DuapuluhEmpat

50 14 177
                                    

Susah ya cari temen yang bener-bener tulus di zaman sekarang.

***

Mentari mengambil tas yang berada di kelas, berjalan cepat menuju area parkiran sekolah.

"Mentari, tunggu!" teriak Bulan.

Mentari semakin mempercepat langkah kakinya, ia menghampiri sebuah mobil sport mewahnya. Mentari memukulkan tangannya ke mobil yang ia miliki, rasanya akal sehat Mentari telah hilang.

Mentari ingin kembali memukulkan tangannya lebih keras, Bulan dengan cepat menahan pergerakan Mentari.

"Gila lo?" tanya Bulan.

Mentari menatap netra Bulan dengan lekat, mata Mentari sudah memerah. Gadis itu sepanjang jalan menangis tanpa suara.

"Jangan kayak gini Tar. Lo gak sendiri, ada gue sama Aurora yang bakal ada di sisi lo baik susah ataupun senang." ucap Bulan. Mentari memeluk Bulan dengan erat, ia menumpahkan rasa sakitnya. Rasanya begitu sia-sia memperjuangkan Mars terus melakukan segala cara namun berakhir rasa benci kepada Mars terlebih lagi Venus. Mentari benci semua orang, ia tidak merasakan bahagia sama sekali.

Bulan mengusap punggung Mentari dengan lembut. Menyalurkan ketenangan kepada Mentari.

"Kita pulang ya? Gue anter lo ke rumah," ucap Bulan. Mentari menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Aurora semakin dihantui rasa bersalah kepada Mentari, ingin sekali Aurora pergi dari sini tapi ia tidak ingin membuat Bulan dan Mentari curiga kepadanya.

Bulan menyetir mobil Mentari, Mentari menyandarkan kepalanya di kaca mobil. Ia menatap lurus dan tatapannya begitu kosong. Bulan melirik Aurora dari spion depan mobil.

Sesampainya di rumah, netra Mentari yang melihat dari kaca jendela matanya membulat sempurna. Tulisan rumah ini disita sangat jelas di pagar rumahnya.

Bulan memasukan mobil Mentari keperkarangan rumah. Banyak sekali barang-barang yang telah berada di luar rumah. Mentari turun dari mobil menghampiri keberadaan ibunya yang tengah mengemis kepada polisi yang bertugas. Netra Mentari menatap sekitar, banyak sekali polisi dan wartawan yang berada di rumahnya.

"A-ada apa ya?" tanya Mentari. Ibunya Mentari bangkit ia memeluk tubuh Mentari dengan erat.

"Papah kamu hikss ... dia hiks ... terjerat korupsi dan hutang," tutur Ibu Mentari.

Tubuh Mentari merosot, Bulan dan Aurora menatap Mentari tidak percaya. Bulan dan Aurora saling melemparkan tatapan. Mentari mendonggak melihat ke arah papah nya yang tengah diborgol dan di wawancarai.

Mentari bangkit dari tempatnya, ia menghampiri Bulan dan Aurora yang tengah mematung. Mentari menggenggam kedua tangan teman-temannya.

"Kalian mau 'kan bantuin keluarga gue?" tanya Mentari dengan mata yang sudah memerah.

Bulan dan Aurora menepis tangan Mentari dengan lembut. "Maaf Tar. Gue sama Aurora pamit pulang," ucap Bulan.

Mentari menarik rambutnya frustasi, tubuhnya kembali merosot. Mentari kembali menangis sejadi-jadinya.

"Pertemanan itu bullshit! Mereka cuman mau uang gue, hiks ... kenapa! Kenapa semua ini harus terjadi sama gue!" monolognya.

***

Mereka berempat telah selesai makan, rasanya begitu nikmat saat mendapatkan makan gratis.

"Makasih loh," ucap Venus.

"Berapa kali sih gue harus bilang, gak usah bilang makasih sama gue. Kayak ke siapa aja," balas Mars.

Galaksi menatap Mars lekat, ekor mata Mars melihat jika Galaksi sedang menatapnya. Mars menoleh ke arah Galaksi dan menaikan satu alisnya.

MaVeGa [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang