Part I: The Beginning

20.6K 346 2
                                    

Sinta masih duduk di kelas XI kala itu saat Mama Faris, ibu calon murid ngaji Sinta yang bernama Faris menawarkan Sinta menjadi adik madunya.

Sinta mendadak pening. Otaknya berpikir bagaimana caranya bisa keluar dari rumah mereka sesegera mungkin. Ah iya, sebentar lagi adzan maghrib. Syukurlah!

Tidak terlalu diperhatikannya lagi kalimat-kalimat yang keluar dari mulut Mama Faris. Sinta hanya ingin menangis kala itu, namun tidak bisa. Dia terlalu malu untuk menangis di hadapan orang yang baru dikenalnya kurang dari sebulan.

Sinta juga sungkan menunjukkan emosinya sedangkan Mama Faris, istri dari suami yang beliau tawarkan sendiri itu saja sama sekali tidak menunjukkan kesedihan. Hanya tersenyum ramah, seperti biasanya.

'Ya Rabbî.. Terbuat dari apa hati beliau ini?' pikir Sinta.

Adzan maghrib berkumandang. Sinta izin pulang. Dia bilang akan memikirkan hal ini nanti, di rumahnya sendiri.

Jarak rumahnya dari rumah keluarga Faris sangat jauh, lebih dekat ke rumah teman Sinta. Akhirnya dia memutuskan untuk ke rumah teman lintas usianya terlebih dahulu, Mama Nabil namanya. Dia sudah tidak kuat. Dia ingin menangis seja-jadinya dan menceritakan kejadian yang baru saja dia alami pada temannya itu.

Sesampainya di sana, diketuknya pintu rumah Mama Nabil. Terdengar beliau sedang shalat maghrib bersama anak-anaknya. Suaminya baru saja meninggal dunia. Sinta terduduk lesu di teras rumahnya. Air matanya tak kuasa tumpah.

Selesai shalat, Mama Nabil segera membukakan pintu dan Sinta menceritakan semuanya sambil menangis tersedu-sedu.

Sinta tak habis pikir apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh Mama Faris. Dia iba pada beliau, tapi juga bingung. Perasaannya campur aduk. Dia tidak akan seemosional (baca: sedih yang sangat) itu jika saja Mama Faris menawarkan laki-laki lain, siapa sajalah itu, yang jelas bukan suaminya.

Karena sudah terlalu malam untuk berjalan sendirian, dikirimnyalah pesan pada kakaknya untuk menjemputnya. Untungnya kakak Sinta selalu berbaik hati dan bisa diandalkan.

🌸🌸🌸

Esoknya, Sinta menceritakan peristiwa tersebut kepada ibunya.

"Pantas kemarin kata tetangga, ada yang nanyain rumah Sinta. Laki-lakinya ganteng kata tetangga mah," Ibu Sinta menanggapi.

"Hah? Terus dikasih tahu gak, rumah kita yang mana, Bu?" Sinta kaget bukan main.

"Iya. Ditanya juga sama tetangga, 'Mau apa memangnya?' Katanya mah cuma nanya aja," jawab Ibu Sinta.

'Yâ Allâh.. Seniat itu suami Mama Faris ingin tahu rumahku.. Pantas saja beberapa hari yang lalu istrinya minta alamat rumahku,' Sinta bersenandika.

🌸🌸🌸

Sinta tidak pernah menyangka bahwa inilah awal mula dia akan berhadapan dengan "kasus-kasus" (atas nama) poligami lainnya. Dan ketika beberapa tahun kemudian Sinta menawarkan hal serupa kepada temannya seperti Mama Faris itu, temannya pun merespon, "Terbuat dari apa hatimu?", seperti respon Sinta dulu. Déjà vu.

Bersambung....

#berdasarkankisahnyata
#bukannamasebenarnya
#ctsstory

10.28.19.

(Sentuh layar dari bawah ke atas untuk membaca part selanjutnya ⬇️⬇️⬇️)

PoligamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang