—" kalimatnya terhenti saat teringat sesuatu yang hendak ia sampaikan "oh iya kalo udah mau pulang bareng Aqsa saja. Dia nanti anterin kamu"

Mendengar nama Bosnya disebutkan, Eshal membulatkan kedua matanya. Satu mobil lagi dengan Zachery? Tidak deh. Cukup sekali saja ia harus menghadapi keheningan sepanjang perjalanan bersama Zachery saat pulang dari RS menengok Pak Ibnu. Ia tak ingin lagi.

"Enggak usah, Eyang. Masih sore lagian, transjogja juga masih banyak. Nanti malah ngerepotin pak Zachery juga" Eshal merapal do'a menolak bala— berharap penolakannya dapat diterima. Astaga dia dosa tidak ya berdoa seperti ini. Habis jika diantar Zachery itu tidak ada untungnya sama sekali yang ada malah buntung nih pita suara gara - gara nanggepin kesombongannya.

"Enggak ngerepotin sama sekali nak Eshal. Eyang udah minta tolong sama Aqsa dan dia enggak nolak. Yaudah sana pulang keburu makin sore, hati – hati di jalan. Eyang tutup ya"

Bahu Eshal turun, penolakannya gagal "iya, Eyang. Makasih ya" ia menghela napasnya kasar setelah mendengar eyang Ali menutup sambungan. Bersamaan dengan itu, pintu ruangan Zachery terbuka dari dalam menandakan orang dari dalam ruangan itu akan keluar.

Itu Zachery dengan wajah datar dan—jengah "cepet!" sahut si pria tanpa menatap lawan bicaranya berjalan dihadapan Eshal.

"Cepet ngapain, Pak?" mata Eshal mengerjap, bosnya ini keluar dengan muka datar, lalu mengucap kata sembari setengah membentak. Perasaan hari ini dia tidak melakukan kesalahan apapun.

Pantofel Zachery berhenti mengetuk lantai, tubuhnya memutar hanya untuk menatap tajam manik yang tak pernah gentar menatapnya "enggak usah pura – pura enggak ngerti. Saya yakin Eyang udah nelpon kamu" dengan nada ketus seperti biasanya.

Dasar nyebelin! Mulutnya, astaga! "kalau Bapak keberatan saya bisa naik transjog—" Eshal sangat yakin mood Zachery sangat jauh dari kata baik. Terpaksa mengantar sekretaris yang lebih bisa dibilang sebagai musuh. Itu akan merusak harga diri Zachery, pria itu akan merasa semakin terkalahkan dalam strata kantornya.

"Saya memang keberatan! Enggak usah banyak ngomong, cepet!" mau keberatan bagaimana pun jika perintah turun dari sang Eyang dirinya tak dapat menolak.

Sama seperti yang Eshal bayangkan, suasana di mobil dalam perjalanan menuju rumah Eshal sangat hening, terlampau hening sampai rasanya ia bisa mendengar suara detak jantung miliknya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sama seperti yang Eshal bayangkan, suasana di mobil dalam perjalanan menuju rumah Eshal sangat hening, terlampau hening sampai rasanya ia bisa mendengar suara detak jantung miliknya sendiri. Ia bingung harus memulai percakapan dari mana melihat wajah keras Zachery yang tak kunjung melembut membuatnya sedikit ciut sebenarnya.

Eshal kembali melirik entah untuk keberapa kali, memastikan wajah keras Zachery mengendur sedikit. Kemudian ia berdeham untuk meredakan tenggorokan keringnya "eyang Ali ternyata temen ngobrol yang santai ya. Enggak nyangka aja, soalnya waktu masih menjabat beliau sosok yang tegas" tapi tidak semena - mena seperti cucunya "Gimana menurut Bapak?" Eshal mengulum bibir karena secara spontan berucap. Dia memang sulit bertahan dalam keheningan.

Zachery memutar kemudinya kekanan di persimpangan "kamu lagi mencoba buat mengorek informasi pribadi saya?" tanpa mengalihkan pandangan sedikitpun, kalimat balasan meluncur dengan dingin.

Mulut Eshal sedikit terbuka, sebab tidak menyangka dengan jawaban yang keluar dari mulut ketus itu. Pu, masa kamu harus aku kantongin sih setiap lagi deketan sama pak Zachery, mulutnya itu loh perlu banget pembersih dan penyaring "enggak gitu juga kali, Pak!"

"Terus, basa – basi?" dengan wajah yang sama datarnya.

Menciptakan konversasi bersama Bosnya hanya akan menuai kontroversi saja. Selain buntung pita suara, berbicara dengan Zachery itu selalu bikin emosi meletus. Pria ini mengapa sangat curigaan sekali sih!

"Bukan basa – basi, saya cuma mau ngobrol doang. Ngobrol layaknya mahluk sosial."

"Saya bukan mahluk sosial yang kamu maksud berarti" tegas dan penuh penekanan. Zachery tidak suka saat orang asing yang bertingkah sok dekat dengannya.

Kini dirinya tak dapat lagi menahan rasa geram yang sudah siap meledak dari ubun – ubun "apa salahnya sih ngobrol? Lagian saya juga enggak tertarik sama informasi atau apapun tentang Bapak! Cuma aja Eyang emang udah baik banget" ucap Eshal.

"Cuma karena satu kali makan siang, kamu jangan ngerasa udah deket banget sama Eyang saya. Saya enggak orang nyebelin macem kamu deketin orang – orang terdekat saya. maksud saya nganterin kamu buat ngomong ini" Ungkap Zachery dari hatinya yang terdalam. Benar - benar ucapannya paling tulus.

"Sudah sampai, buruan turun!" Zachery melirik rumah marun disebelah kanannya.

Hati Eshal sungguh tertawa keras, orang menyebalkan menyebut orang lain menyebalkan? Apa tidak salah? "oh gitu ya Pak? Bukan maksud lancang nih ya pak. Tapi urusan saya sama Eyang. Jadi selama Eyang belum nyuruh saya ngejauh, jelas saya enggak perlu izin Bapak. Makasih ya Pak tumpangannya!" Eshal menarik salah satu sudut bibirnya mencipta senyum sebelum benar - benar keluar dari mobil hitam Zachery.

Zachery menggeram kasar "dasar bebal!" kenapa gadis itu selalu membuatnya panas seperti ini!



•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AFFAIRE D'AMOURTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang