Bosan

1.4K 156 2
                                    

Pagi-pagi Arum sudah duduk termenung di kuris ruang tamu, ia merasa seperti tak berguna dengan keadaannya yang tidak bisa apa-apa, mengharapkan tangan satu saja tidak bisa membuat Arum bekerja seperti dahulu, ia bosan karena setiap hari hanya berdiam di rumah, ia merasa tak berguna, yang ada ia hanya menjadi beban keluarganya. Ganti baju saja ia butuh pertolongan, itu hanya hal kecil, belum yang lain, andai ia bisa melakukannya sendiri, tidak mungkin ia meminta bantuan Ibu dan Kakaknya, ia selalu merepotkan mereka untuk membantunya.

"Rum, minum obat dulu"

Satu hal yang juga membuat Arum bosan, yaitu minum obat, ia bosan, karena obat yang selalu ia minum sehari-hari. Ia harus membagi waktunya untuk meminum obat untuk menghilangkan rasa nyeri kepala, nyeri tangan dan obat penenang sebagai ganti obat yang dulu ia konsumsi.

"Arum boleh jujur? Arum bosan, lelah minum obat mulu"

"Kamu harus tetap minum obat biar lekas sembuh, ini adalah salah satu ikhtiar agar kepala kamu tidak nyeri lagi"

Arum hanya bisa pasrah dengan kepadanya, sembuh adalah keinginan terbesarnya saat ini, agar ia bisa beraktivitas seperti biasanya.

Arum mengambil obat yang Jihan berikan, kemudian ia memasukan kedalam mulutnya.

"Sudah minum obat, sekarang ke kamar istirahat"

"Arum sudah banyak istirahat Bu, Arum bosan di kamar mulu, izinkan Arum duduk di sini"

"Baiklah, tapi sebentar saja ya, kamu itu belum sembuh, dan harus banyak istirahat"

"Siap Bu"

"Ibu ke dapur dulu"

"Iya Bu"

Jihan sudah tidak bekerja lagi, ia memutuskan berhenti semenjak Arum masuk rumah sakit, Jihan ingin fokus menjaga Arum, karena ia tau saat ini Arum sangat membutuhkan bantuan darinya.

Arum beranjak menuju teras rumahnya, ia ingin menikmati angin pagi di luar sana. Arum duduk di kursi yang ada di teras itu, sambil menatap jalan Raya, karena rumahnya berhadapan dengan jalanan.

"Eh Arum?"

"Lama tidak melihat kamu. Kemana aja?" tanya Ibu-ibu itu yang lewat di depan rumahnya.

"Kemarin Arum kuliah di luar kota Bu" jawab Arum terpaksa berbohong.

"Oh pantasan gak pernah liat"

"Iya Bu"

Arum tidak menyangka, ternyata ada orang yang sadar bahwa selama ini ia tidak pernah lagi terlihat di area sekitar rumahnya, Arum kira orang-orang tidak memperdulikannya dan tidak memperhatikannya.

"Arum"

Arum tersenyum kearah orang yang memanggilnya.

"Kalian? Pagi-pagi ke sini ngapain?"

"Ya mau jenguk kamu lah"

"Alololo...senangnya pagi-pagi sudah di jenguk. Gak kerja?" tanya Arum

"Lupa atau hilang ingatan? Hari ini kan tanggal merah" ucap Putri

"Oh ya? Aku tidak pernah tau tanggal lagi, hari pun kadang aku tidak tau. Duduk sini"

"Sendiri?" tanya Yasmin

"Gak, ada Ibu di dalam"

"Tangan gimana?"

"Ya ginilah, masih sakit, apalagi waktu malam, nyut-nyutan"

"Nih barang-barang kamu" Putri menaruh tas besar yang berisi barang-barang milik Arum.

"Ngusir nih?"

"Eh bukannya gitu, biar kamu gak capek-capek ke rumah ku ngambil barang-barang ini"

"Bercanda kok. Makasih banyak-banyak Put, terimakasih sudah sudi memberikan ku tempat tinggal, terimakasih atas segalanya, pokonya terimakasih lah, karena sudah banyak sekali kamu membantuku, dan Yasmin, aku juga ingin ucapkan terimakasih, karena kamu juga sudah banyak membantuku, tanpa kalian bagaimana kah aku"

"Sama-sama...aku juga ingin berterimakasih, karena kamu sudah memasak makanan yang enak untuk kami, kamu jaga sarapan dan makan siang kami sehingga tidak kelaparan"

"Iya Rum, makasih ya. Nanti bakalan sering makan mie instan lagi dong karena kamu gak ada. Pasti rindu masakan kamu"

"Tenang nanti aku akan sering ke rumah buat masakin dan bertemu kalian"

"Janji?"

"In Syaa Allah"

"Kami tunggu!"

"Iya"

"Eh ada Putri dan Yasmin?"

"Iya Bu, mau liat kondisi Arum"

"Sebentar Ibu bikinkan minuman dulu" ucap Jihan kembali masuk ke dalam rumah.

"Sakit?" tanya Yasmin sambil menyentuh lengan Arum.

"Kalau di sentuh gitu gak sakit asal jangan di pukul"

"Kapan mulai menemui Dokter Adit?"

"Senin nanti, sampai kepala ini tidak pusing lagi, kadang sakit nya mendatang"

"Iyalah, kan benturannya cukup keras. Syukur kan? Allah berikan kesempatan lagi untuk kamu Rum, saat kamu koma aku benar-benar takut, takut jika kamu pergi untuk selamanya, tidak sanggup aku lama-lama melihat kamu terbaring di sana"

"Itulah yang sampai sekarang sangat aku syukuri, Allah berikan kesempatan lagi untuk berubah menjadi lebih baik, untuk melanjutkan kehidupanku. Karena sebenarnya kenapa aku masih hidup sampai sekarang karena dosaku masih banyak sedangkan amal ku? Mungkin lebih banyak dosa yang ku miliki dibandingkan dengan amal, Astaghfirullah...lagi dan lagi Allah berikan kesempatan"

"Alhamdulillah...kamu orang yang terpilih yang Allah berikan kesempatan Rum, karena tidak semua orang mempunyai kesempatan itu, ada orang yang ingin bertobat dan berubah menjadi lebih baik tapi katanya nanti, namun Allah terlebih dahulu membawanya pulang sebelum ia sempat bertaubat. Nih yang di samping ku nih kapan dia mau bertobat"

"Eh aku? Entahlah...aku masih ragu untuk ikut kalian, untuk saat ini biarlah aku memperdalam dan mencari tahu tentang islam, untuk berpindah itu aku masih ragu"

"Tidak apa-apa, kami tidak memaksa, karena hal itu harus dilakukan tulus dari hati kamu Yas"

"Doakan ya"

"Ini minumannya, di minum. Ibu mau ke warung sebentar"

"Makasih Bu"

"Titip Arum ya Ibu ke warung dulu"

"Ibu nih, seperti anak kecil aja Arum di titipin segala"

"Takut kamu kabur, atau jalan-jalan kemana gitu. Dah Ibu ke warung dulu" ucap Jihan

"Iya Bu"

"Di minum teh nya"

Putri dan Yasmin segera mengambil cangkir berisi teh di atas meja. Arum menatap mereka berdua, Arum bersyukur, Allah hadiran mereka dalam  kehidupannya.

ARUM (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang