THIRTY

298 40 8
                                    

"Kalita leukemia Nat, dugaan lo benar, dan yang Kalita derita udah berada di stadium akhir"

Denata diam membisu, nggak tau lagi respon apa yang harus dia berikan, gadis yang paling dicintainya mengidap penyakit mematikan dan dia nggak tau apa apa

Denata berjalan lemas mendekati Kalita, pandangannya memudar akibat air mata yang memenuhi kelopak matanya "Ta kenapa kamu nggak cerita?" katanya meggenggam tangan Kalita, air mata yang ia tahan akhirnya menetes, hanya setetes tapi terasa begitu menyakitkan

"Satu hari sebelum ibu lo meninggal Kalita ditemuin pingsan di kamar mandi, dan setelah itu dia koma selama seminggu, itulah alasan kenapa semua telpon dan sms lo nggak pernah ada jawaban, itu juga alasan Kalita nggak ada kabar padahal lo lagi butuh dia banget" Jelas Irene yang makin membuat hati Denata semakin hancur

Irene menyeka air matanya, tidak bisa dipungkiri bahwa ia juga sedih, hatinnya hancur saat pertama kali tau apa yang dialami Kalita

"Kata lo dia koma selama seminggu, terus kenapa dia tetap nggak ada kabar selama seminggu itu?"

Irene menatap Denata "Dia nggak mau lo tau tentang penyakitnya, dia nggak mau lo ikut sedih, dan dia juga ngerasa nggak pantes karna gabisa ngehibur lo saat lo butuh hiburan dari dia, jadi dia cuma merhatiin lo dari jauh, dia liat lo setiap lo pulang sekolah, dia ada dikamarnya nat, selalu ngeliatin lo dari jendela kamarnya, mungkin lo nggak sadar tapi sebenernya Kalita selalu ada di dekat lo, merhatiin lo" Irene mangembil nafasnya "Sampai sebulan kemudiannya kalita drop dan harus dibawa ke singapur buat berobat, tapi tetap aja dia merhatiin lo lewat gue, dia selalu nanyain kabar lo, kalo lo inget ada yang ngasih susu kotak di atas meja lo, itu gue dan gue ngelakuin itu atas perintah Kalita"

"Kenapa lo nggak pernah kasih tau gue?"

"Karna Kalita nggak ngizinin gue ngasih tau lo Nat, gue nggak bisa ingkar janji sama dia"

Denata mengacak-ngacak rambutnya, dia nggak tau harus apa, nggak ngerti juga perasaan dia kayak gimana, semuanya campur aduk, dia sedih, marah, kesel, dan juga ngerasa bersalah karna nggak tau apa apa

Tanpa perkataan apapun Denata pergi, dia butuh waktu sendiri buat nenangin dirinya, dan dia butuh udara segar supaya dia bisa menjernihkan pikirannya yang sekarang benar benar kacau

😊😊😊

Disinilah Denata sekarang, terduduk di atas rooftop dengan wajah mengarah ke langit, ia butuh ketengangan, ia butuh udara segar, tapi ia lebih butuh Kalita berada disisinya

Buliran bening yang sedari susah payah di tahan akhirnya mengalir begitu deras, dia nggak bisa lagi nahan tangisnya, anggaplah dia lemah ataupun cengeng tapi hatinya benar benar sakit dan dia nggak bisa ngontrol perasaanya

Cowok juga boleh nangis kan? Nggak ada larangan cowok nangis apalagi untu kasus Denata, nangis wajar wajar ajakan?

Denata beneran nangis sejadi jadinya, ia meringkuk dan menenggelamkan wajahnya di lipatan tangannya

Setelah beberapa saat, akhirnya Denata dapat menenangkan dirinya dan memutuskan untuk kembali ke ruangan Kalita

Sekarang Denata berjarak 10 meter dari ruangan Kalita dan dia melihat suster dan dokter berlarian masuk kedalam ruangan, Denata memepercepat langkahnya dan semakin mempercepat lagi ketika ia melihat Amara menangis di depan ruangan Kalita

"Tante Kalita kenapa?" pertanyaan itu langsung keluar ketika Denata sampai didepan ruangan Kalita, Amara hanya menangis sedangkan John menengkan Amara

Mata Denata menerawang ke dalam ruangan, terlihat jelas bahwa disana dokter sedang berusaha menyelamatkan nyawa Kalita, satu tengan Denata terulur meraba pintu "Ta kamu harus kuat ya" lirihnya

***

Dirgahayu Republik Indonesia ke 75!!!

Ngapain aja nih kalian selama 17an? Ada yang ikut lomba? Atau jadi panitia kah?

Yutha comebcak again, nihh..
Siapa yang masih nungguin hayoo?
Hehe...

Thank's for reading guys

DenataTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang