Setelah sebulan lebih di rawat di rumah sakit, sekarang Arum sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah, tangannya masih terbalut perban, tangannya belum sembuh, ia harus menjalani pengobatan agar tangannya yang patah bisa kembali baik seperti dahulu, terpaksa untuk sementara waktu ia tidak bekerja.
Arum terdiam menatap rumah yang ada di depannya, rumah itu tidak berubah, masih sama. Ia merindukan rumah itu, tiga tahun lamanya ia tidak tinggal di rumah itu, tiga tahun ia pergi meninggalkan rumah itu, dahulu setiap ia datang ke rumah itu untuk meminta maaf, baru sampai rumah ia sudah di usir, saat itu Arum rasa kesempatan untuk bisa kembali ke rumah itu tidak ada, namun siapa sangka, sekarang ia akan tinggal di rumah itu lagi dan diterima di keluarga itu lagi, semua karena Allah, begitu mudah Allah mengabulkan keinginan Arum, namun butuh waktu yang lama juga Arum mendapatkan apa yang dia mau, butuh kesabaran.
"Hey, kenapa diam disitu? Gak mau masuk?" tanya Nayla yang membuyarkan lamunan Arum. Arum melangkah memasuki rumah itu.
Arum menatap sekelilingnya, tidak ada perubahan juga di dalam rumahnya, barang-barang di rumah masih sama seperti dahulu. Arum duduk di kursi ruang tamu, ia ingin bersantai dulu sambil menghilangkan rasa penat karena habis perjalanan yang cukup jauh.
"Kak Nay, dan Kak Alif tinggal di sini?"
"Gak, Kakak sudah pindah ke rumah Mas Alif, tidak jauh dari sini kok"
"Yah...nanti bakalan jarang ketemu Kakak"
"Nanti Kakak sering-sering kok ke sini"
"Nanti kalau kamu nikah juga bakalan pergi dari sini" ucap Jihan yang ikut duduk di samping Arum
"Kalau seperti itu Arum tidak mau nikah, biar Arum tinggal disini terus sama Ibu"
"Hey, kenapa bicara seperti itu. Mau jadi bujang lapuk?"
"Ee....ngeri juga ya Kak kalau sampai terjadi, nauzubillah..."
"Takutkan? Sekarang kamu ke kamar terus istirahat"
"Nanti dulu lah Kak, baru juga sampai, Arum bosan berbaring mulu"
"Mau gimana lagi, orang sakit memang seperti itu"
"Bosan lah Kak...andai tangan nih gak seperti ini, besok Arum pasti sudah kerja"
"Tidak ada kerja-kerja, sampai tangan itu benar-benar sembuh baru boleh kerja!" ucap Jihan
"Huah...bosannya..."
"Rum...Kakak mau nanya"
"Sepertinya ada hal yang serius? Apa?"
"Kenapa kamu bisa terjebak dalam obat itu?" tanya Nayla.
Arum terdiam sejenak, mengingat kembali bagaimana bisa ia terjebak dalam dunia itu.
"Terus kenapa kami tidak tau kamu pernah ke club?"
"Arum perginya saat Ibu dan Kakak tidur. Arum tidak tau, kenapa tiba-tiba saja Arum ingin tahu tentang club, karena penasaran akhirnya Arum mencoba ke sana"
"Kapan itu terjadi?"
"Waktu Arum kelas 11" Arum mengigit ujung bibirnya
"Pantas kamu berubah, ya Kakak sadar perubahan kamu itu, tapi tidak ada pikiran sampai ke sana. Terus obat itu? Dari sana?"
Arum mengangguk, "Iya Arum kenal waktu saat di sana. Dah ah Arum mau ke kamar dulu" ucap Arum beranjak dari kursi. Sebenarnya ia sudah tidak ingin lagi mengingat masa lalunya, kalau bisa ia ingin melupakan semua yang terjadi di masa lalu, mengingat itu membuat penyesalan itu tiada henti, membuatnya dadanya terasa sesak.
Sampai di kamar, perlahan Arum membaringkan tubuhnya, ia menatap langit-langit kamar. Kamarnya pun tidak berubah, malah kamarnya terlihat rapi, ia yakin pasti Ibunya yang selalu membersihkan kamarnya.
"Rencana apalagi yang Engkau siapkan untuk ku ya Allah, ujian apalagi yang akan menghampiri ku, kuatkan aku ya Allah kuatkan aku agar aku mampu melewati ujian-ujian yang Engkau berikan"
"Kamu harus kuat Arum! Kuat menghadapi lika-liku kehidupan ini, kamu harus percaya ada pelangi setelah hujan, kamu juga harus percaya bahwa ada kebahagiaan setelah perjuangan, Sabar Arum Allah sedang merencanakan kebahagiaan untuk mu kelak, jika bukan sekarang waktunya untuk bahagia mungkin nanti, percayalah!" Arum berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri.
Akan ada dua pengobatan yang sudah menunggu Arum, pertama ia harus kembali menjalani rehabilitasi, dan yang kedua Arum akan melakukan kontrol sesuai dengan anjuran Dokter, untuk memeriksa tangan kirinya.
Krek...
Arum membuka matanya, menatap orang yang baru saja masuk ke kamarnya.
"Ibu?"
"Tangan letakan di atas bantal"
"Sakit Bu"
"Pelan-pelan, sini Ibu bantu" ucap Jihan menghampiri Arum
"Aw... Sakit Bu"
"Tahan, biar enak kamu nya"
Yang hanya bisa Arum rasakan adalah sakit, karena tangannya itu memang belum sembuh.
"Obat jangan lupa diminum ya. Kalau mau apa-apa panggil Ibu atau Kakak kamu"
"Iya Bu. Ibu istirahat, Arum tau Ibu sangat lelah, selama di rumah sakit Ibu jarang berbaring. Maafkan Arum yang selalu buat Ibu repot, kalau bisa memilih Arum tidak mau hal ini terjadi"
"Ini ujian Rum, jangan mengeluh atas ujian yang Allah berikan"
"Iya Bu"
"Ibu keluar dulu ya, kalau ada apa-apa panggil Ibu"
"Iya Bu" jawab Arum menatap kepergian sang Ibu.
Arum sangat-sangat bahagia, ia bisa kembali merasakan kasih sayang dan perhatian dari sang Ibu, sudah lama Arum merindukan kasih sayang dari seorang Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARUM (END)
Novela JuvenilDILARANG PLAGIAT! PLAGIAT MINGGIR! HARGAI KARYA ORANG JIKA KAMU INGIN DIHARGAI JIKA TERDAPAT KESAMAAN DALAM NAMA TOKOH, TEMPAT, DAN ALUR ITU UNSUR TIDAK KESENGAJAAN CERITA INI MURNI DARI IMAJINASI SAYA! Aku bukan wanita sholehah, bahkan jauh...da...