Tigabelas

101 34 442
                                    

Hati yang menghitam pun bisa menjadi putih jika fikirannya jernih dan ada orang yang menyadarkannya.

-Mentari tobat karena suka nonton indosiar-

Mentari menarik nafasnya, "Bonyok aku selalu ribut, dan bokap juga sering banget main tangan. Karena itulah aku selalu berfikir bahwa menyakiti orang lain itu akan membuat aku bahagia, ternyata enggak. Aku malah semakin dihantui rasa bersalah, selama ini, gak ada yang peduli sama aku, sikap aku atau apapun itu. Tapi, aku rasa kamu sesuatu yang buat aku sadar yang aku lakuin semua itu salah." ucap Mentari. Mars merasa bahwa Mentari adalah orang baik, hanya saja lingkungan yang membentuk Mentari menjadi orang yang buta akan sikap baik.

Mars mengelus pucuk rambut Mentari dengan lembut, "Coba deh lo fikir, kalo lo sama aja kayak bokap lo itu, apa yang lo dapatin? Gue yakin gak ada, coba lo jadi nyokap lo yang ngerasain rasa sakit, lo fikir aja, saat lo nyakitin orang lain lo harus ngerasa bahwa yang lo sakitin itu nyokap lo," ucap Mars.

Mentari mulai meneteskan air matanya, ia sadar semua yang ia lakukan adalah kesalahan yang sangat fatal. Mars menarik kepala Mentari bersandar ke bahu Mars. Mentari mulai menangis, air matanya turun dengan sangat deras. Kesalahan yang selalu ia lakukan seperti hadir dan mencabik-cabik hatinya. Kenapa saat ia salah tidak ada yang meluruskannya, kenapa tidak ada yang merangkulnya, kenapa tidak ada yang peduli kepadanya?.

"Keluarin aja, biar lo tenang." ucap Mars. Mentari segera membangkitkan kepalanya dari bahu Mars. Mars menarik kedua bahu Mentari agar menghadap ke arahnya. Mars menarik pelan dagu Mentari yang sedari tadi terus tertunduk. Mars mengusap air mata Mentari dengan lembut, Mars sekarang tahu kenapa Mentari seperti ini, karena Mentari mempunyai luka yang ia tutupi.

"Sekarang lo tenang, jangan nangis lagi," ucap Mars menenangkan Mentari.

"Makasih," ucap Mentari dengan segukan. Mars menarik tubuh Mentari kedalam pelukan, Mars mengelus pucuk rambut Mentari dengan sangat lembut. Mars sudah tidak peduli baju seragamnya basah atau tatapan orang lain kepada mereka berdua.

Nyaman. Itulah yang Mentari rasakan di dalam dekapan seorang Mars Angkasa, seseorang yang mempunyai hati yang besar dan sangat sabar.

"Ternyata memanfaatkan masalah gue, gue bisa deket sama Mars. Kenapa gue gak dari dulu gini ya?" batin Mentari. Mentari tersenyum smirk di dada bidang Mars.

Mars menyudahi pelukannya, "Gue harus pergi," ucap Mars berpamitan. Mentari pun menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Kasian, Mars terlalu percaya sama orang jadi dia gampang banget dibohongin." ucap Mentari tersenyum puas.

"Bagus, lo berhasil," ucap seseorang yang berada di belakang Mentari. Mentari segera membalikan badannya dan tersenyum melihat seseorang yang telah membantu dan menyarankan rencana ini.

"Ternyata lo lebih licik dari gue," ucap Mentari kepadanya. Mereka berdua bertos karena rencana pertama telah selesai.

***

Venus menaiki anak tangga satu persatu, fikirannya terus berputar, jika difikirkan sebenernya Venus bodoh, ia membuat drama dan melampiaskannya kepada Galaksi untuk mengetahui perasaan Mars. Sekarang? Ia sudah mengetahuinya Mars menyukai orang lain sejak 5 tahun yang lalu dan Venus sama sekali tidak mengetahui siapa dia.

Sebelum tangannya menyentuh handle pintu Rooftop air matanya kembali menetes, "Kenapa gue harus pura-pura suka sama Galaksi buat tau perasaan Mars yang ujung-ujungnya gue sakit hati sendiri karena Mars suka sama orang, bukan gue." gumam Venus.

Ceklek

Tap! Tap! Tap!

"Gue gak boleh egois, inget Ven, lo gak boleh hancurin persahabatan cuman karena rasa suka," ucap Venus menyemangati dirinya sendiri.

MaVeGa [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang