Ada sesuatu yang membuat Arum bahagia, pagi tadi polisi menghubunginya dan memberitahu, bahwa Reza sudah di tahan, polisi juga menceritakan ada banyak foto-foto Arum di hp Reza, tidak hanya itu, polisi menemukan obat yang Reza berikan pada Arum waktu malam itu. Arum bersyukur Reza sudah masuk ke sel tahanan, itulah balasan untuk Reza, Arum tidak rela, fotonya tanpa hijab tersebar, auratnya di lihat oleh banyak pria, ia tidak rela.
Perlahan Arum mulai bangkit, mulai ikhlas menerima takdir yang Allah berikan untuknya, Arum berbenah diri untuk menjadi Arum yang dulu, bukan ingin menjadi lebih baik dari orang namun ingin menjadi lebih baik dari dirinya yang dulu.
Arum menatap orang yang baru saja duduk di kursi kosong. Arum berdiri, ia melangkah menghampiri pria itu.
"Ustadz mau minum apa?"
"Eh dari mana kamu tau saya ustadz?"
"Antum Ustadz Arifin kan?"
"Iya itu nama saya"
"Saya pernah liat Ustadz waktu saya ke pesantren Al-ikhlas, teman-teman saya yang memberitahu nama ustadz"
Ustadz yang ada di depan Arum masih muda, tidak hanya muda, dia juga memiliki wajah yang tampan, ia salah satu ustadz yang di kagumi para santri wati, mereka memberi gelar Ustadz Jamil, yang bermakna tampan, Arum sedikit tau tentang Ustadz itu, karena teman-temannya di pondok pernah menceritakan tentang Ustadz itu. Dulu Arum hanya bisa melihat ustadz itu dari jauh, sekarang ia bisa melihat ustadz itu secara dekat bahkan di depannya.
"Kamu ke pondok ngapain?"
"Saya menemui teman-teman saya Ustadz, sekarang mereka sudah mengabdi di sana"
"Teman? Siapa?"
"Emma, Nisa dan teman-teman lainnya itu teman saya"
"Oh...kamu pernah mondok? Eh maaflah saya jadi banyak nanya"
"Tidak apa-apa. Iya saya pernah mondok, tapi cuma tiga tahun saja. Hem...Ustadz mau apa?"
"Saya mau kopi rasa mocha"
"Ada lagi?"
"Tidak, itu saja"
"Baiklah tunggu sebentar ya"
"Makasih"
Arum tersenyum manis menjawabnya. Arum mengantarkan kertas pesanan Ustadz itu.
"Kak Fia, mocha satu"
"Oke"
Arum duduk kursi yang ada di pantry, ia ingin dirinya sendiri yang mengantar minuman itu pada ustadz.
"Salahkah aku kagum dengan Ustadz? Astaghfirullah...mimpi apa kamu Rum"
"Ini Rum"
"Makasih Kak"
"Buat siapa? Pak Dosen?"
"Bukan, Ustadz"
"Waduh Ustadz? Mana dia?" Fia keluar dari pantry hanya ingin melihatnya.
"Wow...wow...ganteng banget Rum...itu beneran ustadz?"
"Iya" Arum meninggalkan pantry sambil membawa secangkir kopi.
"Ini"
"Makasih"
"Sama-sama. Saya permisi dulu"
Arum menuju meja yang sudah tidak ada lagi orang, ia membereskan cangkir dan piring yang ada di meja itu. Tanpa Arum sadari, Ustadz di ujung sana sedang memperhatikan Arum.
🥀🥀🥀
Arum menutup pintu, ia sudah sampai rumah dengan selamat. Seperti biasa, ia pulang jam sepuluh malam.
"Eh belum tidur Yas?"
"Belum. Nih gara-gara film hantu ini aku tidak tidur" ucap Yasmin sambil mengisap rokok yang ada ditangannya. Arum maupun Putri sudah terbiasa dengan sifat Yasmin. Putri mengizinkan Yasmin tinggal di rumahnya karena ia perihatin, Yasmin kabur dari rumahnya, ia pun biasa saja melihat Yasmin yang sering minum-minuman dan merokok, seburuk apapun sifat Yasmin, Putri dan Arum tetap menganggapnya teman.
Arum ikut duduk di sofa, ia menatap bungkus rokok yang ada di meja. Ia pernah merasakannya, bahkan sejak kelas 4 SD Arum sudah mengenal rokok dan menikmatinya, karena dahulu ia mempunyai banyak teman laki-laki sehingga apa yang teman-temannya lakukan Arum ikut.
"Nih martabak, makan. Putri sudah tidur?"
"Martabak? Uwu...kesukaan"
"Panjang umur kamu, baru saja aku nanya, duduk sini"
Putri duduk di depan Arum sambil membuka kotak martabak. Martabak telor adalah salah satu makanan favorit mereka.
"Dimakan"
"Uwu...pas perut lapar" ucap Yasmin mengambil sepotong martabak.
"Sudah makan?"
"Sudah...tapi masih lapar, kalau gak tidur bawaanya lapar mulu"
"Artinya ada cacing di perut" ucap Putri
"Bisa jadi. Kalau gak dikasih makan orkes dia di dalam perut"
"Cacing bisa orkes?"
"Bisalah, perut keroncongan itu mereka lagi orkes" jawab Yasmin. Putri dan Arum tidak memandang sifat Yasmin, mereka ikhlas berteman dengan Yasmin, walaupun beda agama dan sifat Yasmin nakal, tapi mereka tetap menganggap Yasmin sebagai teman.
"Oh iya, ada kabar gembira untuk kamu"
"Apa Put?"
"Kamu di panggil Pak Ibrahim, beliau ingin bertemu kamu"
"Kenapa ya?"
"Entah, aku rasa pihak kampus mau menerima kamu lagi. Semua mahasiswa sudah tau kasus kamu"
"Beneran?"
"Iya aku gak bohong, Senin nanti temui Pak Ibrahim"
"Bismillah semoga kabar bahagia"
"Aamiin berdoa aja Rum"
"Iya" jawab Arum.
Ia berharap ada sesuatu yang baik yang akan Allah berikan padanya.
Luangkan waktu untuk memberikan vote dalam cerita ini, agar saya rajin publikasi, terimakasih 🤗🤗🤗
.
.
.
Saya nunggu 50 vote nih kalau sudah tembus saya lanjutkan cerita ini, jadi sabar ya...
.
.
See you next part
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUM (END)
Teen FictionDILARANG PLAGIAT! PLAGIAT MINGGIR! HARGAI KARYA ORANG JIKA KAMU INGIN DIHARGAI JIKA TERDAPAT KESAMAAN DALAM NAMA TOKOH, TEMPAT, DAN ALUR ITU UNSUR TIDAK KESENGAJAAN CERITA INI MURNI DARI IMAJINASI SAYA! Aku bukan wanita sholehah, bahkan jauh...da...