Part V: Nazhar

3K 124 0
                                    

Ini kali kedua Teh Tari menawarkan Sinta teman A Darma sewaktu mondok di Pesantren dulu. Sepertinya A Darma belum move on dari Sinta. Karena itulah beliau gigih mencarikan Sinta calon suami.

[Oh ya udah, Teh, kirim CV-nya ya.] balas Sinta kemudian.

Tak lama, Sinta menerima CV ustâdz yang baru pulang dari Yaman itu. Namanya Ustâdz Kamal.

Setelah Sinta meminta izin orang tuanya, ditentukanlah tanggal prosesi nazhar mereka. Nazhar artinya melihat kepada calon pasangan, karena mereka tidak saling mengetahui wajah masing-masing.

🌸🌸🌸

Sekarang masih 'ashr, Sinta bergegas membersihkan rumah serta menyiapkan kudapan dan minuman untuk kedatangan keluarga Ustâdz Kamal.

Nazhar akan dilaksanakan sehabis maghrib. Menurut Teh Tari, keluarga Ustâdz Kamal sudah datang ke kota tempat Sinta tinggal dari kemarin malam, lalu menginap di rumah saudara Ustâdz Kamal.

Maghrib pun tiba. Setelah melaksanakan shalat, Sinta menggelar karpet di ruang tamu. Dalam hati Sinta bergumam, kemarin ketika dua kakak perempuannya akan menikâh dan kedatangan keluarga calon suami, Sinta membantu mereka menyiapkan segalanya. Sedangkan sekarang ketika Sinta butuh bantuan, mereka tidak datang. Anak bungsu yang malang..

30 menit sebelum adzan 'isyâ, rombongan keluarga Ustâdz Kamal datang. Sinta mengintip dari balik gorden jendela ruang tamu.

'Loh, kok ada banyak laki-lakinya?' Kebingungan, Sinta buru-buru masuk ke ruang tengah, khawatir kepergok sedang mengintip.

"Assalâmu'alaikum," mereka mengucap salam hampir berbarengan.

"Wa'alaikumussalâm," jawab ayah Sinta.

Duduklah mereka semua di ruang tamu. Tak lama Sinta datang membawa teh hangat di nampan. Sebenarnya ini modus untuk melihat keadaan. Setelah mengetahui ada dua orang laki-laki berusia senja, dua laki-laki muda, serta seorang ibu paruh baya, Sinta kembali ke ruang tengah. Sinta berasumsi ibu itu adalah ibu Ustâdz Kamal.

Ibu berpakaian seronok itu pun memanggil Sinta, disusul oleh ayah Sinta.

Dengan terpaksa menahan malu, Sinta duduk berhadapan dengan Si Ibu, bapak bercelana jeans, dan laki-laki muda berjubah biru tua. Di sampingnya, duduk laki-laki muda berjubah putih dan seorang bapak berusia senja.

Tepat di hadapan Sinta, laki-laki berjubah biru tua itu duduk. Sinta melihatnya sekali. 'Cukup tampan,' batin Sinta. Namun anehnya laki-laki itu berkali-kali melihat ke arah Sinta. Hal ini Sinta ketahui karena Ibu itu menanyai Sinta banyak hal yang otomatis ada kontak mata antara Sinta dan Ibu tersebut.

Adzan 'isyâ berkumandang. Tiga orang laki-laki itu izin ke Masjid terdekat, namun tidak dengan bapak bercelana jeans.

"Saya nanti saja di rumah. Baru juga datang," Bapak itu memberi alasan.

Setelah semuanya pergi, Ibu Sinta keluar dari kamarnya karena penasaran dengan nazhar yang baru saja terjadi.

"Ibu ini ibunya Kamal?" Tanya Ibu Sinta.

"Oh bukan, saya Ida, tantenya Kamal," jawab Tante Ida. "Ini suami saya, Pak Gaga," beliau memegang lengan Bapak bercelana jeans.

"Lalu, Mas Kamal itu yang mana ya, Bu?" Tanya Sinta tidak sabar.

"Loh, Sinta gak tahu yang mana Kamal?"

"Gak tahu, Bu, kan memang belum pernah lihat wajahnya."

"Hahaha.. Ya ampun! Itu yang pakai jubah putih." Jawab Tante Ida santai.

"Hah?? Bukan yang pakai jubah biru tua, Bu??" Tanya Sinta terbelalak.

"Bukan.. Itu mah Darma atuh!"

'Apa?? Jadi dari tadi aku dan A Darma saling pandang, seakan kami sedang nazhar?? Pantas saja dia terus-menerus memandangiku. Argh!!' Batin Sinta gundah.

Bersambung....

#berdasarkankisahnyata
#bukannamasebenarnya
#ctsstory

11.2.19.

(Sentuh layar dari bawah ke atas untuk membaca part selanjutnya ⬇️⬇️⬇️)

PoligamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang